Rabu, Februari 17, 2016

Identitas Kita dalam Angka-Angka

        Kata William Shakespeare, seorangpujangga besar Inggeris, apalah arti sebuah nama. Kalimat ini masih menjadi perdebatan panjang sampai sekarang. Ada yang tetap memandang perlunya nama yang indah, sebagian lagi mengatakan nama apa pun, yang penting adalah tindakan (manusia)nya.
Nama adalah perwujudan doa, alasan bagi pihak yang memandang perlunya sebuah nama yang indah. Sedang yang memandang nama hanyalah pembeda manusia beralasan, buat apa nama seperti nama malaikat tapi kelakuannya seperti ahli neraka.
Kalau anda tanya saya, apalah perlu sebuah nama? Saya akan menjawab, nama memang perlu tapi sekarang sudah tidak terlalu diperlukan. Sekarang, nama sudah menjelma menjadi kombinasi angka-angka yang saya yakin tidak akan ada duanya. Mau bukti?
Anda boleh cari nama yang sama atau mirip dengan nama anda. Saya berani bertaruh, ada ribuan atau malah jutaan manusia di dunia ini yang bernama Muhammad, Abdullah atau John. Untuk anda yang ada di Jawa, akan menemukan ribuan nama Bambang, Joko, Yanto ataupun Siti dan Sri.
Untuk anda yang berdarah Bali, berapa orang yang bernama Made, Putut, Komang, Dewa ataupun Ayu dan Ni. Pasti anda akan temukan jumlahnya ribuan. Jumlah yang sama juga akan anda temukan bila mencari nama Hutagalung, Manurung ataupun Nainggolan. Nama, sangat bisa dan sangat memungkinkan sama atau mirip atau malah persis.
Kalau anda tidak percaya, saya punya buktinya. Cari saja seorang anak laki-laki di Jl. Jeruk III, Surabaya. Tiga suku kata namanya persis dengan 3 suku kata nama saya. Tanpa ada huruf yang berbeda termasuk ejaan Noor yang tidak lazim untuk penyebutan Nur. Anak kecil yang kini duduk di bangku SMP tersebut adalah anak dari sahabat saya semasa SMA.
Mulai Tahun 2016, selain orang dewasa dengan umur 17 tahun atau sudah menikah, anak-anak pun akan dilengkapi dengan sejenis Kartu Tanda Penduduk (KTP) walaupun dengan nama KIA (Kartu Identitas Anak). Ini sesuai dengan Permendagri Nomor 2 Tahun 2016.
Kartu Identitas Anak adalah identitas resmi anak sebagai bukti diri anak yang berusia kurang dari 17 tahun dan belum menikah yang diterbitkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota. Tujuannya, untuk meningkatkan pendataan, perlindungan dan pelayanan publik serta sebagai upaya memberikan perlindungan dan pemenuhan hak konstitusional warga negara.
Dalam Permendagri  tersebut, KIA akan terbagi dua jenis, yaitu untuk anak usia 0 sampai 5 tahun dan usia 5 tahun sampai 17 tahun. Setelah usia 17 tahun, tentu sang anak sudah berhak mengantongi KTP.
Sebagai nomor pembeda antara penduduk satu dengan penduduk lain, akan diberikan NIK (Nomor Induk Kependudukan). NIK adalah kombinasi angka-angka yang akan membedakan antara Bambang A dan Bambang B. NIK juga akan membedakan antara saya dan anak sahabat saya, walaupun nama kami persis secara ejaan dan lafalan.
Identitas sudah digantikan dengan kombinasi angka-angka juga terlihat dari nomor handphone kita. Saya berani bertaruh bila kita tidak akan menemukan 2 nomor handphone yang sama persis, tidak seperti nama berupa kombinasi huruf-huruf. Andai anak sahabat saya punya handphone, pasti nomornya akan berbeda dengan nomor handphone saya, walaupun nama kami persis secara ejaan dan lafalan.
Identitas lain tentang kombinasi angka yang juga menjadi pembeda dua individu adalah PIN (Personal Identity Number) BB (BlackBerry). Dari jutaan BB di dunia, tidak akan PIN yang sama persis. Andai anak sahabat saya punya BlackBerry, pasti PIN-nya akan berbeda dengan PIN BB saya, walaupun nama kami persis secara ejaan dan lafalan.
Jadi, bagaimana anda bisa membedakan antara saya dengan anak sahabat saya? Saya adalah Noor Arief Prasetyo dengan NIK 3578042202740011, PIN BB 5C560E**. Kalau Noor Arief Prasetyo yang rumahnya di Jl. Jeruk III, Surabaya, saya tidak tahu. 

Tidak ada komentar: