Senin, Oktober 31, 2011

Jual saja Keperawananmu...


Miris memang bila membaca atau mendapati fakta tentang hitamnya generasi muda kita. Pekerjaan yang saja jalani sebagai wartawan kriminal, membuat saya harus bersinggungan, berhadapan dan berbincang dengan banyak orang dan banyak kisah. Dan dari sekian macam kisah tragis, saya cukup prihatin dengan apa yang terjadi atau dilakukan oleh para generasi muda.
Saya pernah berbincang dengan gadis yang menjadi korban kebejadan pacarnya sampai dengan gadis belia yang dilacurkan. Dari penuturan PSK belia ini, mereka mengaku sudah tidak perawan sejak kelas 1 SMP. Anda bisa bayangkan betapa belianya mereka saat melakukan hubungan suami istri. Sering tidak pernah terlintas dalam benak saya bagaimana mereka melakukan persetubuhan dan bagaimana mereka mempelajarinya. Atau saya tidak pernah terlintas bagaimana hal haram itu melintas dalam benak mereka dan menjadi sebuah ide.
Dari perjalanan pekerjaan saya ini, akhirnya setiap kali saya menjadi narasumber pelatihan jurnalistik dan mendapati banyak gadis dalam forum saya, selalu saya selipkan pesan kepada mereka. Pesan kasar yang sebenarnya bila dipahami dengan sedikit merenung, pasti akan ditemukan makna di balik kalimat kasar itu.
Saya selalu katakan kepada mereka, kalau tidak bisa menjaga keperawanan sampai ke perkawinan, lebih baik dijual saja. Jangan pernah diberikan gratisan kepada pacar atau lelaki lain. Jual saja keperawananmu karena dari sisi materi, lebih menguntungkan. Kalau masalah dosa, menurut saya diserahkan kepada pacar sebelum menikah dan dijual kepada lelaki pemburu darah perawan, tentu dosanya hampir sama.
Coba anda bayangkan, dari hasil pekerjaan saya yang bertemu banyak gadis belia kehilangan keperawanannya, saya sempat mengatakan kepada mereka keperawanan bisa sangat murah didapat dan –celakanya- bisa dicicil. Tentu sekilas, anda akan bertanya seberapa murah sebuah keperawanan walaupun banyak orang mengatakan darah keperawanan itu cukup mahal.
Anda bayangkan dua pemuda berpacaran. Seminggu sekali sang cowok mentraktir bakso dan sebulan sekali mengajak nonton. Ditambah dengan antar jemput saat sekolah, dua bulan kemudian, keperawanan pun bisa direnggut. Tentu saja, ditambah dengan ngegombal dan merayu serta mencerca dengan kalimat ai lap yu. Perhitungan sederhana saya,harga keperawanan gadis itu tidak sampai 300 ribu dan bisa dicicil selama dua bulan. Murah banget khan?
Karena itulah, saya camkan kepada gadis belia itu, kalau memang berniat tidak perawan lagi, jangan diobral. Jual kepada lelaki hidung belang dan rencanakan cara penjualan. Tetapkan segmen market, cara promosi, perawatan sampai dengan peningkatan kualitas nilai aset. Kalau perlu, buat sistem pengamanan agar bisnis itu bisa berjalan lancar tanpa ada gangguan. Terapkan cara kerja dan sistem lembur dalam pilihan ini.
Tubuh belia memang bisa dijadikan aset dan peluang usaha yang cukup menjanjikan. Tentu saja dengan perencanaan yang matang karena seperti aset perusahaan, ada penyusutan nilai aset setiap tahunnya. Misalnya, saat usia 18 tahun, bertarif Rp 500 ribu, tentu saja saat berumur 35 atau 40 tahun, tentu nilai jual akan menyusut.
Tapi diakhir serangkaian kalimat saya, tentu akan saya akhir dengan bagaimanapun menjanjikan dan menggiurkan membisniskan tubuh kalian –wahai para gadis belia-, tentu saja sangat luar biasa bila kalian menjaga keperawananmu sampai ke perkawinan. Tentu banyak keuntungan dengan mempersembahkan keperawanan di malam pertama pengantin.
Selain pahala dan tanpa dosa, banyak yang menyertainya mulai dari perlindungan diri sepanjang hidup sampai dengan nama baik yang akan terus terjada dan tentu saja sebuah kebanggaan sebagai wanita suci di perkawinannya akan menjadikan gadis itu benar-benar luar biasa dan tak ternilai harganya.
Bagaiamana para gadis belia? apa pilihan kalian. Menjadi gadis suci dan sangat luar biasa atau menjadi gadis yang biasa di luar (rumah)? Pilihan ada di tangan kalian..

Sabtu, Oktober 29, 2011

Sumpah (Serapah untuk) Pemuda

Kemarin, 28 Oktober, peringatan Sumpah Pemuda. Hari mengingat bagaimana tanggal yang sama 1928, segenap lapisan pemuda mengikrarkan sumpah mereka. Satu Nusa, Satu Bangsa dan Satu Bahasa. Indonesia..
Kemarin, kebetulan juga Indonesia dilanda banyak demo dan aksi unjukrasa yang selain menyemangati Sumpah Pemuda juga membawa misi mengkritik pemerintahan SBY-Budiono. Mereka adalah para pemuda yang tergabung dalam banyak elemen. Semangat mereka nyaris sama dengan semangat para pemuda tahun 1928 lalu.
Tapi di bagian lain, ada sebagian atau mungkin banyak generasi muda yang malah keblinger, nyaris tak merencanakan masa depan mereka. Dengan seabreg alasan pembenar, mereka menjadi budak narkoba, penjahat jalanan, pemasuk sampai dengan mengumbar nafsu birahi.
Terlalu banyak penelitian atau pun data yang menggambarkan fenomena tersebut. Jumlah pemuda yang kecanduan NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif) sampai dengan pemuda yang terjerat kriminalitas. Ternyata, untuk jumlah generasi muda yang terjebak pergaulan bebas, jauh lebih banyak lagi. kendati saya belum menemukan angka pasti jumlah ini, tapi ada indikasi yang bisa dijadikan cara perhitungan sederhana.
Anda bisa bantu saya dengan melihat anak gadis tetangga, teman kita yang hamil duluan baru dinikahkan. Itu hanya satu indikasi untuk menghitung angka penganut seks bebas di kalangan generasi muda. Atau anda cari saja film porno produk lokal yang melibatkan pemuda atau Anak Baru Gede. Itu juga indikasi lain menghitung atau minimal memperkirakan seberapa besar penganut seks pra nikah ini.
Bila anda kesulitan mencari dua indikasi sederhana saya itu, anda boleh katakan kalau jumlah pemuda yang merosot ahlaknya, tidak banyak. Tapi kalau anda mudah atau sangat mudah menemukannya, artinya jumlah mereka, cukup atau mungkin sangat banyak. Saya sendiri tidak berani menyebutkan jumlah mereka secara pasti walau hanya kisaran persennya saja.
Hanya saja sebagai gambaran, sebuah koran harian di Surabaya, edisi kemarin menulis tentang 17 adegan film porno produk lokal yang melihatkan generasi muda. Mereka memadu nafsu -bukan cinta- di sekitaran jembatan Suramadu (Surabaya-Madura). Gilanya, dalam satu file, kadang terlihat 2 pasangan berbeda yang asyik masyuk. Artinya dari 17 file berformat 3GP (karena diambil dari seluler) ada lebih dari 17 pasangan atau 34 generasi muda yang bejad.
Jumlah ini akan semakin tinggi bila ditambah dengan file sejenis di Surabaya yang tidak berlokasi di Suramadu. Semakin tinggi lagi bila ditambah dengan file sejenis dari kota-kota lain di Indonesia. Sekarang, dengan perhitungan saya tadi, menurut anda berapa kira-kira angka pemuda tanpa moral itu.
Menurut anda apakah mereka itu generasi yang menjiwai semangat Sumpah Pemuda? Kalau saya sih, mereka tetap pantas walaupun sebuah Sumpah -Serapah untuk- Pemuda....

29102011

Rabu, Oktober 26, 2011

Belajarlah (kekejaman) sampai ke Negeri China

Sebagai umat Islam, ada hadist yang memberikan semangat muslim untuk menimba ilmu setinggi-tingginya. Hadis tersebut berbunyi, tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Memang dari geografis, posisi Arab dan China cukup jauh (untuk transportasi masa itu).
Seiring perkembangan jaman, China tetap mewarnai dunia. Mulai dari jumlah penduduk yang terbanyak, kemiskinan yang tinggi sampai banyaknya warga yang eksodus ke negeri lain dan berjaya dalam bisnis dan belakangan ini mulai menanjak di bidang teknologi. Mereka mulai memproduksi HP, mainan sampai dengan otomotif dan diimpor ke negara lain dengan membentuk jaringan WN mereka yang sudah berhasil di negara tersebut.
Murahnya harga produksi mereka walau dengan kualitas yang seadanya, hasil industri mereka tetap mencuri pangsa pasar dalam perdagangan dunia. Teknologi medis mereka juga sudah cukup canggih hingga menjadi jujugan pengobatan. Dalam promosinya, penanganan medis di China bakal didukung dengan pengobatan tradisional mereka yang kondang dengan tabib-tabibnya dan racikan obat herbal.
Sampai-sampai, bos dari bigbos saya, Dahlan Iskan merasa perlu mengganti hatinya (lever) dengan hati pemuda China. Ini hanya sekelumit cerita tentang perkembangan China sebagai dasar munculnya hadish pada 18 abad lalu. China memang masih menjadi jujugan untuk pencari ilmu.
Tapi beberapa waktu terakhir ini, saya benar-benar dikejutkan dengan apa yang terjadi di Negara tirai bambu itu. Dua kecelakaan dengan korban anak kecil, menyita perhatian dan emosi saya berbarengan dengan perhatian dan emosi jutaan orang di seluruh dunia. Berita itu adalah tentang seorang pengemudi truk menabrak bocah pria umur lima tahun dengan truknya. Tapi sang sopir bukannya berhenti, malah mundur, menggilas bocah itu lagi demi memastikannya tewas.
Aksi keji itu dilakukan guna menghindari biaya rumah sakit bagi anak itu yang akan lebih mahal dibanding kompensasi kematian yang harus dibayar kalau ia tewas. Insiden memuakkan itu terjadi Desa Yunfeng, Luzhou, Provinsi Sichuan, di China barat, ketika Ao Yong, si sopir truk, menabrak Maoke Xiong saat bocah itu tengah berjalan kaki ke sekolah, demikian laporan Daily Mail, Selasa (25/10/2011).
Tragedi itu terjadi Kamis pekan lalu ketika Ao Yong sedang mengangkut semen dari kota Chongqing menuju Luxian.Seorang saksi mata, Shifen Zhang, berkata, "Saya melihat truk itu mundur sedikit dan kemudian maju lagi. Xiong jadi terperangkap di roda dan truk itu terus maju sekitar sepuluh meter."
Seorang pelintas lainnya mengatakan, sopir truk itu melompat dari ruang kemudi setelah menabrak anak itu. Mereka menyatakan, Yong kemudian bertanya, "Berapa banyak (uang) yang harus saya bayar".
Tapi kendati beberapa saksi menyatakan kesaksian tentang aksi sadis sang sopir, namun Yong membantah telah menggilas bocah itu dua kali demi memastikannya tewas.
Kejadian yang lebih tragis juga terjadi sebelumnya. Nasib itu dialami oleh Yue Yue, gadis cilik berusia dua tahun yang ditabrak lari hingga dua kali, dan diabaikan belasan orang yang lewat di pasar kota Foshan yang sibuk pada Kamis dua pekan lalu.
Berdasarkan gambar dalam rekaman video pemantau, Yue Yue ditabrak dua kendaraan dan dibiarkan sekarat. Adegan itu dilihat oleh jutaan orang di internet dan memicu kemarahan.
Lalu dengan serangkaian kejadian dan keunggulan tersebut, hadist dari Nabi saya Muhammad, masih sangat relevan. Tuntutlah ilmu -termasuk belajar kekejaman- sampai ke negeri China.....

Jumat, Maret 18, 2011

Kamu Ingin jadi Wartawan, Nak?.....Plak...!!!

Dalam beberapa kali diberi kepercayaan menularkan ilmu yang saya punya dalam pelatihan jurnalistik di tingkat mahasiswa maupun SMA, saya selalu mengatakan hal ini. Beberapa kawan karib saya malah sudah hafal dengan cerita saya ini. Sebuah cerita yang sangat mungkin akan benar-benar saya lakukan, kelak.
Anda boleh bilang ini nadar atau apa, terserah. Yang jelas, kelak saat anak lelaki saya sudah cukup dewasa untuk menentukan langkah dan cita-citanya, tentu dia sudah memilih pekerjaan atau profesi apa yang diinginkannya.
Bila karena sepanjang hidupnya, di depan mata setiap harinya melihat pekerjaan saya sebagai wartawan, bisa jadi pekerjaan ini juga akan terlintas dalam benaknya. Di depan matanya, sejak kecil, dia sudah melihat semua hal terkait dengan pekerjaan saya.
Berangkat kerja di jam yang tidak sama. Kadang fajar dan kadang pula siang atau pun menjelang sore. Pulang juga tidak pada jam yang pasti, kadang sore sudah pulang kadang malam atau malah menjelang pagi, saya baru pulang.
Atau kombinasi antara jam berangkat dan jam pulang yang juga jelas tidak pasti itu. Kadang saya berangkat pagi dan pulang menjelang fajar dan kadang saya berangkat sore dan pulang sebelum tengah malam. Pekerjaan dengan jam kerja yang tidak jelas dan tidak menentu ini sudah saya jalani –sampai sekarang- lebih dari 11 tahun.
Karena pekerjaan yang tampak dan dipahaminya dengan baik adalah pekerjaan saya sebagai wartawan, sangat mungkin anak lelaki saya pun akan meniru dan ada keinginan dia untuk menirunya. Sangat masuk akal bila dia pun akan mengatakan keinginannya sebagai wartawan, meneruskan jejak pekerjaan saya.
Sesaat dia menjawab ingin jadi wartawan, maka saya akan melayangkan tangan saya menamparnya. Lalu pertanyaan tentang cita-citanya, kembali akan saya tanyakan lagi. “Setelah Ayah tampar kamu, sekarang bilang ke Ayah. Apa cita-citamu, nak.”
Kalau dia masih bertahan dengan cita-citanya sebagai wartawan, tentu saya akan memeluknya. Sejak itu, tentu saya akan persiapkan dia dengan sangat baik untuk menjadi seorang wartawan yang layak. Tentu, pengalaman selama menjadi wartawan, akan saya gunakan untuk melatih dia agar benar-benar siap bekerja sebagai wartawan.
Bisa jadi akan banyak tugas yang akan dilakukannya. Mulai dari berdesakan di konser musik dengan target mengambil foto artis, ikut kampanye dengan target wawancara dengan juru kampanye, tidur di kamar mayat dan kantor polisi serta hadir di komunikas seni dan sastra. Nyaris, sejak itu, dia akan banyak kegiatan agar semuanya siap bila kelak dia menjadi wartawan.
Tapi bila dia merubah cita-citanya setelah saya tampar, tentu saja tetap memeluknya. Saya akan minta maaf dan membisikkan kalimat,” nak, kamu tidak punya mental menjadi wartawan. Tamparan ayah tadi hanya ingin menguji keteguhan hatimu saja. Kalau begitu, kamu pikirkan lagi dan pilih cita-citamu. Ayah tetap mendukung cita-citamu.”
Pekerjaan saya ini cukup beresiko berhadapan dengan hal seperti itu. Banyak pekerjaan lain yang dengan bangga mencantumkan alamat rumah dalam kartu namanya, tidak dengan pekerjaan saya ini. Tidak banyak wartawan yang berani mencantumkan alamat rumahnya pada lembaran kartu nama mereka. Dan saya benar-benar tidak berani mencantumkan alamat rumah saya.
Jujur, ada niatan tersembunyi, saya harus menuliskan cerita ini dan mengabarkan ke banyak orang. Saya berharap, anak lelaki saya membaca tulisan ini dan menjadi pertimbangan menentukan cita-citanya. Sehingga saya tidak perlu menamparnya karena jujur, saya sendiri tidak pernah menghalalkan tangan saya untuk menampar siapapun. Apalagi darah daging saya sendiri.

Rabu, Januari 19, 2011

Nama Saya ARRAGMTMWMRKTBS Noor Arief Prastyo

Sebagai presiden dan pucuk pemerintahan, sangat pantas bila seseorang mendapat perlakuan teristimewa. Mulai dari fasilitas, penjagaan sampai dengan seabreg kemudahan yang lainnya. Belakangan ini salah satu kemudahan dan fasilitas sebagai pucuk pimpinan Negara dirasakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada Senin, 18 Januari 2011.
Saat meresmikan Museum Batak dan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Asahan I di Desa Ambar Halim, serta Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi di Desa Simangkuk, Tobasamosir, SBY dan istri mendapat gelar kehormatan masyarakat Batak. Pada kesempatan itu, perwakilan Batak Angkola melalui Tawari Siregar memberi gelar kepada SBY dengan Patuan Sorimangaraja dan ibu Ani Yudhoyono bergelar Maduma Harungguan Hasanyangan.
Beberapa waktu sebelumnya, pemberian gelar kebangsawanan juga diberikan artis Julia Perez dan penyanyi seksi Syahrini mendapatkan gelar tertinggi bangsawan dari Keraton Solo. Keraton Solo di Jawa Tengah ini memberikan gelar bangsawan pada artis Julia Perez dengan gelar kebangsaan Nimas Ayu Tumenggung. Menurut Keraton Solo, Jupe pantas menyandang gelar karena sudah disejajarkan dengan bupati.
Sedang untuk penyanyi Syahrini, Keraton Solo memberikan gelar Kanjeng Mas Ayu. Kbarnya, gelar Kanjeng Masayu adalah gelar tertinggi di keraton itu. Pemberian gelar kebangsawanan ini diberikan pada Rabu 7 Juli 2010 di Bangsal Kansetanan, Keraton Solo, dan dipimpin langsung oleh Pengageng Sasana Pustaka, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Puger.
Melihat dan membaca pemberian gelar kebangsawanan dari beberapa suku di Indonesia, saya membayangkan menjadi artis terkenal tanpa cela atau pun menjadi presiden. Mungkin saya akan sangat semangat mencari gelar kebangsawanan dari beberapa suku di Indonesia. Gelar-gelar kebangsawanan tersebut akan saya tulis lengkap sebelum nama asli saya.
Saya membayangkan bakal mendapat gelar Andi dari masyarakat Bugis, gelar Ra dari masyarakat Madura, gelar Raden dari masyarakat Jawa, gelar Aom dari masyarakat SUnda, gelar Gusti dari masyarakat Bali. Saya juga yakin –bila jadi presiden- akan mendapat gelar kebangsawanan Masagus dari masyarakat Palembang, gelar Tengku dari masyarakat Aceh, gelar Mas Wongso Dari masyarakat Dayak, gelar Mel Ratan Ken Tnebar Barataman dari masyarakat Maluku dan gelar Shaikh dari masyarakat Badui.
Andai suku bangsa dan masyarakat adat tersebut menyematkan gelar kebangsawanan kepada saya, tentu nama saya adalah ¬ Andi Ra Raden Aom Gusti Masagus Tengku Mas Wongso Mel Ratan Ken Tnebar Barataman Shaikh Noor Arief Prastyo atau disingkat dengan ARRAGMTMWMRKTBS Noor Arief Prastyo. Hebat khan….?
¬

Minggu, Januari 16, 2011

Pengantin dalam Kejahatan

Beberapa waktu lalu, kita digegerkan dengan pertukaran tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Bojonegoro, sebuah kota kecil di Jawa Timur dan sebuah kebetulan, bila di kota ini lah saya mengubur kakang ari-ari saya alias tanah kelahiran saya. Dalam berita tersebut, disebutkan kalau Kasiem, narapidana kasus pupuk bersubsidi, atas putusan pengadilan diharuskan mendekam di penjara selama 2 bulan.

Tapi demi menyelamatkan tubuhnya dari ruang berjeruji besi, Kasiem –entah dengan bantuan siapa- akhirnya sempat berhasil lepas dari ruang pengap tersebut. Tapi untuk ‘membayar’ kewajiban hukum, akhirnya Karni, orang lain yang kebetulan sama berkelamin perempuan ini, menjadi pengganti tubuh Kasiem untuk mendekam di penjara.

Tentu saja keberanian Karni menggantikan tubuh Kasiem mendekam di penjara ini berbalas dengan uang Rp 10 juta. Tapi saat kali pertama masuk ke Lapas, Karni menerima Rp 7 juta sebagai imbalan awal dan sisanya akan dibayarkan selama Karni menjalani hukuman sebagaiu Kasiem. Sayangnya, sandiwara ini akhirnya terbongkar dan menggegerkan dunia peradilan kita.

Sebenarnya, kasus seperti ini, dalam keyakinan saya, sudah beberapa kali terjadi. Dalam beberapa kali liputan criminal, terutama terkait dengan salah satu budaya menjaga nama baik khan Madura, carok. Dalam beberapa kali kesempatan, saya sendiri ragu setiap kali mendapat kesempatan wawancara atau pun melihat rekaulang carok tersebut.

Pasalnya, tidak jarang, pengakuan pelaku ini sangat jauh dengan keterangan sejumlah saksi di lokasi kejadian. Pengakuan tersebut biasanya terkait dengan jumlah pelakunya. Saat carok terjadi, saksi di sekitar lokasi menyebutkan pelaku lebih dari satu orang. Tapi anehnya, beberapa hari kemudian, saat pelaku tertangkap, dia mati-matian mengatakan kalau pelaku adalah dirinya sendiri alias tidak ada pelaku lainnya. Padahal di lokasi kejadian, banyak saksi yang mengatakan pelaku lebih dari satu orang.

Kejanggalan lain yang beberapa kali saya lihat, dalam rekaulang kejadian carok tersebut. Seringkali pelaku yang diamankan, terlihat kebingungan saat diminta memperagakan kejadian kekerasan berdarah tersebut. Berkilah lupa dan dalam suasana emosi, pelaku mengaku kebingungan dan akhirnya ‘manut’ pada skenario rekaulang, berdasar keterangan saksi lain. Termasuk seringkali pelaku tersebut lupa bagaimana posisi korban saat dibacok pertama kali dst dst…

Melihat sejumlah kejanggalan tersebut, saya ingat dengan ajaran budaya dari Madura yang sempat saya dengar. Ajaran itu mengatakan tidak ada satupun manusia yang bisa membantu rasa malu seseorang. ‘Kalau kamu takut, saya bisa menemani hingga kamu berani. Tapi kalau kamu malu, siapa yang bisa membantu meringankannya’, itulah ajaran yang saya dengar.

Dalam budaya Madura, memang rasa malu adalah rasa yang dijunjung tinggi dan dilabel mati bila ada yang menganggunya. Istri dan tanah adalah lambang kehormatan bagi lelaki di masyarakat Pulau Garam ini. Mengganggu keduanya, artinya siap mati sebagai taruhannya.

Menghubungkan antara rasa malu dan keberanian, saya bisa menghubungkan keduanya dengan ada kemungkinan bila pelaku carok yang kebingungan saat rekaulang, tersebut sebenarnya bukan pelaku sebenarnya. Bukan tidak mungkin, pelaku yang diamankan polisi dan mati-matian mengaku sebagai pelaku tunggal carok adalah seorang pengantin –dalam istilah criminal, pengantin bisa diartikan sebagai pelaku pengganti-.

Bukan tidak mungkin, sebenarnya pelaku tersebut setara dengan Karni yang mau menggantikan Kasiem mendekam di tahanan. Artinya, pelaku yang mendekam tersebut bersedia lahir batin pasang badan agar pelaku carok lainnya, tetap tidak tersentuh hukum. Imbalannya, bisa saja juga rupiah atau bisa juga hanya untuk membela ‘rasa malu’ yang harus ditebus oleh pelaku terkait dengan dua lambang kehormatan.

Kendati asumsi saya ini harus dibuktikan, rasanya bukan hal sulit bila memang harus dibuktikan. Lalu mengapa polisi tetap mempercayai pengakuan sang pengantin? Saya bisa saja anggap sebagai salah satu cara cerdas meringankan tugas pengungkapan. Toh, sampai sekarang tidak ada satupun pihak yang merasa dirugikan atas pengakuan sang pengantin.

Lalu, terkait dengan jumlah pelaku antara keterangan saksi di sekitar lokasi dengan pengakuan pelaku, bukan masalah. Sampai matipun, sang pengantin akan mengatakan dengan lantang,” saya lah pelaku tunggal dalam carok tersebut. Tidak ada pelaku lainnya.”