Kematian, masih menjadi misteri. Bagi beberapa orang, kematian adalah akhir kehidupan dan beberapa orang yang lain menganggap kematian adalah awal kehidupan. Anda termasuk golongan mana, bukan urusan saya. Tapi yang jelas, kematian ada di sekitar saya, sekitar anda dan sekitar kita semua. Kematian ada dan akan tiba-tiba datang pada kita semua. Itu pasti.
Datangnya
kematian akan sangat misteri. Dia bisa datang dengan seribu satu sebab dan
seribu satu musabab. Ada yang datang dengan kebaikan ada yang datang dengan
keburukan dalam arti luas.
Kematian
juga datang berbaju kecelakaan, sakit, bencana atau pun musibah lainnya. Atau
kematian datang atas undangan dan niat kita sebagai wujud rasa putus asa kita
pada ujian hidup. Bunuh diri dengan cara gantung diri, minum racun serangga
adalah cara kita mengundang malaikat pencabut nyawa. Tapi ada juga kematian
akibat keteledoran kita sendiri yaitu mereka yang mati karena overdosis.
Reaksi
kita pun juga akan berbeda menghadapi kabar kematian seseorang. Ada rasa bangga yang dirasakan bila mendapat kabar
kematian yang terhormat. Kendati diselimuti kesedihan, ada rasa bangga pada
keluarga yang kerabatnya mati saat sedang beribadah atau mati karena sedang
berjuang. Akan ada rasa biasa yang kita rasakan bila mendapat kabar kematian
yang dianggap wajar. Mati karena usia atau karena sakit, membuat kita berasa
sekedar ikut bela sungkawa. Hanya “turut berduka cita semoga diterima segala
amal perbuatan dan diampuni segala kesalahan serta semoga keluarga yang
ditinggalkan diberi kesabaran”.
Ada
rasa belas kasihan dan iba bila mendengar kematian yang tragis. Kematian 3 anak
yang terpanggang di Sidoarjo, tentu akan mengundang tangis tidak hanya pada ibu-bapaknya. Orang sekitar dan siapa saja yang
mendengar, tentu akan merasa iba. Rasa sesal akan kita rasakan bila mendengar
kabar bunuh diri karena beban hidup. Sakit berkepanjangan, ditinggal orang yang
dicintai dan langkah lari dari kenyataan yang membuat seseorang bunuh diri,
akan memberi kita rasa sesal.
Tapi
apa yang akan anda rasakan bila saya kabarkan seseorang yang mati di komplek
pelacuran setelah kencan dengan wanita penghibur? Atau kabar pemabuk yang tewas
setelah pesta miras oplosan? Atau orang yang mati kecelakaan karena ngebut dan
tidak mengenakan helm? Tentu rasa yang kita rasakan akan jauh berbeda dengan
kabar kematian orang yang sedang beribadah, kematian 3 anak yang terpanggang
atau yang mati bunuh diri.
Dan
selama 42 tahun hidup saya dan memasuki tahun ke 18 saya menjadi wartawan
kriminal di Memorandum, sudah banyak kematian saya lihat dengan kepala saya
sendiri dan dari jarak kurang dari satu meter. Mulai dari rasa bangga, sekedar
bela sungkawa, rasa iba, rasa sesal sampai rasa makian, sudah saya rasakan.
Saya
sudah juga terbiasa dekat dengan mayat gadis cantik, mayat yang tubuhnya
berantakan karena kecelakaan ataupun mayat yang lebam karena sudah membusuk.
Pengalaman dan sedikit ilmu dari teman di bagian identifikasi mengajarkan
hidung saya beradaptasi dengan bau busuk yang menyengat.
Kematian
tetap akan menjadi misteri bagi yang masih hidup. Termasuk saya dan anda semua.
Dengan cara apa kematian akan datang menghampiri kita? Rasa apakah yang akan
diberikan dari kematian kita dan dirasakan orang yang mendengar kabar tersebut.
Apakah rasa belasungkawa, iba, sesal atau malah makian dan hujatan? Kita masih
bisa merencanakan mulai hari ini.
Seandainya
Tuhan membuat 1001 cara kematian untuk seluruh makhluk hidupnya, sepanjang umur saya, 1000
cara kematian itu sudah saya lihat. Tinggal satu misteri kematian yang belum
saya lihat. Apa itu? Adalah kematian saya sendiri. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar