Gembel adalah orang yang selalu hidup di jalanan, luntang-lantung tanpa pekerjaan jelas atau bisa juga diartikan sebagai orang miskin. Kalangan gembel memang selalu ada dan tak akan hilang dari muka bumi. Atau malah si gembel harus selalu ada.
Agama pun tetap
mensyaratkan amal kepada kaum gembel. Seandainya kalangan gembel hilang, ke mana akan dialirkan amal kita sebagai
pelaksanaan agama yang kita anut. Saya
yakin, semua agama memerintahkan untuk berbagi dengan si gembel ini.
Dalam kehidupan
sehari-hari pun, si gembel ini juga sangat mewarnai. Ada di tengah-tengah kita.
Terlebih menjelang pemilihan umum (di tingkat mana pun), si gembel menjelma jadi komiditi andalan. Mengaku pembela si
gembel, memperjuangan kepentingan si gembel sampai memproklamirkan diri sebagai
penyuara si gembel.
Si gembel sudah
lama menjadi sasaran kampanye menjelang pemilihan. Anda ingat, semasa menjelang
pemilihan presiden, seorang jenderal
yang juga mantan Panglima TNI, yang juga mantan menteri, yang juga pimpinan
sebuah partai, sampai rela menyamar menjadi si gembel. Malah menyamar menjadi
si gembel ini dikemas dalam acara "Mewujudkan Mimpi Indonesia" dan
ditayangkan salah satu televisi
nasional.
Namanya Wiranto.
Pensiunan jenderal sempurna
ini pernah menyamar sebagai kondektur bus, penjual asongan, penarik becak
sampai dengan kuli panggul. Tentu alasan normatifnya adalah, ingin merasakan
penderitaan dan menyerap aspirasi masyarakat gembel.
Kisah si gembel
ini memang mengundang air mata dan simpati, termasuk kisah tragisnya.Salah
satunya kisah tentang kematian Irma Bule, penyanyi dangdut yang dipatok King
Cobra saat manggung. Saya katakan Irma Bule adalah si gembel karena hanya
tertarif Rp 500 ribu, dia
mempertaruhkan nyawanya.
Kematian si
gembel Irma ini pun mengundang simpati dari banyak orang, termasuk kalangan
artis dangdut yang tidak segembel Irma. Mereka pun menggalang amal pengalangan
dana Peduli Almarhumah Irma Bule. Hasil dari acara ini pun akan disumbangkan ke
ahli waris di gembel Irma Bule.
Mau tahu lebih
banyak tentang si gembel yang menjadi komiditi komersial? Ambil remote televisi, pantengi setiap
acara di setiap stasiun televisi. Sekarang ini ada acara yang bertajuk “Orang
Pinggiran” atau “Merajut Asa” yang berkisah tentang kehidupan si gembel yang
mencoba bertahan hidup.
Sepanjang durasi
acara, kita akan dicekoki kisah duka dan malang sehari-hari si gembel. Berapa
yang didapat si gembel setelah berjibaku sepanjang hari dan acara diakhiri
dengan pemberian santunan untuk si gembel. Tentu saja, bila si gembel menangis
terharu, itu hanya bonus tayangan setelah kita sepanjang acara sudah
dibuat menangis dan menitikkan air mata.
Ada acara yang
bertajuk “Azis Berbagi” yang melibatkan pelawak kondang Azis Gagap yang mengajak satu anaknya
(ada anak lelaki berbadan gemuk atau anak perempuan yang berkerudung). Acara
ini pun lagi-lagi mengeksploitasi si gembel dari kalangan gembel. Bedanya
adalah si Azis dan anaknya akan membaur dalam kehidupan keseharian si gembel. Kendati
kemasan beda, hasil akhirnya pun sama. Azis akan mengakhiri acara dengan
memberikan santunan kepada si gembel. Tentu ditambah dengan narasi yang bernada
bijak dan sok menasehati.
Ada acara
televisi –yang kini sudah hilang- “Bedah Rumah” yang juga mencari si gembel
yang rumahnya reot dan akan dibongkar kemudian dibangun yang lebih layak. Cara
ini menurut saya lebih sadis memperlakukan si gembel. Bayangkan, si gembel
selama beberapa hari (selama
rumahnya dibongkar) akan dihadapkan kepada kehidupan mewah. Makan di restoran
dan tidur di hotel (semuanya dibayar oleh pengiklan) serta mengeksploitasi
kekakuan si gembel yang hidup bak si kaya.
Si gembel yang
kebingungan makan di restoran mahal, digambarkan secara detail dan terperinci.
Bagi si kaya, makan dengan garpu di tangan kiri dan pisau di tangan adalah hal
yang biasa. Hal itu tidak berlaku bagi si gembel yang tentu akan mengundang
tawa penonton. Oh iya, saat si gembel kedinginan tidur di kamar ber-AC juga
cukup lucu dan mengundang senyum kok.
Acara ini sudah
tidak tayang lagi di televise, tapi sudah diambil alih di dunia nyata. Sejumlah instansi
pemerintahan maupun militer tetap menggunakan program Bedah Rumah untuk
masyarakat miskin di wilayahnya. Saya setuju program ini karena tidak
mempublikasikan kemiskinan. Kendati ada dokumentasi dan pengisian formulir, itu
hanya untuk laporan penggunaan anggaran, bukan untuk pencitraan semu.
Bagi saya, si
gembel memang harus selalu ada dan tersedia. Beberapa teman meyakini, meskipun pembangunan mati-matian akan menekan
kemiskinan sampai di titik nadir,
mungkinkah si gembel akan hilang? Si gembel tetap harus ada, termasuk
gembel di Amerika yang menjadi kiblat kemajuan dunia.
Di Amerika, si
gembel tetap ada dan biasa dipanggil homeless
alias tidak punya rumah. Tapi si gembel di sana kehidupannya lebih terjamin
karena ditanggung negara mulai dari kesehatan sampai dengan penyediaan makanan
lewat dapur umum.
Kondisi ini
sangat berbeda dengan si gembel di Indonesia. Di Indonesia, ada yang mengaku si
gembel agar anaknya bisa sekolah di sekolah pilihannya dengan memanfaatkan
kuota siswa miskin. Ada yang ngaku si gembel untuk mendapat perawatan rumah
sakit secara gratis walaupun rumahnya bertingkat dan ada 2-3 motor di garasi
rumahnya.
Adakah gembel
asli yang benar-benar gembel di Indonesia? Jawabannya jelas ada. Tapi
keberadaannya tidak banyak terungkap di permukaan. Tiba-tiba saja menyeruak
berita tentang nenek renta yang hidup di gubuk reot di sebuah kota. Tiba-tiba
juga ada anak yatim piatu yang terlantar dan luput dari perhatian pemerintah
kotanya.
Tentang jumlah
sebenarnya si gembel di Indonesia ini, saya jadi ingat perbincangan dengan Wakil Gubernur Jatim Gus Ipul, beberapa waktu lalu. Gus Ipul mengatakan jumlah
masyarakat miskin, tidak pernah jelas dan pasti. Data jumlah masyarakat miskin
dari Badan Statistik, di kantor BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) atau di diknas, akan berbeda. Banyak si kaya yang mengaku si
gembel untuk kepentingan sekolah anaknya dan melampirkan surat keterangan tidak
mampu (SKTM). Masih banyak modus yang digunakan oleh si gembel palsu ini.
Tapi dari sekian
jenis gembel di Indonesia, yang paling ditakuti adalah wedhus gembel dari Gunung
Merapi. Kedahsyatan gembel ini akhirnya memeluk tubuh Mbah Maridjan yang
dikenal sebagai juru kunci Gunung Merapi sampai menemui ajalnya. Si gembel memeluk tubuh tua Maridjan hingga mati dalam
kondisi sujud.
Selain wedhus
gembel itu, semua gembel di Indonesia hanya sebatas embel-embel saja. (Penulis adalah Wartawan Surat Kabar Harian Memorandum)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar