Minggu, Agustus 28, 2016

Generasi Muda,Generasi Penjara


Miris melihat gambaran sekilas generasi muda kita. Kendati tidak menutup mata ada generasi muda yang berprestasi, tapi lebih banyak gambaran tentang merosotnya moral generasi muda kita. Pelanggar hukum di usia muda, tersebar di banyak macam kejahatan, mulai dari jalanan  sampai pada kasus asusila.
Malah di Madura yang dulu dikenal dengan kawasan santri pun, moral pemudanya sudah sangat merosot. Seperti yang terjadi pada tengah pekan ini, seorang siswi MTs ditemukan sekarat mabuk minuman keras  tanpa mengenakan bra.
Sebut saja, Bunga (15) ,warga Desa Ellak Daya, Kecamatan Lenteng, Sumenep, harus dilarikan ke Rumah Sakit Islam (RSI), Kalianget, Sumenep, setelah dicekoki miras oleh beberapa teman lelakinya. Bunga ditemukan di sebuah rumah kos di Jalan Lingkar Barat, Desa Babbalan, Kecamatan Batuan Sumenep. Bagaimana mungkin, racun minuman keras dan kejahatan asusila masuk di generasi Kacong Jebing?
Yang terjadi di Surabaya lebih miris lagi.  Indra Maudio Bonaliando (17), warga Banyu Urip Wetan 4B, harus tewas setelah gagal beraksi begal di Jl. Arjuna, minggu lalu. Mayat Indra sempat tidak diketahui identitasnya karena tidak ditemukan selembar pun kartu pengenal di pakaiannya.
Saya bisa menambahkan daftar generasi muda yang akan masuk penjara karena perbuatannya. Anda sebut saja Firm (16), warga Jalan Salatiga, Dupak, Surabaya yang sudah belajar menjadi begal usai pelajaran sekolah. Atau dua jambret muda yang tinggal di Jalan Keputih Tegal Timur Baru II, Her (17), dan Sal (17), yang babak belur dihajar massa saat gagal menjambret di kawasan Tenggilis Barat, Surabaya. Daftar ini akan lebih panjang lagi dengan bandit belia yang sudah ada sebelumnya dan bandit muda yang hingga sekarang masih leluasa beraksi.
Salah siapa semua ini? Semua pihak bisa disalahkan, kalau hanya mau mencari siapa yang salah. Orang tua (bapak ibu) dan orang tua (orang yang lebih tua) di sekitar mereka, bisa disalahkan. Perangkat negara juga bisa disalahkan karena memang penegak hukum masih belum juga berhasil menegakkan hukum secara adil.
Mengutip kata bijak Jawa untuk masalah ini adalah Ing Ngarso Sun Tulodho, Ing Madyo Mbangun Karso, Tut Wuri Handayani (yang di depan memberi contoh, yang di tengah membangun semangat, yang di belakang mengikuti). Bila yang di depan tidak bisa memberi contoh dan yang di tengah tidak bisa membangun semangat, apa jadinya yang berada di belakang?
Orangtua dan orang tua belum bisa memberikan contoh yang baik kepada generasi muda, sedang teman sepermainan juga tidak bisa diharapkan berbagi kebaikan, maka semakin mirislah gambaran generasi muda kita di masa mendatang.
Cara memperbaikinya adalah dengan mengkoreksi diri kita masing-masing. Kalau kita di- ing ngarso, silahkan memberi contoh. Kalau kita pada posisi ing madya, silahkan berbagi semangat dan kebajikan dan bila kita di Tut Wuri, silahkan mencari contoh yang patut dicontoh. Jangan mencontoh secara serampangan dan gampangan. (*)




Minggu, Agustus 21, 2016

Begal-begal Binal


Dulu, kejahatan dominasi kaum pria. Begal dan penyamun di jaman jadul (dahulu), identik dengan pria berbadan kekar dan berwajah sangar dan sering bertindak sadis bin bengis. Bacok dan bunuh adalah hal yang biasa dilakukan para begal ataupun penyamun dalam aksinya.
Sekarang? Kejahatan dan kesadisan bukan milik kaum pria semata. Dunia kejahatan pun sudah menyasar gender seksi yang digambarkan manis dan manja. Perempuan dengan sosok lemah lembutnya, juga sudah menjadi bagian dari para begal dan penyamun. Kendati fungsi mereka masih tidak pada peran dominan, tapi pengaruh para begal wanita ini membuat aksi kejahatan semakin cantik.
Seperti yang dilakukan oleh 2 begal yang beberapa hari lalu ditahan Polsek Gayungan, Polrestabes Surabaya. Dua begal tersebut adalah Sugeng Prayotno (38), warga Tanjung Mulya, RT 05/RW 03, Kel. Tanjung Mulya, Kec. Koto, Lampung Tengah dan Remon Dwi Kusneydi (18), warga Jalan Sentul Gg. II, RT 07 RW 02, Kel. Banjarejo Kec.Taman, Madiun Kota. Mereka ini satu dari sekian jaringan begal yang memanfaatkan gadis cantik sebagai umpan.
Dari hasil pemeriksaan, modus operandi yang digunakan para pelaku ini, mencari mangsa melalui sejaring sosial facebook (FB). Awalnya, mereka mencari kenalan di FB dengan cara mengumpankan gadis cantik. Cara tersebut bisa menjerat korbannya yang mayoritas adalah lelaki untuk diajak ketemuan di suatu tempat di Madiun.
Usai ketemu, korban diajak si cewek berjalan di tempat yang sepi. Kemudian kedua pelaku (Sugeng-Remon) langsung menghadang korban sambil menodongkan sajam berupa sebilah pisau. Bukan itu saja, korban diikat dan dilakban mata serta mulutnya. Begitu korban sudah tidak berdaya, para pelaku bersama perempuan itu membawa kabur sepeda motornya.
Saya yakin, gadis begal yang dijadikan umpan adalah gadis cantik dengan wajah nakal, ekspresi binal. Kalau sudah begitu, bakal banyak lelaki –utamanya yang hidung belang dan masih belajaran nakal- akan mudah teperdaya. Apakah hanya jenis ini kejahatan yang melibatkan begal yang binal, jawabannya tidak.
Silahkan anda searching di jejaring sosial Facebook dan ketik kata kotor atau jorok sekalipun (boleh kata yang bermakna alat kelamin baik laki-laki atau perempuan), anda akan tercengang. Bakal banyak ditemukan group atau akun dengan nama-nama jorok dan juga sejumlah aliran kelainan seks mulai dari LBGT (lesbian, bisex, gay dan transeksual), Sadomasokhisme (bercinta sambil menyiksa) sampai dengan threesome (dua pria satu wanita atau dua wanita satu pria).
Apakah akun-akun itu asli atau hanya abal-abal, saya sendiri tidak pernah melakukan penelitian dan belum ada survey tentang hal tersebut. Tapi yang jelas, penangkapan begal yang melibatkan gadis binal dan nakal adalah indikasi kalau akun-akun jorok tersebut bisa jadi sebuah kedok. Tipuan jebakan yang siap menerkam siapa saja yang tergoda dan sudah terbelenggu nafsu. Bila iya, tunggu saja langkah selanjutnya. Anda akan menjadi korban selanjutnya.
Melihat aksi begal-begal binal tersebut, saya jadi ingat guyonan semasa kuliah dulu. Saat itu, saya dan beberapa teman saya masih jomblo alias tidak punya pacar. Tiap malam minggu, saat cangkruk menghabiskan malam panjang, sering kami melihat sejoli hilir mudik berpacaran. Untuk mengobati hati, kami sering bergumam di antara sesama kami sendiri. Wong wedok nggak perlu ayu. Sing penting ora iso dituku.

Rabu, Agustus 17, 2016

Bandit Bandot


Ada satu ajaran dari Almarhum ayah saya tentang laki-laki yang saya ingat. Menurut ayah saya, laki-laki yang mumpuni selain harus bisa melindungi dan mengayomi, juga mampu mencukupi. Tentu, batasan mencukupi, akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga lain. Minimal tempat penyimpanan beras tidak pernah tandas, adalah satu tanda dasar. Tentang lauk, kita masih orang Indonesia yang menempatkan nasi di atas segala-galanya menu.
Bagaimana dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan? Tentu seorang laki-laki harus bekerja untuk mendapatkan upah. Upah kemudian untuk dibelikan kebutuhan dan pemenuhan kebutuhan lainnya, termasuk sandang dan papan. Sederhana memang, tapi kadang menjadi tidak sederhana bila tidak ada pekerjaan. Bila kebutuhan menjadi pengeluaran tetap, sedang upah tidak bisa diharapkan tetap adanya.
Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan adalah menambah pekerjaan atau meningkatkan upah yang didapat. Bila tidak, bagi laki-laki berpikiran pendek, kejahatan adalah salah satu cara pemenuhan kebutuhan tersebut. Banyak kejahatan yang bisa dilakukan, tergantung pilihan yang di depan mata.
Sebagian bagi yang bernyali besar, akan merampas atau mencuri. Sebagian yang lain yang merasa cukup percaya diri dengan kemampuan tipu muslihat, akan menebar rayuan untuk mendapat keuntungan. Sedang yang merasa tidak cukup nyali beraksi sadis, bisa melibatkan diri dalam jaringan penyalahgunaan narkoba atau pun perjudian. Resikonya, sama-sama hidup tidak tenang karena selalu dalam incaran polisi.
Ada yang mengatakan, kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur bisa dimasukkan ke dalam kenakalan. Atas dasar inilah,  beberapa negara memberlakukan anak tidak bisa dihukum untuk kejahatan-kejahatan sedang. Di Indonesia sendiri, sistem peradilan anak baru diterapkan beberapa waktu lalu. Sistem peradilan yang masih memberikan peluang antara korban dan keluarga terlapor yang masih di bawah umur untuk berunding.
Masalahnya, kenakalan kejahatan ini ada yang terbawa sampai di usia dewasa. Malah ada yang menjadikan kejahatan sebagai mata pencaharian untuk pemenuhan kebutuhan. Untuk golongan ini, tentu saja pengecualian. Tindakan tegas harus diterapkan karena kejahatan untuk tujuan pemenuhan kebutuhan akan lebih tinggi dan meminta lebih banyak daripada sekedar kenakalan anak-anak.
Terlebih bila kemudian, aksi para bandit berusia bandot ini terulang dan terulang lagi di kemudian hari. Seperti yang dilakukan oleh M Hasan (46), warga Sencaki yang kembali masuk penjara untuk ketiga kalinya. Bagi Hasan, masuk penjara adalah salah satu bagian dari resiko yang harus dijalaninya. Mungkin bagi dia, penderitaan yang dialaminya, termasuk nyerinya luka tempat di kaki kiri adalah pengorbanan seorang laki-laki pada keluarganya.
Tapi Hasan lupa, ada resiko lain yang ditanggung bukan olehnya melainkan dirasakan keluarganya. Rasa malu pada masyarakat, ditinggal bertahan sendirian tanpa laki-laki, mungkin luput dari pikiran Hasan. Bagaimana istri dan anak-anaknya bertahan dari kelaparan selama ditinggal menjalani hukuman, belum tentu masuk pikiran Hasan. Belum lagi bagaimana perasaan anak-anaknya yang tahu bila bapak yang harusnya melindungi dan menjaganya, malah masuk penjara.
Bila pikiran Hasan dan orang-orang segolongan dengannya sangat picik dan dangkal, saya menyimpan makian untuk mereka. Kalau di otak mereka hanya terlintas pikiran bagaimana cara memenuhi kebutuhan tanpa penganyoman, ini makian saya. Dasar bandit bandot! (banditmemo@yahoo.co.id)