Cinta.
Banyak makna yang terkandung di dalamnya. Ada yang memberi makna cinta dengan
Cerita Indah Namun Tiada Akhir atau cinta adalah bahasa yang mendunia. Tapi
benarkan cinta masih sesuci itu? Benarkah cinta yang ada sekarang ini sesuci
cinta Kaisar Mughal Shah Jahan untuk istri tercintanya, Mumtaz dengan
membangun Taj Mahal di India.
Atau
kisah romantis Romeo Yuliet, atau kisah pewayangan Rama dan Shinta.
Sekarang, cinta nyaris kehilangan makna. Cinta tumbuh liar di hati para belia. Mereka mulai merasakan cinta sejak di usia dini, usia dimana mereka semestinya masih belajar dan bermain. Para belia ini sudah merasakan cinta dan rasanya bercinta. Duh..
Sekarang, cinta nyaris kehilangan makna. Cinta tumbuh liar di hati para belia. Mereka mulai merasakan cinta sejak di usia dini, usia dimana mereka semestinya masih belajar dan bermain. Para belia ini sudah merasakan cinta dan rasanya bercinta. Duh..
Cinta
juga sudah membutakan hati para belia. Mereka mengabaikan masa depan yang masih
membentang dan memilih mengumbar naluri seksualnya secara serampang. Sebagian
di antara mereka malah sudah menjadikan percintaan sebagai ajang bisnis. Saya
lebih suka menyebut ‘Cinta Bertarif’ sebagai plesetan sebuah judul film -Cinta
Bertasbih- untuk istilah ini.
Gadis
belia malah mulai liar dan memanfaatkan nafsu lelaki dewasa yang gila dengan
kemolekan dan kepolosan tubuh bocah, untuk urusan finansial. Hasilnya,
transaksi cinta bertarif pun selalu ada, walaupun banyak sudah yang terungkap
dan ditangkap. Matikah cinta bertarif ini. Tidak, dia tetap tumbuh dan
berkembang liar di sela-sela kehidupan.
Edannya,
kadang demi cinta bertarif, perkelahian tak bisa dielakkan. Di Blitar, beberapa
tahun lalu, seorang polisi berpangkat perwira menengah (pamen), terlibat dalam
pembunuhan hanya karena purel yang selama ini menjadi kekasih gelap sang pamen,
berpaling cinta.
Yang
terbaru adalah dua purel di Tulungagung, Arin Istriadi (23), warga Desa
Kamplok, Kawedanan, Magetan yang berkelahi dengan Mega Sukma Putri Pamilu (17),
warga Jalan Kepunden, Pakisaji, Malang, pada Minggu (18/9/2016). Pemicunya,
rebutan lelaki tajir yang menjadi langganan kencan mereka.
Padahal
dalam dunia cinta bertarif, uang adalah segala-galanya. Siapa yang bisa bayar
lebih, akan mendapat pelayanan lebih pula. Saya jadi ingat komentar seorang
kawan yang sering menghabiskan malam di tempat hiburan malam tanpa ditemani
purel atau ladyscot atau pemandu lagu. “Jangan pernah percaya sapaan sayang di
tempat hiburan. Palsu semuanya,” katanya.
Motif
yang mirip, juga terjadi di Situbondo pada Selasa (20/9/2016). Diduga terbakar
api cemburu, Suharsono (35), warga Kelurahan Dawuhan, Situbondo, duel dengan
Nur Sarah (39), tetangganya. Kasusnya pun masih dalam penyelidikan petugas
kepolisian setempat.
Jadi
apakah cinta masih sangat istimewa? Masih adakah yang mengagungkannya dengan
seagung-agungnya? Masih adalah yang mencintai dengan apa adanya dan dengan
segala resikonya? Jelas lah, golongan ini ada dan tetap memberi makna indahnya
cinta.
Secara
ekstrim, saya malah menilai bahwa sepasang suami istri yang kompak melakukan
tindak kejahatan, adalah bukti agungnya cinta mereka. Saat segala jalan
bertahan sudah buntu, pilihan terakhir adalah melanggar hukum dan dilakukan
bersama-sama. Indahnya cinta.
Tentu
penilaian saya di atas, masih perlu diperdebatkan. masih perlu dipertanyakan
dan masih perlu diuji ditelitikan. Saya tidak perlu itu semua karena ini adalah
penilaian saya. Anda mau menilai berbeda, monggo
saja.
Hanya
saja, saya ingin menyampaikan kepada para pengagung cinta dan para pengingkar
cinta. Kalimat yang sering diucapkan siluman babi Pat Kay dalam kisah Kera
Saksi Mencari Kiab Suci, pas untuk para pengagung cinta dan pengingkar cinta.
Dalam
kisah tersebut, diselipi kisah cinta 1000 kali reinkarnasi Si Pat Kay dan
selalu mengalami kegagalan. Pat Kay bisa jadi adalah kisah kesialan dari segala
percintaan. Mau tahu kalimat Pat Kay tentang cinta?
Cinta,
penderitaan tiada akhir. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar