Hari itu, kami kembali bertemu di rumahnya, di Jl. Jeruk III, Lakarsantri, SUrabaya. Tentu saja, Gunung Semeru tidak sebesar kerindungan kami untuk bertemu. Banyak cerita yang kami ulang untuk dikenang. Tapi ada beberapa hal yang membuat saya terkesima dengan apa yang dilakukannya selama ini. Persahabatan kami benar-benar terpatri di dalam hidupnya.
Dia masih saja menyimpan foto kami saat dolan ke rumah gadis yang dia taksir di kawasan Malo, Tuban. Dia tunjukkan foto itu walaupun saya sudah tidak bisa melihat gambar itu secara jelas karena sudah dimakan kelembaban air.
Tidak itu saja, dia juga sempat membuat saya malu di depan Eka, wanita yang dinikahinya. Wanita yang baru sekali bertemu dengan saya itu sudah tahu kenakalan-kenakalan saya semasa SMA. Duh malunya.... Bagaimana mungkin orang yang baru ketemu saya sudah mengenal masa lalu saya. Termasuk beberapa kegilaan saya saat pacaran... Untungnya, saya berkulit gelap hingga rona merah karena malu, tidak tampak. Hehehe...
Yang lebih membuat saya sangat kaget dan tidak menduga adalah saat saya bertemu dengan anak pertamanya yang duduk di kelas 2 SD. Saya tidak kaget denganh kulitnya yang gelap karena bapaknya juga berkulit gelap. Yang membuat saya kaget adalah nama yang diberikan sahabat saya itu untuk bocah laki-laki. Mau tahu, namanya adalah NOOR ARIEF PRASETYO. Kalau anda mau tahu, nama saya adalah Noor Arief Prastyo. Cuma beda huruf e pada Prastyo. Cuma sekarang, saya lebih suka mengganti nama Prastyo dengan Kuswadi (nama alm ayah).
Saya bingung, harus tersanjung atau harus bagaimana. Beberapa saat saya terdiam karena tidak menyangka apa yang dia lakukan. “Aku gak peduli walau tidak bertemu denganmu lagi. Tapi aku sudah berjanji akan memberi nama anak lelakiku dengan namamu,” kata sahabat yang membuat mata saya berlinang air.
Kami ngobrol banyak tentang apa yang kami lakukan, sejak perpisahan kami. Perjalanannya yang menjadi tenaga kasar bangunan sampai dengan sekarang yang juga tidak jauh dengan pekerjaan kasar seperti itu. Saya juga menceritakan apa yang saya jalani sejak kuliah yang terbengkalai sampai dengan siapa wanita yang saya nikahi.
Menjelang saya pulang, saya hampir Arief kecil sambil membelai rambutnya. Dalam hati saya berdoa, semoga hidupmu baik-baik saja dan jalan kita semoga tidak sama. Karena jalan yang telah aku tempuh, cukup terjal... Amin...
5 komentar:
Wah, salah satu bentuk penghormatan pada sahabat
to pencerah: makasih... jujur, saya sendiri tidak menyangka dia akan berbuat sejauh itu...
Wah,benar-benar sahabat sejati.Smoga tetap langgeng persahabatannya mas.Persahabatan seperti kepompong...
Mengharukan..!
Kok ya ada orang yg bgitu sayang dg sahabat lamanya...
Tapi mas, jujur ya...nggak berlanjut dg 'swinger' kan...?
to; Alijaini: makasih atas doanya. malah sahabat saya itu berencana menjodohkan anak kami.
to serx aswinto: mencangkul 'ladang teman' adalah pantangan saya. kecuali ladang itu bukan milik teman. hehehe. suwun komennya mas..
Posting Komentar