Pemilihan Gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Ibukota Jakarta, masih tahun depan. Tapi gaungnya sudah terasa sejak sekarang dan sampai merambah di kota lain. Bandung dan Surabaya terkena dampak persiapan Pilgub Ibukota Indonesia tersebut. Pimpinan Kota Bandung dan Kota Surabaya sempat disebut-sebut sebagai bakal calon gubernur dan bersaing dengan Basuki Tjahaja Purnama atau yang dikenal dengan sapaan Ahok.
Ridwan Kamil atau biasa disapa, Kang
Emil, Wali Kota Bandung, beberapa waktu lalu namanya mencuat, digadang-gadang
sebagai bakal calon Jakarta 1. Tapi belakangan, kader Partai PKS (Partai
Keadilan Sejahtera) dengan dukungan Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya)
ini menyatakan mundur dari wacana maju dalam Pilgub Jakarta dan memilih
menyelesaikan ‘kontrak politik’ dengan rakyat Bandung.
Daerah yang bergolak berganti di
Surabaya. Nama Wali Kota Tri Rismaharini yang baru saja sebulan dilantik
menjadi Wali Kota untuk kedua kalinya, mulai muncul untuk menjadi lawan Ahok.
Kendati sampai sekarang belum bisa dipastikan –karena menunggu rekomendasi
partai-, tapi ‘serangan’ mulai dilancarkan.
Dalam beberapa pemberitaan, sudah muncul
nama pasangan Risma dalam ‘pertarungan’ di Ibu Kota. Malah sebuah berita,
menurut saya, mulai menyerang Ahok yang memilih jalur independen dalam Pilgub
Jakarta mendatang. “Kalau fatsunnya di agama tidak boleh meminta jabatan,
kemudian kenapa aku tidak independen, kalau independen aku punya nafsu untuk
cari jabatan itu. Kemudian saya diberikan kepercayaan. Karena itu bagian dari
amanah,” kata Bu Risma seperti dikutip Detik.
Bukan hendak curiga, tapi kalimat itu
bisa dianggap sebagai serangan fajar untuk #temanAhok, sebuah gerakan warga
Jakarta untuk menjaring dukungan rakyat sebagai pelengkap pencalonan dari jalur
independen. Banyak pertanyaan yang ada dalam benak saya tentang ilmu bener dan pener (semakna dengan pantas dan patut).
Benar bila melihat Risma harus maju ke Jakarta dan
bersaing dengan Ahok. Tentu Risma sebagai kader partai PDIP yang harus
menjalankan amanah partai (yang katanya adalah perwujudan suara rakyat)
menjalankan perintah dan melepas jabatannya sebagai wali kota adalah tindakan
benar. Tapi apakah pener? Apakah
pantas dan apakah patut bila melihat dia baru saja mendapatkan mandat rakyat
Surabaya untuk kali kedua.
Tapi kabar majunya Risma sebagai lawan
Ahok semakin muncul ke permukaan. Ibarat permainan catur, pion pertama sudah
mulai dijalankan dan saatnya mengatur strategi. Bukankah banyak yang menyamakan
politik dengan permainan catur?
Permainan catur memang cukup unik dan
menarik untuk dimainkan. Banyak sosok dengan karakter yang berbeda-beda. Pion
yang hanya bisa berjalan satu langkah dan hanya bisa membunuh satu langkah
menyilang ke depan. Ada menteri yang hanya bisa berjalan dan membunuh sesuai
dengan bidak kekuasaannya. Ada menteri bidak hitam dan bidak putih.
Ada benteng yang bisa berjalan dan
memakan berdasar garis tapi tidak bisa menyilang. Masih ada perdana menteri
yang menggabungkan kebisaan menteri dan benteng dalam langkah-langkah
permainan. Strategi permainan adalah menyerang dan membunuh raja lawan
sekaligus melindung raja kita dari serangan musuh.
Tapi ada satu sosok lagi yang sekilas
tidak tampak menonjol, tapi menurut saya sangat layak dipertahankan. Sosok itu
adalah kuda. Kendati banyak yang mengabaikan sosok ini, tapi menurut saya,
serangan kuda tidak bisa dihadang dan dihalang. Serangan benteng, menteri
sampai dengan perdana menteri bisa dihadang tanpa harus berpindah tempat.
Sedang menghadapi serangan kuda, lawan harus menggeser sasaran atau membunuh
kuda penyerang.
Melihat perkembangan menyambut Pilgub
Jakarta, saya jadi ingat sebuah lelucon lama yang sampai sekarang masih
tertancap jelas dalam benak saya. Lelucon tersebutlah yang membuat saya
penasaran dengan kabar seputar Pilgub Jakarta. Ada apa dengan Jakarta?
Lelucon yang hendak saya ceritakan ini
mencoba menggambarkan penjabaran arti politik. Dialog antara seorang anak kecil
bertanya pada ayahnya :
"Ayah, dapatkah kau jelaskan apakah
politik itu?"
Ayah berkata,"Nak, aku akan
menjelaskan seperti ini:
Aku adalah pencari nafkah bagi keluarga,
jadi sebutlah aku KAPITALIS. Ibumu, dia adalah pengatur keuangan, sehingga kita
sebut dia PEMERINTAH. Kami di sini untuk memenuhi kebutuhanmu sehingga kau kita
sebut RAKYAT. Bibi pembantu kita anggap sebagai BURUH. Sekarang adikmu yang
masih bayi, kita sebut dia MASA DEPAN. Sekarang pikirkanlah hal ini dan
pertimbangkanlah apakah ini masuk akal bagimu".
Anak tersebut masuk ke kamarnya dan
memikirkan apa yang baru saja dikatakan ayahnya.
Tengah malam, dia mendengar adiknya
menangis, lalu dia bangun dan memeriksanya, dan dia menemukan adiknya basah
kuyup dan kotor karena adiknya pipis dan buang air besar. Anak itu lantas pergi
ke kamar orang tuanya dan melihat ibunya sedang tidur nyenyak sambil
mendengkur.
Tak ingin membangunkan ibunya, ia pergi
ke kamar pembantu. Pintunya terkunci dan dia mengintip dari lubang kunci. Saat
itu, dia melihat ayahnya sedang bercinta dengan si pembantu.
Dia menyerah dan kembali ke kamarnya.
Pagi berikutnya, anak kecil itu berkata
pada ayahnya, "Kurasa sekarang aku mengerti apa itu Politik."
Ayah menjawab, "Bagus, nak,
ceritakan padaku pendapatmu tentang politik."
Si anak segera menjawab, "Ketika
Kapitalis sedang memanfaatkan Buruh, Pemerintah tidur, Rakyat hanya bisa
menonton dan bingung melihat Masa Depan berada dalam kesulitan besar.
Saya akan mencoba menggambarkan pengertian
saya yang –menurut saya sih- masuk akal.
MASA DEPAN: tidak bisa
menentukan dirinya sendiri. Dia sangat perlu kerjasama antara KAPITALIS dan
PEMERINTAH. Tentu saja dengan mempekerjakan BURUH sebagai pelaksana dengan
harapan berbagi keuntungan. Sedang RAKYAT, akan merasa tenang bila MASA DEPAN
dirawat, dijaga dan diperhatikan.
KAPITALIS: namanya
kapitalis, tentu dia akan mencari keuntungan pribadi tanpa banyak
mempertimbangkan pihak lain. Dia akan mencari PEMERINTAH yang lemah dan tidak
bisa mengawasi ulahnya.
BURUH: tentu saja kalau bicara BURUH ada;ah
bicara tentang penghasilan. Bisa saja BURUH melawan kekuasaan KAPITALIS, tapi
dengan resiko kehilangan pekerjaan dan tidak akan merasa tidak mampu mencari
makan.
PEMERINTAH: jelas harusnya
dialah yang memegang kendali dalam sebuah sistem politik. Dia yang
bertanggungjawab atas MASA DEPAN dan mengendalikan KAPITALIS serta mengawasi
dan melindungi BURUH. Dia juga yag bertanggungjawab atas keselamatan RAKYAT.
Tapi PEMERINTAH memang punya penyakit yang hampir sama, yaitu lengah saat
posisi nyaman, kebutuhan tercukupi dan keamanannya terjaga. Jadi kunci dalam
politik ada di tangan PEMERINTAH.
RAKYAT: kekuatannya tidak terlalu besar
walaupun RAKYAT selalu dijadikan alasan oleh KAPITALIS dan PEMERINTAH. Banyak
KAPITALIS yang akan mengatakan, semua yang dilakukannya, semata-mata untuk
RAKYAT. Hal yang sama juga dilakukan PEMERINTAH yang selalu bertindak
mengatasnamakan kepentingan RAKYAT.
Sekarang, andai saya rakyat (dan memang
benar-benar dalam posisi itu), ada beberapa hal yang bisa saya lakukan.
1. Menyelamatkan MASA DEPAN, semampu
saya.
2. Menyadarkan KAPITALIS akan ulah
semena-menanya kepada BURUH.
3. Membangunkan PEMERINTAH agar sadar
akan tugas dan tanggungjawabnya terhadap RAKYAT, MASA DEPAN, BURUH dan
mengawasi KAPITALIS. Cara ini sangat masuk akal dan paling tepat dilakukan.
Tapi kalau ternyata PEMERINTAH tak juga
terbangun dari tidurnya, tidak ada salahnya kok menggulingkan PEMERINTAH hingga
terjungkal. Jangan pernah takut berganti PEMERINTAH lama dengan PEMERINTAH yang
baru. Karena percayalah, tidak semua ibu tiri lebih kejam dari ibu kandung.
Ups…(Penulis adalah Wartawan Surat Kabar Harian Memorandum)
2 komentar:
Kang Bandit gak maju jadi calon gubernur?
wkwkwkw.... sikap ngawure saya sudah punya. tapi dukungan yang saya punya hanya dukungan doa
Posting Komentar