*Jenderal Pol.
Tito Karnavian
Oleh
: Noor Arief
Pergantian pucuk pimpinan di tubuh
Kepolisian Republik Indonesia, terlaksana sudah. Jabatan Tribrata, 1 istilah untuk Kapolri, dijabat oleh Jenderal Pol. Tito
Karnavian yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulanan
Teroris (BNPT) yang hanya ditempati selama 3 bulan saja dan dengan 3 bintang di
tanda kepangkatannya.
Sebelumnya, dengan 2 tanda bintang dan
tongkat komando, Tito menjabat sebagai Kapolda Metro Jaya, Jakarta. Praktis,
kurang lebih dalam 3 bulan, Tito bisa melampaui dari bintang 2 menjadi jenderal
penuh dengan 4 bintang. Wooow...
Moncer memang. Malah saking moncernya,
Tito mendapat
predikat Kapolri termuda dan banyak melompati seniornya yang masih di lingkaran 3 bintang, termasuk
Wakapolri Komjen Budi Gunawan. Tapi sebenarnya, sepanjang karier Tito, lelaki kelahiran Palembang,
Sumatera Selatan, 26 Oktober 1964 ini sudah mengalami percepatan kenaikan
kepangkatan atau yang bisa disebut dengan istilah kenaikan pangkat luar biasa
di jenjang perwira menengah.
Hadiah kenaikan kepangkatan luar biasa
tersebut disematkan karena prestasi yang luar biasa dan bisa dianggap sangat
menonjol di masa tersebut. Salah satunya adalah kenaikan pangkat luar biasa
yang diraih oleh Tito pada tahun 2001. Kenaikan kepangkatan dari komisaris
polisi ke ajun komisaris besar polisi saat menangani kasus pembunuhan Hakim
Agung Syafiudin Kartasasmita yang melibatkan putra mantan Presiden Soeharto,
Hutomo Mandala Putra (Tommy). Kala itu, Tito yang memimpin tim Kobra berhasil
menangkap Tommy. Atas keberhasilan itu, Tito mendapat hadiah kenaikan pangkat
luar biasa berupa Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP).
Tahun 2005 atau 4 tahun kemudian,
kenaikan pangkat luar biasa juga diraih Tito semasa memimpin satuan Detasemen
Khusus Anti Teror 88 (Densus 88) dan mampu mengungkap jaringan teroris Dr
Azhari dan kelompoknya di Batu, Malang, Jawa Timur, 9 November 2005. Lagi-lagi
4 tahun kemudian, Tito kembali mendapatkan kenaikan pangkat luar biasa dari
Komisaris Besar ke Brigadir Jenderal.
Tahun 2016 ini, Tito kembali mendapat 2
kali kenaikan pangkat luar biasa dalam jangka
waktu 3 bulan. Dua kali kenaikan pangkat luar biasa dari Inspektur Jenderal
Polisi ke Komisaris Jenderal Polisi dan dari Komisaris Jenderal Polisi menjadi
Jenderal Polisi karena penyesuaian jabatan sebagai Kepala BNPT dan Kapolri.
Jadi sepanjang kariernya sebagai Bhayangkara, Tito yang
lulusan SMAN 2 Palembang ini merasakan 4 kali kenaikan pangkat luar biasa. Saat
banyak yang mengatakan Tito melompati 4 angkatan seniornya untuk menjadi
Kapolri, itu masih wajar. Bukankah secara logika, bila Tito merasakan 4 kali
kenaikan pangkat luar biasa, dia sudah sejajar dengan 4 angkatan senior yang
dilompatinya?
Tentang kepatutan jabatan tersebut
disandangnya, masih sangat patut. Kendati kewenangan pemilihan kapolri sebagai
ada di tangan presiden, tentu ada hal lain yang juga menjadikan sosok ini patut
menjadi orang nomor 1 di tubuh Kepolisian. Tito menyandang 3 kali sebagai
lulusan terbaik dalam pendidikan kariernya
yaitu Bintang Adhi Makayasa (lulusan terbaik Akpol) (1987); Bintang Wiyata Cendekia (lulusan terbaik
Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Jakarta) (1996) dan Bintang Seroja Lulusan
Terbaik Lemhanas PPSA 17 (2011).
Data-data tersebut saya dapat dari
Wikipedia.org. Saya sudah membandingkan sosok Tito dengan beberapa jenderal
bintang 3 lainnya dan Tito tetap yang terbaik secara akademisi dan perjalanan
karier. Anda boleh
memandingkan catatan Wikipedia.org tentang Tito dan jenderal bintang 3 yang
anda kenal.
Tapi saya tetap bebas-bebas saja bila
menggunakan analisa dari sisi lain untuk menilai sosok jenderal polisi 4
bintang ini. Sebagai salah satu dari sekian banyak nitizen pada Polri dan Polda
Jatim dan banyak melihat tulisan, status warga dan beberapa pejabat di tubuh
kepolisian, saya akan menggunakan barometer ini. Tulisan status, komentar,
upload di youtube, twitter, instagram sebagai salah satu cara melihat sisi lain
seseorang, termasuk sang kapolri.
Salah satu yang membuat saya menyerutkan
kening tanda tak habis pikir adalah saat Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Khrisna Mukti mengunggah video pisah
sambut Kapolda Metro Jaya
Irjen Tito Karnavian. Video tersebut bukannya menggambarkan selayang pandang jabatan Tito atau gambaran
tentang tugas Tito selama menjadi Kapolda Metro Jaya, melainkan malah video
joget-joget berirama rancak.
Joget irama rancak tersebut dilakukan
oleh semua tingkat di Polda Metro Jaya mulai dari Tito sampai dengan anggota
semua fungsi yang berjoget bersama di lapangan. Irama rancak tersebut
mengiringi kepergian Tito sebagai Kapolda. Tidak seperti dalam video selayang
pandang pergantian pucuk pimpinan yang lebih sering menggambarkan ‘kesedihan’
berpisah dengan sang pemimpin.
Jujur, saya baru sekali ini melihat
video ‘urakan’ untuk melepas kepergian seorang pimpinan tinggi. Bayangkan,
untuk melepas jenderal 2 bintang, mereka melakukannya dengan cara gokil. Tidak
ada shoot yang menggambarkan keseriusan mereka. Semuanya tampak cengegesan
termasuk para istri pejabat yang biasanya terbawa jaga image alias jaim di
depan kamera.
Mau
tahu judul lagu yang dijadikan soundtracknya? Judul lagunya adalah ‘Pergi Pagi
Pulang Pagi’ yang dinyanyikan Band Armada. Lagu yang diyakini adalah
penggambaran mereka dalam bertugas.
Jadi,
Jenderal masih siap ‘pergi pagi pulang pagi’? Yuk… (Penulis, Wartawan Memorandum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar