Dalam banyak
cerita anak, sosok kancil selalu digambarkan sebagai tokoh yang menang dalam
cerita, kecuali dalam satu kisah. Apakah itu? Kisah tentang lomba lari antara
sang kancil melawan siput. Rasa sombong sang kancil membuatnya alpa dan
terpedaya dengan strategi si siput.
Padahal dalam
kisah yang lain, mulai dari kancil melawan macan atau buaya, kancil menjadi
tokoh yang dimenangkan. Malah di kisah yang lain, kancil menjadi sosok penolong
hewan lain yang tertimpa masalah. Apakah kancil ini cerdik atau cerdas,
terserah anda yang menilai.
Anda juga
masih ingat dengan kisah Abunawas dan Sultan Harun Arrasyid. Sudah seribu cara
dilakukan Sultan Harun agar bisa menghukum cambuk Abunawas, tapi selalu
berakhir kecewa dan berkurangnya satu kantong uang emas dari kotak kekayaannya.
Ini karena
Sang Sultan selalu memberikan pilihan, hukuman cambuk bila Abunawas kalah dan
sekantong uang emas bila menang. Dalam kisah 1001 malam, Abunawas selalu menang
dan membawa pulang sekantong uang emas.
Apakah Abunawas ini cerdik atau cerdas, terserah anda yang menilai.
Tapi itukan
kisah karangan yang hasil fantasi pengarangnya. Oke…, saya bisa berikan contoh
dari kisah nyata. Kisah yang terangkum dalam sejarah bangsa ini. Kisah
berdirinya Kerajaan Singosari oleh Ken Arok. Mari kita buka bersama-sama salah
satu kisah dari negeri sendiri.
Keris yang
digunakan Ken Arok untuk membunuh Adipati Tunggulametung memang milik Ken Arok
hasil karya Empu Gandring. Tapi mengapa keris tersebut dikenali masyarakat luas
sebagai keris milik Kebo Ijo?
Itu karena,
setelah keris sakti tersebut diambil paksa dari sang pembuat dan disertai
dengan kematian Empu Gandring, keris dipinjamkan ke Kebo Ijo. Ken Arok sangat
paham kalau Kebo Ijo memang suka pamer, termasuk memamerkan keris berpamor
walaupun bukan miliknya. Apakah Ken Arok ini cerdik atau cerdas, terserah anda
yang menilai.
Setelah Tunggulametung tewas dan Kebo Ijo
dihukum gantung karena kerisnya menancap di tubuh Adipati, Ken Dedes malah
menikahi Ken Arok. Walau sebenarnya Ken Dedes tahu siapa sebenarnya pembunuh
suaminya.
Buktinya, Ken
Arok akhirnya tewas di tangan Anosapati, anak hasil perkawinan Ken Dedes dengan
Tunggulametung. Sebelumnya, sang anak dibisiki Ken Dedes yang mengatakan bahwa
pembunuh ayahnya (Tunggulametung) adalah Ken Arok. Keris saksi dan keramat
karya Empu Gandrung jugalah yang memungkasi nyawa Ken Arok.
Memang kisah
saling bunuh antara keturunan Ken Arok dan keturunan Tunggulametung ini terjadi
sampai 7 turunan mereka. Itu adalah kutukan Empu Gandring karena keris diambil
paksa walaupun belum ada warongko alias sarung keris. Apakah Ken Dedes ini
cerdik atau cerdas, terserah anda yang menilai.
Cerita lainnya
juga bisa dilihat dalam perang Kaum Padri di Sumatera Barat. Perang yang
dipimpinn Malin Basa atau yang dikenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol, ini
berawal dari pencerahan oleh beberapa tokoh masyarakat setempat. Beberapa ulama
mulai membangkang Belanda hingga akhirnya terjadi perebutan pengaruh antara
kaum adat dan kaum Padri di tengah-tengah masyarakat. Kaum Adat minta bantuan
Belanda. Akhirnya, perpecahan terjadi antara Belanda dan Kaum Padri.
Sempat diwarnai beberapa kali perundingan
antara Belanda dan Kaum Padri untuk tidak saling serang. Tapi perdamaian tidak
pernah berlangsung lama dan kembali pecah perang.
Salah satu
tindakan Belanda untuk mengakhiri perang Padri
adalah mendatangkan pasukan dipimpin oleh Letnan Kolonel Elout, kemudian
Mayor Michaels dan juga mengirim Sentot Ali Basa Prawirodirdjo (bekas panglima
Diponegoro) serta sejumlah pasukan dari Pulau Jawa.
Sempat terjadi
peperangan antara pasukan pimpinan Sentot dengan Kaum Padri yang dipimpin
Tuanku Imam Bonjol. Tapi walaupun kemudian Sentot dan pasukannya berpihak
kepada kaum Padri dan melawan balik Belanda, kedua kelompok sempat bertikai.
Sejak tahun 1831, kaum Adat menyadari kesalahannya dan balik bersatu dengan
kaum Padri untuk menghadapi Belanda. Apakah Belanda ini cerdik atau cerdas,
terserah anda yang menilai.
Yan terbaru
adalah rencana revisi kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Rencana
ini menjadi perbincangan di masyarakat luas. Saat PDI-Perjuangan, dimana Joko
Widodo, adalah –mengutip kalimat Megawati- kader partai, menggulirkan
dukungannya pada revisi, Presiden belum mengambil keputusan.
Apa tidak ada
yang menolak revisi? Jelas ada dan sangat banyak. Banyak masyarakat Indonesia
yang menentang rencana revisi yang dianggap akan mengebiri kewenangan KPK dalam
pemberantasan korupsi. Beberapa elemen masyarakat sampai dengan aksi unik
–mengenakan kostum superhero semisal Batman, Superman.
Belum lagi
ditambah dengan dukungan di mediasosial. Banyak akun yang memberikan dukungan
agar menolak revisi karena dituding akan melemahkan lembaga antirasuah
tersebut. Malah beberapa akun memajang foto anggota DPR dari beberapa fraksi
yang dianggap mendukung revisi tersebut. Tentu saja disertai dengan tulisan
‘Ingat nama-nama mereka dan jangan pilih kembali di Pileg 2019’.
Malah group
musik papan atas sekelas Slank pun memberikan dukungan dengan menggelar konser
di kantor KPK dan disaksikan masyarakat serta pejabat KPK. Lagu-lagu yang
mengkritik ulah koruptor pun terdengar menggema dari mulut Kaka dan ditirukan
seluruh pendukung. Tapi Jokowi masih belum menentukan pilihan.
Sampai
akhirnya, forum guru besar universitas memberikan surat agar presiden menolak
revisi undang-undang tersebut. Forum Guru Besar yang terdiri atas 100 profesor
penolak revisi UU KPK itu ditemui Kepala Staf Kepresidenan (KSP), Teten Masduki
dan juru bicara Presiden, Johan Budi SP.
Hasilnya,
setelah serangkaian dukungan dan aksi masyarakat, akhirnya Jokowi telah
memutuskan menunda pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2002
Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dibahas di DPR. Apakah Joko
Widodo atau Jokowi ini cerdik atau cerdas, terserah anda yang menilai. (Terbit Minggu,
28 Februari 2016 di Harian Pagi
Memorandum)
1 komentar:
cerdik atau cerdas menurutku hampir sama. Keduanya tingkatannya di atas pintar/pandai
Posting Komentar