Jumat, Februari 02, 2018

Ulah tak Etis Petugas Medis



Sejak seminggu lalu, Surabaya dan Jawa Timur, mencermati pemberitaan sejumlah dugaan ulah tak etis dari petugas medis. Dua diantaranya terjadi di satu rumah sakit yaitu Nasional Hospital dan satunya tersiar dan menyebar dari sebuah rumah sakit di kawasan Sidoarjo.
Belakangan yang dari rumah sakit di Taman, Sidoarjo, memberikan bantahan terkait dengan tudingan pihak keluarga. Sedang perkara tak edis di Nasional Hospital, ditangani di Polda Jatim dan di Polrestabes Surabaya.
Polda Jatim menangani dugaan pelecehan yang dilakukan oleh dokter Reza yang dilaporkan melakukan pelecehan kepada calon perawat OPA, setahun lalu. Selain kasus ini dilaporkan pidananya ke Polda Jatim, OPA juga sedang mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Surabaya. Sementara waktu, tentunya gugatan perdana akan berhenti sementara waktu sembari menungu proses pemeriksaan tindak pidananya.
Kasus dari petugas medis rumah sakit yang sama, ditangani Polrestabes Surabaya. Penegak undang-undang di Jalan Sikatan ini sudah mengamankan Zunaidi Abdilah (30), perawat yang dituding mencabuli salah satu pasiennya usai menjalani operasi. Setelah dilaporkan, Zunaidi sempat kabur sampai akhirnya berhasil diamankan di sebuah hotel.
Rumah sakit memang lokasi yang rentan konflik. Di sana terkumpul keluarga pasien yang ingin keluarganya segera sembuh dan mendapat pelayanan medis. Untuk orang awam, tentu banyak tindakan medis yang tidak dipahaminya dan tanpa banyak tanya membiarkan penanganan tersebut dilakukan.
Sepanjang karir saya di Memorandum, saya pernah ngepos di RSU dr Soetomo lebih dari 3 tahun. Sebagian besar waktu saya ada di instalasi rawat darurat (IRD) semacam UGD (unit gawat darurat) yang menjadi jujugan kali pertama pasien dengan kategori gawat. Tentu gawat di sini sesuai dengan kriteria orang awam. Bukan kategori menurut medis.
Beda dengan para orang awam. Tim medis di sana punya kriteria tersendiri untuk memilah kategori gawat. Dulu ada 4 warna label yang akan ditempelkan di kartu status pasien. Kuning, Hijau, Merah, dan Biru. Seingat saya, Kuning untuk kategori tidak gawat, Hijau untuk kategori gawat sedang, Merah untuk kondisi gawat dan Biru untuk sangat gawat dan cenderung mengancam jiwa.
Inilah yang tidak begitu dipahami keluarga pasien. Kendati ada stiker kuning dalam lembar status keluarganya, mereka pun tetap minta agar segera mendapat perawatan medis. Kadang kondisi inilah yang membuat kondisi emosi keluarga pasien rawan memanas dan terbakar emosi.
Kembali ke tingkah tak etis dari petugas medis, ini adalah persoalan moral personal. Sama seperti profesi lain yang juga selalu ada ulah tak etis. Kendati dalam keseharian, para petugas medis sudah terbiasa dengan bagian tubuh manusian, tentu dalam kondisi tertentu akan saja kembali ke sisi manusiawi, birahi.
Sama seperti kelompok profesi lain. Ada guru cabul, polisi cabul, sampai pada guru ngaji pun ada yang cabul. Tokoh agama pun tak luput dari godaan cabul ini. Sekali lagi saya katakan, ini adalah moral personal bukan moral secara komunal. Di kalangan lokalisasi pun, mereka sering tampak santun di luar kamar tapi sangat cabul di dalam kamar.
Satu lagi bukti bila keilmuan medis tetap saja punya ulah tak etis adalah aksi Intan Ariani (19), yang membuang bayinya di Madiun, awal bulan Januari 2018 lalu. Intan ini adalah mahasiswi Akademi Kebidanan Stikes Bhakti Husada Muliya Kota Madiun. Wanita asal Desa Kemiri, Kecamatan Jenangan, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, tega membuang bayi di pekarangan asrama akibat hubungan gelap.
Secara logika, dia adalah mahasiswi kebidanan yang seharusnya tahu bagaimana kehamilan dan cara-cara pencegahannya. Nyatanya, dia jebol juga hingga akhirnya kini dia pun dijebloskan ke tahanan. Nah kan.
Hanya saja ada satu pertanyaan yang menjadi ganjalan. Setahu saya, spesialis kandungan lebih banyak dari laki-lakinya daripada perempuannya. Saya pernah mencoba mencari spesialis kandungan wanita di sekitar tempat tinggal saya. Ada memang, tapi tidak semudah mencari dokter laki-laki yang spesialis kandungan.
Iseng saja saya ingin bertanya, apa tujuan kali pertama si dokter tersebut saat memilih spesialis kandungan sebagai S2 pendidikan kedokterannya?

Tidak ada komentar: