Status yang digambarkan pada solmed adalah sosok ulama/penceramah/pendakwah
atau kata lain yang bermakna orang yang menyiarkan ajaran agama (Islam). Dalam benak
saya yang dibesarkan di sebuah kota kecil, tentu bayangan tentang pendakwah
jauh berbeda dengan apa yang saya lihat pada sosok Solmed.
Dari tampilan saja, antara pendakwah di kampung saya
dan Solmed, jauh berbeda. Pendakwah di kampung saya dan tempat saya mengaji,
sangat sederhana. Untuk pengajian, digunakan teras rumahnya.
Baru beberapa tahun terakhir, saya melihat ada
bangunan di halamannya dan digunakan untuk mengaji. Kurikulum tentang TPA (Taman
Pendidikan Al-Qur’an) membuat guru mengaji saya, berbenah dan memperbarui
metode pengajarannya. Dulu, semasa saya, belajar mengaji iku dengan turutan dan
kini mereka sudah menggunakan buku dengan metode baru dengan nama Iqro’. Tapi
bagi saya sama saja. Baik dengan turutan maupun dengan Iqro’, kesan sederhana
masih kental terasa.
Membandingkan dengan Solmed, tentu saja bak membandingkan
bumi dengan langit. Bak membandingkan ketimun dengan durian. Jauh banget lah.
Dari penampilan luar, jelas sudah berbeda. Dan belakangan terungkap kalau dibandingkan
pada jati diri dan cara menyiarkan agamapun, jauh beda.
Celakanya, belakangan ini semakin banyak saya
ustadz yang mirip artis. Saya tidak tahu apakah ini karena persegeran media
mereka berdakwah yang dulu hanya dari radio dan dari mimbar pengajian, kini
mulai merambah televisi. Hebatnya lagi, sajian rohani seperti pengajian sudah
menjadi acara wajib di setiap televisi dan mengundang rating yang cukup bagus.
Saya jadi curiga, apakah sudah sedemikian dahaganya kita akan acara siraman
rohani?
Atau acara tersebut awalnya adalah acara wajib
sekedar gugur kewajiban. Tapi karena ternyata mengundang iklan dan rating yang
bagus, akhirnya acara wajib ini menjadi acara bisnis yang mendulang rupiah
cukup tinggi. Akhirnya... pengisi acara pengajian tersebut lambat laun menjadi
sosok bak artis. Mereka memainkan peran sesuai dengan ciri khasnya. Ada yang
bergalay alay, cool sampai dengan ustadzah yang sangat khas cara tertawanya. Hmmm..
Tentang harta mereka. Woowww... jangan ditanya
lah. Dari rating acara plus dijadikan model iklan, tentu saja mereka sangat
layak dalam bidang harta. Dibandingkan dengan ulama di kampung saya, tentu saja
jauh banget. Bayangkan, mereka punya rumah yang mewah, kendaraan mewah pula. Dengan
harta begitu, gak mungkin khan bila di kas mereka hanya terisi uang ratusan
ribu?
Saya jadi inget guyonan tentang sosok ini. Ada 2
macam kiai yang ada di sekitar kita. Satunya kiai SHOHEH yang harus dan wajib
kita jadikan panutan. Satunya lagi adalah.... kiai TALKEH alias nguntale okeh alias makannya banyak. Doanya
pun terdengar aneh... kulo iwake njenenan
balunge nggih... (saya ikannya, anda tulangnya ya..).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar