Minggu, Oktober 04, 2009

Bencana itu (Mungkin) Harus Tetap Ada

Beberapa hari lalu, kita kembali diguncang bencana nasional. Gempa bumi berkekuatan 7,6 SR, mengunang Sumatera Barat. Bencana yang terjadi tepat saat kita mengenang satu sejarah dalam bangsa kita, Gerakan 30 September/PKI ini menewaskan ratusan saudara kita setanah air. Jutaan dari kita meneteskan airmata berkabung.
Jutaan orang diantara kita juga merogoh saku untuk mewujudkan kepedulian mereka atas musibah ini. Bencana gempa ini bukan satu-satunya bencana yang terjadi di negeri tercinta ini. Banyak sudah bencana yang juga membuat banyak orang menjadi janda, duda, yatim atau malah yatim piatu. Beberapa dari kita akhirnya menjadi sebatangkara akibat bencana alam tersebut.
Lalu, mengapa bencana alam selalu terjadi di negeri yang katanya subur makmur gemah ripah loh jinawi ini?
Jawabannya sangat beragam. Mulai dari alam yang sudah bosan sampai dengan Tuhan yang murka dengan ulah kita (manusia). Tapi tetap boleh punya pendapat yang berbeda. Termasuk saya, salah satu contohnya.
Bencana memang (harus) tetap ada. Sampai kapanpun, bencana akan terus ada. Mulai dari gempa, banjir atau pun tsunami yang akhirnya menjadi akrab di telinga kita. Mengapa bencana (harus) tetap ada?
Ini karena hanya inilah satu-satunya cara agar kita menghentikan egoisme kita dan mengalihkan sejenak pandangan kita dari kerajaan bisnis yang kita miliki, kita bangun atau yang sedang kita pertahankan. Dengan bencana ini (dan bencana yang lainny), banyak diantara kita akhirnya terhenti mengejar ambisi kita masing-masing dan bahu membahu membantu saudara-saudara kita yang sedang tertimpa bencana tersebut.
Bencana itu akan membuat banyak pihak kembali peduli dengan sesama. Saya yakin, para pelaku bisnis atau pun pelaku pemerintahan tidak akan menengok aatau terpikir mereka bila semua baik-baik saja. Benar?
Ada yang mengatakan bencana berkaitan erat dengan dosa yang diperbuat manusia. Menurut saja tidak. Kalau pun harus ada urutan yang layak menerima azab tentu dimulai dari pemilik majalah playboy, penhouse atau media porno lainnya. Atau kalau mau yang lebih lokalan lagi, tentu lokalisasi Jarak di Surabaya (katanya terbesar di Asia Tenggara) ini yang akan menerimanya. Tapi buktinya, kendati uang yang beredar di areal pelacuran tersebut sangat besar dan luar biasa. Buktinya di sana baik-baik aja. Malah sangat baik..
Tentu untuk pertanyaan ini, hanya Tuhan yang menjawab. Mengapa Dia memilik Padang sebagai lokasi gemba dan bukan yang lain (Jarak, termasuk). Hal tersebut sangat misteri semisteri kehidupan itu sendiri.
Sedang untuk saya? SANGAT YAKIN ANDA TETAP PEDULI DENGAN SAYA, TANPA SAYA HARUS MENGALAMI BENCANA. Benar?