Sabtu, April 12, 2008

Hore!!!... Saya Boleh Poligami

Siapa saja yang membaca tulisan ini, pasti akan mengatakan kalau saya adalah laki-laki yang beruntung walaupun bukan yang paling beruntung. Mengapa? Banyak atau malah sebagian besar laki-laki ingin berpoligami dan tiba-tiba istri saya mengijinkan saya untuk berpoligami. Padahal, kalau saja saya ditanyakan apakah ingin berpoligami, saya akan menjawab....... SANGAT MAU (berarti saya laki-laki normal).

Kalau saya diperbolehkan menikah lagi, ada beberapa wanita yang ingin saya jadikan pendamping kanan (karena yang kiri sudah ada istri saya sekarang). Mereka (eh... berarti wanita itu ada lebih dari satu) adalah mantan kekasih saya semasa SMA dan satu lagi juga mantan kekasih saya saat bekerja.

Merekalah yang juga saya inginkan menjadi makmum saya dalam rumah tangga. Dengan bantuan 3 wanita terhebat dalam hidup saya, saya kayaknya yakin kalau surga dunia akherat bisa saya capai. Bagaimana tidak, ketiganya adalah kombinasi yang sangat hebat untuk kesempurnaan hidup saya.

Saya kemudian membayangkan (sudah menikahi 2 wanita itu) sebagai charlie yang selama hidupnya, dijaga oleh 3 wanita cantih yang tangguh dengan kelebihan yang berbeda-beda. Yang satu sangat manja dan menyerahkan semuanya kepada saya hingga membuat saya seperti laki-laki yang sangat mumpuni.

Yang satunya lagi sangat mandiri dan cakap tampil di rumah rumah untuk mempertahankan citra dan kelas seorang Charlie. Tugas ini juga sangat perlu karena seringkali, kebahagiaan rumah tangga seseorang, diukur dari tingkat kepedulian kepada sosial di sekutarnya.

Sementara yang satunya, sangat cakap dalam pendidikan anak dan urusan rumah tangga. Mata yang jeli dan tidak suka hal yang tidak rapi, akan membuat istana kami tampak rapi, sempurna dan menyenangkan bagi penghuni-penghuninya.

Ijin untuk menikah lagi setelah, kemarin malam saya nonton TV yang kebetulan menayangkan iklan XL. Dalam iklan yang ingin membuktikan sebagai tarif seluler termurah, dengan menampilkan seorang yang sebelumnya termakan sumpah (iklan produk yang sama) telah menikahi seekor monyet, kembali termakan sumpah kemudian menikahi seekor kambing.

Saya sempat tertawa karena iklan tersebut kendati mengada-ada, cukup mengena. Terlebih di akhir tayangan, si monyet yang jadi istri pertama sempat melempar piring pertanda cemburu. Saya semakin tertawa hingga membuat istri saya yang sedang tidur, terbangun kemudian menghampiri saya.

Istri saya menanyakan apa yang lucu dan saya pun menceritakan iklan tersebut. Ternyata, dia juga sudah pernah melihat iklan yang sama dan mengatakan, apakah memang keinginan laki-laki adalah berpoligami, sebagaimana digambarkan dalam iklan tersebut.
Jujur, kendati sebenarnya saya membenarkan apayang ditanyakan, tapi saya tidak menjawab karena saya sendiri laki-laki dan saya juga ingin poligami, sama seperti kebanyakan laki-laki termasuk tokoh sial dalam iklan tersebut. Khan, saya tidak mungkin membongkar rahasia laki-laki?

Karena saya tidak memberi jawaban, istri saya pun bangkit dan berlalu setelah sebelumnya mencium tangan saya, sebagaimana kebiasaan setiap saya pulang kerja dan dia terbangun di tengah malam. “Sampean boleh kok menikahi mereka,” katanya sambil kembali masuk ke kamar untuk ngeloni anak kedua saya.

Hore.... saya boleh berpoligami akhirnya. Malah tidak tanggung-tanggung, saya boleh menikahi mereka sekaligus. Dalam benak saya, ketika istri menyebut mereka, saya langsung terpikir dengan mantan kekasih saya semasa SMA dan saat kerja. Tapi saya langsung tersadar kalau kekasih saya di SMA bukan seekor monyet dan kekasih saat kerja bukan seekor kambing. Asem... asem....

Selasa, April 01, 2008

Hebat, Hemat

Belakangan ini, warga Surabaya terutama yang membaca media massa cetak, lebih banyak membaca pemberitaan terkait ditangkapnya penyuap polisi. Tidak tanggung-tanggung, mulai yang menyuap polisi dengan jumlah puluhan ribu saat operasi sampai dengan penadah perampokan spesialis kontainer yang menawarkan uang Rp 750 juta, agar tidak diproses hukum. Hebat...hebat.....

Dalam hati, jujur saja, saya sangat kaget dengan pemberitaan tersebut. Kendati masih meragukan tindakan tersebut dilakukan sepenuh hati dan sesadar-sadarnya, saya ingat dengan apa yang saya alami, belasan tahun lalu. Saat itu, pada kalangan pemilik sepeda motor sangat ketakutan dengan polisi lalu lintas.

Bayangkan, saat itu saya –dan pemilik sepeda motor lainnya- akan melengkapi sepeda motor dengan selengkap-lengkapnya. Mulai dari spion, lampu sign sampai dengan klakson. Malah saking takutnya kami saat itu, di bawah jok motor juga kami sediakan amplas dan peniti selain kunci-kunci sekedarnya. Kami juga akan sangat kebingungan saat pentil ban kami tidak dilengkapi dengan penutup. Kabarnya, untuk tutup pentil, peniti dan amplas, dihargai Rp 5 ribu bila terkena operasi.

Kini, dalam minggu terakhir ini saya mendapat polisi yang benar-benar hebat. Bayangnya, dalam penindakan atas pelanggaran yang ditanganinya, mereka tidak mau menerima uang sepeserpun karena sudah menempatkan diri sebagai petugas antisuap. Bayangnya, tawaran uang sejumlah Rp 750 juta, sudah ditolak.

Padahal, bisa saja tawaran yang diajukan penadah, cukup ringan yaitu penyidikan cukup dihentikan sampai pada tingkat pelaku yang sudah ditangkap. Sedang untuk penadahnya, tidak perlu disentuh. Toh, tidak banyak warga yang tahu siapa penadah dari hasil kejahatan tersebut.

Tapi yang membuat saya lebih salut lagi adalah kehebatan polisi seperti yang sudah saya sebutkan ternyata membutuhkan biaya yang sangat ringan. Mengutip salah satu slogan sebuah produk vendor telepon seluler, hebat, hemat.

Bagaimana tidak hemat, sampai sekarang biaya operasional kepolisian belum semuanya tercukupi dari anggaran dinas. Mau tahu? Lihat saja uang yang didapat babinkamtibmas dari kunjungan ke tokoh masyarakat. Dari setiap kunjungan, babinkamtibmas hanya mendapat uang Rp 6 ribu saja. Padahal, bisa jadi jarak tempat-tempat yang harus didatangi, belum tentu berdekatan.

Atau mau bukti lainnya yang akan lebih mengagetkan. Coba hitung sendiri data-data di bawah ini. Setiap mobil patroli Mitshubisi Kuda mendapat jatah BBM 8 liter untuk 24 jam. Seandainya setiap liter bisa menempuh jarak 10 km, sesuai jatah bensin, mobil hanya bisa menempuh 80 km. Jarak tempuh ini dibagi dengan 24 (masa tugas) dan didapat 3,3 km.

Toh walaupun petugas hanya bisa menjalankan mobil sejauh 3,3 Km, setiap jamnya, mereka tetap mengutamakan tekadku pengabdian terbaik, sebagaimana motto mereka. Sampai sekarang pun, polisi masih bisa melayani masyarakat dengan baik sebaik-baiknya seperti sekarang ini.

Pertanyaan yang tersisa, menjalankan mobil polisi sejauh 3,3 km setiap jamnya tersebut apakah masih layak disebut dengan patroli?(***)