Minggu, April 19, 2009

Neo Kartini (Tentang Pelacuran Anak)

Kartini adalah wanita tua yang kini jadi pengasuh pondok sosial khusus mantan PSK yang sudah renta. Di masa mudahnya, Kartini ini memang sudah merasakan seribu kehidupan termasuk dari pelacuran anak, PSK sampai dengan menjadi mucikari. Kartini juga akhirnya berhasil mentas dan menjadi seorang istri seorang pegawai rendahan. Dalam perkembangannya, sang suami ternyata selingkuh dan akhirnya mereka pun bercerai. Berikut wawancara Kartini dengan Kartono, wartawan muda dalam sebuah kesempatan.

***

Kartono : Semasa muda, anda dikenal sebagai PSK. Karir (kalau saya boleh katakan) anda, sampai pada tinggal manajemen dengan menjadi mucikari. Bagaimana bila dibandingkan dengan sekarang?

Kartini : Memang saya dulu menjadi PSK saat usia masih sangat muda, sekitar 12 tahunan. Tapi yang perlu diingat, saya terjun ke sana (PSK) karena desakan ekonomi. Karena memang desakan ekonomi, saya pun berpikir sangat ekonomis dan setiap persetubuhan selalu saya nilai dengan uang.

Kartono : Sekarang?

Kartini : Sekarang sudah berbeda jauh. Banyak anak-anak belia yang juga nyaris sama dengan yang saya lakukan. Mereka hanya memikirkan gengsi dan merasa tidak PD hanya karena masih perawan. Mereka sangat bodoh atau malah sangat-sangat bodoh (nadanya mulai meninggi)!!

Kartono : Mengapa demikian?

Kartini : Keperawanan adalah hal yang paling berharga bagi seorang gadis dan mereka (anak sekarang) sangat tidak menghargainya. Hanya karena ingin membuktikan cinta, mereka rela ditiduri secara gratis..

Kartono : Kalau anda dulu?

Kartini : Saya mengalami banyak tingkat dan memang sesuai dengan kodrat, harga saya pun mulai menurun seiring bertambahnya usia. Dulu saat berusia belia, tubuh saya laku dengan harga mahal. Semakin tua, harga itu semakin turun sampai akhirnya tidak banyak lelaki yang mau dengan saya kecuali beberapa lelaki yang sudah kadung tresno (cinta) dengan saya. Banyak pelanggan saya yang berpindah ke pelukan dan antri kepada PSK yang lebih muda. Dan itu adalah wajar.

Kartono : Sampai kemudian anda menikah dengan suami yang juga pelanggan anda. Bagaimana anda menyikapinya karena jelas dari sisi penghasilan, sangat tidak ekonomis?

Kartini : Saya adalah wanita kuno yang tidak neko-neko. Kembali saya katakan, saya menjadi pelacur karena ekonomi dan duitlah yang menjadi junjungan saya, tidak ada cinta di dalamnya. Saat datang seorang lelaki dan menjadi suami saya, dialah junjungan saya. Dari ujung rambut sampai ujung kaki, saya persembahkan untuknya atas nama cinta. Tidak ada pertimbangan ekonomis di sana.

Kartono : Berarti anda anti emansipasi wanita sebagaimana yang diperjuangkan Kartini, pahlawan yang namanya sama dengan anda?

Kartini : Emansipasi yang seperti apa yang anda maksud? Banyak wanita yang hanya mengartikan emansipasi dengan sama rata sama rasa dengan lelaki. Mana bisa? Dari sononya (dari Tuhan), kita sudah ditakdirkan berbeda dan itulah anugrah yang diberikan untuk kita agar berbagi.

Kartono : Kondisi sekarang?

Kartini : Anda tahu data dari survey Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan. Di sana disebutkan 63% siswi SMP sudah pernah ngeseks dan 21 % siswi SMA pernah aborsi. Coba anda fikir apa seperti ini emansipasi yang diharapkan Raden Ajeng Kartini. Saya yakin bila saya dan mereka (siswi yang pernah aborsi) bertemu dengan RA Kartini, saya lebih PD daripada mereka walaupun kami sama-sama kehilangan keperawanan tidak di malam pertama pengantin.

Kartono : Mengapa?

Kartini : RA Kartini tetap akan menyalahkan kami berdua karena telah menyalahartikan emansipasi yang diperjuangkannya. Tapi saya punya alasan lebih kuat melepas keperawanan dibandingkan mereka yang hanya karena CINTA.

Kartono : Anda merasa apa yang anda lakukan sudah benar?

Kartini : Saya sampai sekarang tidak pernah merasa benar. Hanya saja saya menyesalkan para remaja yang sudah kehilangan keperawanan tanpa perencanaan. Toh walaupun jujur saja, pada akhirnya mereka akan mengikuti jejak saya.

Kartono : Maksud anda?

Kartini : Para gadis yang kini sudah tidak perawan lagi pada akhirnya juga akan tersingkir dalam pergaulan dan keasyikkan dalam dunianya. Mereka akhirnya akan menjadi gadis panggilan, purel atau sejenisnya. Sampai usia tertentu mereka sudah tidak layak menjadi purel atau gadis panggilan dan pilihan satu-satunya mereka adalah menjadi pelacur. Bedanya, saya melacur setel;ah merencanakan secara ekonomis penghasilan dan saya bisa maksimal karena keperawanan saya dihargai secara khusus dan cukup mahal.

*(Kartini dan Kartono adalah nama fiktif)

Jumat, April 17, 2009

Jali Tengah Untuk PEMILU (PEMIlihan paling LUwet)

*Tanpa Huluf R

Bila anda melihat foto saya dengan jali tengah mengacung, telselah mau dialtikan apa. Ini jaman meldeka –walau tidak semeldeka cita-cita-. Mau mengaltikan sepelti teman saya yang mengatakan itu adalah FxxK Pemilu. Tentu saja, sang teman saya yang seolang penulis celpen dan sastlawan muda ini, sah-sah saja. Banyak alasan yang dijadikan dasal mengaltikan foto saya itu.
Menulutnya dan tentu saja menulut data yang ada, Pemilu Legislatif yang sudah dilaksanakan pada 9 Palil 2009 lalu, masih saja menyisakan masalah dan malah semakin banyak masalah yang teljadi. Masalah mulai dali DPT (daftal pemilih tetap) sampai dengan ploses pelhitungan yang masih saja timbul masalah.
Selama masa kampanye pun, pala pucuk pimpinan paltai saling belkoal tentang keunggulan paltai masing-masing. Kata seolang teman, suasana masa kampanye sangat milip dengan pasal malam yang isinya penjual obat. Semuanya mengatakan nomol satu dan yang lain adalah pecundang.
Atau semakin banyaknya kasus luwet seiling dengan gagalnya pencalonan seseolang menjadi anggota legislatif. Di Bandung, sejumlah pelusahaan konveksi menanggung kelugian hingga milialan lupiah kalena aksi bogok (ngemplang) sang caleg. Di bebelapa kota, sejumlah caleg yang gagal mengalami deplesi mulai dali stless, gila sampai dengan melakukan bunuh dili. Sungguh luwet...
Belum lagi hali pelaksanaan pemilu yang kulang tepat kalena belbentulan dengan kegiatan agama dan diyakini oleh sejumlah pemilih. Akhilnya KPU pun mempelbolehkan pemilih –di daelah telsebut- untuk melakukan pencontlengan di hali yang belbeda.
Keltas suala? Siapa bilang tidak ada masalah. Pada point ini pun banyak ketidakmampuan pelaksana pemilu untuk membuatnya tidak menimbulkan masalah. Nomol caleg yang teltukal, kualitas cekatan dan keltas yang ambuladul sampai dengan pendistlibusian yang juga tidak kalah luwetnya, semakin menambah panjang ketidaksempulnaan pelaksanaan pemilu, kemalin.
Tapi jujul saja, dalam pileg kemalin, saya sengaja mengunakan hak suala saya. Bukan untuk paltai besal, tapi untuk paltai lain yang saya halapkan bisa menjadi tandingan paltai-paltai laksasa. Sayangnya, saya kembali halus kecewa kalena sang paltai pilihan saya pada akhilnya tetap saja melengek dan melapat ke paltai laksasa. Satu lagi hal yang saya sesali telah saya saya lakukan dalam hidup ini.
Tapi alti jali tengah untuk pemilu bisa jadi adalah jali tengah saya yang dicelupkan ke tinta pemilu, usai mencontleng. Dan itu memang yang saya lakukan pada 9 Aplil lalu. Tindakan saya sempat membuat hansip yang menjaga tinta beltanya dan saya jawab,” emang ada atulan halus jali kelingking yang dicelup?

Rabu, April 01, 2009

Batu-batu Bertuah

Sudah hampir sebulan ini Indonesia digegerkan dengan kasus batu petir milik Ponari, bocah SD yang tinggal di Jombang, Jawa Timur. Kabarnya kehebatan batu yang idapat setelah sebelumnya didahului dengan petir ini sangat ampuh untuk mengobati 1001 jenis penyakit. Walaupun belum teruji secara medis, ribuan warga yang datang bisa menjadi bukti kehebatan batu yang sekarang disebut dengan batu petir tersebut.

Malah sebagian dari mereka bersedia mati saat berdesak-desakan. Ada yang merasa mampu, merogoh kocek lebih dalam untuk menghindari antrian sampai dengan orang yang sudah membuang pikiran jernihnya dan minum air comberan yang keluar dari kamar mandi Ponari. Ihhhh.....

Belum lagi pro kontra tentang buka tidaknya Ponari untuk melayani warga yang datang. Sampai-sampai muspika dan MUI serta Komnas Anak merasa harus turun tangan mengendalikan aliran massa yang ingin menyembuhan. Seabreg alasan mereka mulai dari keterangan kampung sampai dengan masa anak-anak Ponari yang dipertaruhkan. Tapi akhirnya, Ponari tetap saja buka praktek. Sebuah solusi sederhana untuk rakyat sederhana mencari penyembuhan. Tentu saja jauh lebih murah dibandingkan dengan biaya rumah wakit walaupun sudah ditanggung Jamkesmas sekalipun.

Malah saking hebatnya berita batu Ponari, di beberapa tempat muncul berita dengan tujuan mempopularitaskan batu-batu lain. Di Jombang, masih di kota yang sama, juga sempat muncul kabar tentang batu sakti. Kemudian di Madura juga tiba-tiba diberitakan muncul berita dengan kehebatan yang tidak kalah dan terakhir di Gedangan Sidoarjo. Lagi-lagi ada batu ajaib yang juga diakui bisa menyembuhkan dari seorang warga di Bulak Banteng, Surabaya pada Rabu tanggal 1 April 2009.

Ngomong-ngomong tentang batu hebat, saya juga punya cerita yang diyakini di kampung kami –mungkin di kampung anda, juga-. Bila dalam perjalanan dan kita merasa kebelet beol, disarankan mengambil batu dan menyimpannya di kantong celana. Cara ini diyakini bisa menunda atau malah menghilangkan ‘desakan’ ke kamar belakang tersebut. Cara ini sudah terbukti pada anak tetangga saya yang akhirnya dibekali ibunya dengan sebongkah batu kecil di saku dalam perjalanan ke kampung. Hasilnya, selama perjalanan, sang anak lepas dari keinginan untuk Buang Air Besar (BAB).

Oh ya... saya baru ingat kalau sudah 2 hari ini saya juga tidak BAB. Sejak dari luar kota 2 hari lalu, saya belum juga buang air besar walaupun perut rasanya sudah sebah gak karu-karuan. Setelah saya berfikir beberapa saat, saya baru ingat kalau masih menyimpan kerikil dalam dompet saya. Tanpa membuang waktu, saya langsung membuka dimpet dan mengambil batu kemudian membuang lewat jendela.

Sebelum lupa, saya akan ceritakan tentang batu yang akhirnya saya masukkan ke dalam dompet saya itu. Saat itu, 2 hari lalu saya dalam perjalanan ke luar kota untuk suatu keperluan mendadak. Dalam perjalanan, tiba-tiba....... saya merasa (maaf, saya harus segera ke kamar belakang. Batu yang baru saja saya buang sudah membuat pertahanan saya jebol dan saya harus ke belakang......)