Minggu, Desember 21, 2008

Bakti Tiada Henti (Refleksi Hari Ibu)

“Seribu Nyawa tetap tak bisa membalas Kasih sehari'. Tulisan itu masih bisa terbaca jelas walaupun tembok itu sudah dicat ulang. Itu adalah tulisan tanganku sekitar 3 tahun lalu. Walaupun mulai samar tertutup cat putih, aku atau siapa saja masih bisa membaca jelas tulisan itu.
Aku tahu kalau ruangan ini adalah ruangan yang tidak mungkin dijamah atau dilihat oleh orang lain. Mungkin ruangan ini sudah dicat tapi karena tidak biasa didatangi, pengecatan dan perbaikan pun dilakukan sekedarnya. Atau malah sekedar menghabiskan anggaran saja.
Sekarang, hari ini, aku kembali di ruangan ini, sama seperti 3 tahun lalu. Ruangan-ruangannya pun masih sama. Malah kamar mandinya yang berbeda dan jauh lebih rusak dibandingkan dengan 3 tahun lalu. Pintu kamar mandinya mulai sulit ditutup. Besi jeruji di langit-langit ruangan tambak makin berkarat.
Belum puas aku mengenang kembali kisah 3 tahun lalu, Pak Budi datang dan memanggilku. “Rahmad, ayo ikut ke Kamar Mayat untuk melihat,” terang Pak Budi yang sudah aku kenal 3 tahun lalu. Akhirnya, aku dan Pak Budi pergi ke Kamar Mayat dengan pengawalan 2 polisi. Dua tanganku terborgol walaupun mereka yakin sepenuhnya, aku tidak akan melarikan diri. “Prosedurnya seperti itu, Mad. Jadi gak usah dimasukkan hati,” kata Pak Budi yang rambutnya mulai memutih.
Kurang dari 30 menit dalam perjalanan, akhirnya kami sampai di kamar mayat RS. Di atas brankar besi, aku melihat mayat laki-laki yang sangat aku kenal. Dia adalah Bambang, pamanku sendiri.
Aku melihat dengan kepalaku sendiri luka menganga di perut, leher dan pergelangan tangannya. Ya... itu adalah luka akibat sabetan aritku, pagi tadi. Aku juga melihat bekas tanah di sekujur tubuhnya dan itu adalah akibat aku seret sepanjang jalan desa, depan rumahku. Pagi tadi, aku benar-benar kesal dengan ulah pamanku itu.
Mataku kembali menerawang tentang kejadian tapi pagi. Tadi pagi, aku baru saja bebas dari tahanan karena membunuh bapakku sendiri. Saat pulang, aku melihat ibuku sedang meronta di dapur. Aku yang mendengarnya, langsung menuju dapur dan melihat pamanku sedang menindih ibuku. Sedang ibuku tak berkutik walaupun terus meronta dan berusaha menyadarkan ulah pamanku.
Aku yang baru saja menempuh perjalanan jauh dan merasakan capek, sudah tak bisa menahan diri melihat pemandangan seperti itu. Langsung saja aku mengambil sabit yang dulu sering aku gunakan mencari rumput dan dengan sekuat tenaga, aku ayungkan ke arah Bambang, pamanku. Tanpa mendapat perlawanan yang berarti, aku leluasa membabatkan sabit ke arah pamanku.
Aku sudah tidak peduli dengan teriakan emakku yang histeris melihat aksiku membantai pamanku. Kemarahanku sudah mencapai puncak dan tanpa rasa kasihan aku menyeret tubuh pamanku yang mandi darah ke halaman dan sampai di jalan desa. Aku tidak peduli walaupun pamanku hanya mengenakan kaos singlet dan celana dalam yang sudah melorot sampai lutut.
Aksiku baru berhenti setelah beberapa tetangga dan perangkat desa datang meneriakiku agar menghentikan amukanku. Aku menuruti mereka dan sekilas aku melihat tubuh pamanku sudah tak bergerak lagi. Mungkin, dia sudah mampus dan memang saat beberapa tetangga mendekat, sudah tidak ada tanda-tanda kehidupan di tubuh paman.
Tak lama kemudian, datang polisi yang langsung mengamankan aku dan membawa mayat pamanku ke kamar mayat. Aku pun manut saja, termasuk saat polisi memborgol tanganku dan mengamankan sabit yang masih berlumuran darah.
Beberapa tetangga sempat aku lihat dan corot mereka seperti memandang kasihan, tapi aku tidak mempedulikan. Sekilas, apa yang terjadi pada pagi itu sama persis dengan 3 tahun lalu.
Di kantor polisi pun, kejadian 3 tahun lalu pun nyaris sama terulang. Pertanyaan dari kondisi kesehatan sampai dengan perlukah didampingi pengacara, semuanya ditanyakan dan aku jawab. Saat mereka meminta aku menceritakan apa yang aku lakukan, aku pun menceritakan semuanya dan apa adanya. Termasuk, Pak Budi, penyidik yang memeriksaku pun masih sama dengan 3 tahun lalu.
Kepadaku, Pak Budi tidak tampak garang dan membentak-bentak. Padahal, kepada para pencuri atau perampok yang tertangkap, Pak Budi adalah sosok polisi yang paling ditakuti. Selain, orangnya tidak gampang dibohongi, sikap kasar dan suka menekan dengan cara memukul, sering dilakukannya setiap kali memeriksa orang yang ditangkapnya.
“Sudah, aku buatkan kopi dulu. Biar nggak tegang. Nanti setelah itu, baru kamu aku periksa. Santai saja, wong aku udah kenal kamu dan ini kalau mau merokok, silahkan,” katanya sambil menyodorkan sebungkus rokok kretek kegemarannya. Aku pun mengambil sebatang dan membakarnya kemudian menghisapnya dalam-dalam.
Tak lama kemudian, Pak Budi kembali dan mengajukan pertanyaan. Aku merasa, pemeriksaannya tidak lama karena sebagian besar, Pak Budi sudah tahu jawabanku dan aku tinggal mengiyakan saya jawaban yang dia ajukan. Tentu saja, dia tahu kejadian tadi pagi karena dia juga datang ke rumahku dan ikut mengamankan aku. Malah Pak Budi juga sudah bisa menebak apa jawaban dari pertanyaanku berkaitan dengan alasan pembunuhan yang aku lakukan kepada pamanku.
Sekitar pukul 19.00, pemeriksaan sudah dianggap selesai dan pasal yang dikenakan kepadaku juga sama dengan 3 tahun lalu. Pasal 338 jo 351 ayat 3 tentang pembunuhan dan atau penganiayaan berat yang mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang. Aku pun dibawa ke sel tahanan Polsek Kota dimana aku ditahan. Aku sengaja memilih -itupun aku minta kepada Pak Budi- kamar sel yang 3 tahun aku huni.
Di atas tikar pandan yang mulai lapuk, aku membaringkan tubuhku dan kembali mengenang apa yang terjadi pada 3 tahun lalu. Aku teringat dengan No, laki-laki yang sudah membuahi emakku hingga akhirnya aku lahir. Aku memang memanggilnya dengan No saja walaupun aku harusnya memanggil dia bapak karena memang dia adalah bapakku.
Memang seharusnya aku memanggil dia seperti itu. Tapi bagiku, dia tidak lain adalah laki-laki pengecut yang tidak pernah bisa bertanggungjawab dengan apa yang telah dilakukannya. Sarino, nama lengkapnya tidak lain adalah lelaki malas, kejam, suka mabuk dan main judi.
Bisa dibayangkan setiap kali kekalahannya di meja judi selalu dilampiaskan kepada emakku yang terus saja sabar mendampingi hidupnya. Selama ini, emak mencari uang dengan cara menjual makanan gorengan di sore hari dan jajanan di depan SD desa di pagi hari. Malah kadang, kalau malam, Emak masih saja membantu mencuci atau menyetrika pakaian beberapa tetangga kami. Aku yakin. Mereka menggunakan jasa emakku hanya karena kasihan, bukan karena memang memerlukan tenaganya.
Walaupun Emak sudah mati-matian membela dan mempertahankan rumah tangganya, No tetap saja menjadi lelaki pengecut yang selalu membayar kekalahan dengan pukulan dan tendangan ke tubuh Emak. No tidak lain adalah lelaki penakut yang lebih sering pulang ke rumah dalam kondisi mabuk.
Sedang aku, anak satu-satunya mereka hanya bisa mendapat kekerasan dan pukulan dari No. Malah sering kali, dia menampar aku tanpa alasan yang jelas. Bagi No mungkin, aku hanyalah sansak yang bebas saja dipukul dan ditendang sesuka hati.
Akibat mendapat perlakuan kejam sejak aku kecil, aku pun menjadi sosok yang sangat membenci bapakku. Dalam setiap kesempatan dan berkumpul dengan teman-temanku, aku sering mengatakan keinginanku untuk membunuh bapakku sendiri karena alasan marah. Marah bukan karena kekejaman yang aku alami, tapi untuk setiap jeritan dan tangisan emak.
Sampai akhirnya, pagi itu, 3 tahun lalu. Saat bangun tidur, aku mendengar teriakan Emak di dapur. Yang lebih aneh lagi adalah teriakan Emak aku dengar lebih histeris dibandingkan biasanya. Dalam benakku, tentu hajaran No sangat luar biasa. Aku pun langsung bangun dan menghampiri Emakku.
Di depan mata, aku melihat tubuh No tergeletak di dapur dengan simbahan darah memenuhi lantai tanah rumah. Aku juga melihat luka tusukan di tubuhnya tak kurang dari 10 lubang yang semuanya mengalirkan darah ke luar tubuh dan melumuri kaos usang yang dikenakan No. Tapi yang lebih mengejutkan lagi saat aku melihat Emak.
Di tangan Emak, aku melihat sebilah pisau yang juga berlumuran darah. Melihat itu, aku langsung merebutnya dan tak lama kemudian, tetangga berdatangan.
Mereka semua melihat aku yang sudah memegang pisau berlumuran darah dan berdiri di depan Emak yang menangisi tubuh No. Tak lama kemudian, perangkat desa dan kepolisian pun datang untuk mengamankan aku dan melarikan tubuh No ke kamar mayat.
Dalam pemeriksaan, 3 tahun lalu, aku mengakui kalau akulah yang membunuh bapakku, bukan Emak. Walaupun Emak terus menangis dan menjelaskan kepada polisi, kalau bukan aku yang membunuh, mereka tidak percaya.
Dalam benak mereka, tangisan dan pengakuan Emak hanya dianggap sebagai usaha seorang ibu menyelamatkan anak semata wayangnya. Jujur saja, itu juga yang aku harapkan, mereka tidak percaya dengan apa yang diomongan Emak,walaupun benar adanya.
Yang membenarkan pengakuan bohongku adalah, beberapa temanku yang dimintai keterangan sebagai saksi pun mengatakan kalau aku sering mengatakan keinginanku untuk membunuh bapakku. Akhirnya, pemeriksaan di polisi berlangsung lancar dan dalam persidangan pun, aku diputus mendekam di penjara selama 7 tahun. Tapi karena selama masa hukuman, aku dianggap baik maka hukuman penjara pun hanya aku jalani 3 tahun saja.
Kini, di atas tikar pandan di dalam sel tahanan polisi, aku kembali merenungi dua kejadian yang membawaku ke balik jeruji tahanan. Dalam hati, aku iklas menjalaninya dan memang benar apa yang aku tulis di tembok tahanan 3 tahun lalu. “Seribu Nyawa tetap tak bisa membalas Kasih sehari”. Sayang, Tuhan hanya memberi aku 1 nyawa.
Aku bangkit dan melihat sekitar kemudian menemukan sebatang arang dan mengambilnya. Aku menghampiri tulisanku 3 tahun lalu kemudian menorehkan arang, tepat di bawah tulisan tersebut. Aku tulis dengan goresan tebal, Kalian Boleh Penggal leherku, tapi jangan sentuh kulit Emakku.(**)

Kamis, Desember 18, 2008

Musim Haji Tiba

Musim haji tiba. Banyak saudara-saudara kita yang beruntung (baik dari sisi materi maupun sisi spirituil karena sudah dipanggil menjadi tamu Allah), datang dari tanah suci. Jujur saja iri sampai mimpi-mimpi karena jauhhhhh di lubuk hati, saya juga rindu. Rindu untuk berdesak-desakan di tanah suci. Melakukan tawaf, melempar batu ke iblis dan sebagainya.

Tapi saya juga teringat dengan beberapa tulisan saya sebelumnya.
Di sini, saya menuliskan ulah haji yang masih belum bisa dijadikan panutan. Haji yang menjadi penadah motor curian, haji yang masih saja nyabu dan ada juga haji yang menjadi germo di lokalisasi elit Surabaya. Kalau di sini, saya tuliskan tentang keunggulan ibadah haji dibandingkan dengan ibadah lain.

Ada juga kebiasaan yang dilakukan banyak keluarga jemaah haji di sekitar kita. Beberapa waktu lalu, seorang sahabat saya mengaku sempat seharian keliling Surabaya untuk mencari air zam-zam dalam kemasan kecil. Saya sendiri tidak tahu kalau ternyata air zam-zam yang diriwayatkan hasil dari jejakan kaki Nabi Ismail di kala bayi itu sudah diimpor ke banyak negara. Malah air yang diyakini suci dan sakral tersebut sudah dikemas dalam botol kecil dan dosis sekali teguk. Hebat khan?

Lain lagi dengan sahabat saya yang beruntung naik haji bersama istrinya. Yang saya tahu (jujur, setahu saya lho), sahabat saya itu masih belum terlalu lurus benar menjalankan perintahNya dan menjauhiNya. Beberapa kali dia menjadi provokator dalam acara-acara di tempat hiburan malam yang tentu saja diselingi dengan hadirnya. Tapi ya itu tadi... tetap dia yang bisa naik haji. Kenapa bukan saya yang hanya jadi peserta dalam acara-acara sahabat saya itu?

Anda tahu mengapa?

Rabu, Desember 03, 2008

Suara untuk Teman-temanku

Beberapa hari ini saya melihat sejumlah poster calon legislatif (caleg) yang dipajang di sejumlah ruas jalan dan terkejut. Beberapa diantara mereka, saya kenal dengan baik. Malah beberapa diantara mereka, sangat baik hubungannya dengan saya.

Jujur, saya mulai bimbang dengan jalan golput yang selama ini saya yakini benar. Saya mulai merenung beberapa hari, menguras hati nurani (bukan partai lho) dan pikiran saya tentang teman-teman yang mulai menawarkan diri menjadi pejuang demokrasi.

Mereka sudah menentukan jalan pengabdian kepada negeri ini dan saya pun sebagai anak negeri, harus juga mengabdi. Secompang campingnya bendera negeri ini, saya tetap ikut bertanggungjawab.

Akhirnya saya pun menemukan jalan sendiri untuk mengabdi sekaligus membantu teman-teman saya yang menjadi caleg. Saat pemilihan umum kelak, saya akan mendapat 4 kertas suara (1 untuk DPRD tk II, 1 untuk DPRD tk I, 1 untuk DPR RI dan satu untuk DPD). Dan keputusan saya adalah......

Untuk DPRD tk II, saya akan memilih teman saya di Partai Jagung

Untuk DPRD tk I, saya akan memilih teman saya di Partai Timun

Untuk DPRD RI, saya akan memilih teman saya di Partai Ketela

Untuk DPD, saya masih golput karena tidak ada yang teman saya

Kamis, November 13, 2008

Anjing Obama

Amerika Serikat benar-benar mengalami kegembiraan yang berlebih. Terpilihnya Barack Obama sebagai presiden mengalahkan John Mc Cain membuat rakyat Amerika seperti menemukan semangat baru. Terlebih Obama yang katanya besar di kawasan Menteng, Jakarta ini adalah pertama kalinya presiden berkulit hitam. Kurang apa lagi, coba!

Sepertinya –bagi rakyat Amerika- apapun yang terkait dengan Obama, sangat menarik perhatian. Sampai-sampai janji Obama kepada dua putrinya tentang anak anjing yang bisa menemani mereka di gedung putih. Banyak simpatisan binatang yang menawarkan anak anjing asuhan mereka.

Malah Rakyat Negara Peru merasa perlu menawarkan anjing ras setempat. Anjing tanpa bulu dengan ukuran sedang tersebut diyakini sudah ada sejak jaman kerajaan-kerajaan dan selalu menjadi peliharaan keluarga kerajaan. Dengan keunggulan itu, mereka yakin anjing ras mereka pantas berada di tengah-tengah keluarga Obama yang menjadi bintang dan ikon harapan baru di Amerika.

Sebuah kelompok keturunan Indian juga menawarkan anjing yang diyakini adalah titisan leluhur mereka. Suku Indian yakin, anjing yang mereka tawarkan akan membantu kekuatan magis sekaligus mengusir roh-roh jahat dan membahayakan keluarga orang nomor satu di negara Adikuasa tersebut.

Sebagai warga negara Indonesia yang sampai sekarang bergantung dengan kondisi kurs Dollar, saya juga akan menawarkan anjing khas Indonesia kepada Obama. Pertimbangan saya sederhana, Obama yang besar di Indonesia, tentu sudah pernah akrab dengan anjing-anjing Indonesia.

Uniknya, anjing Indonesia tidak perlu makanan khusus. Makanannya sama dengan makanan tuannya. Malah kalau bisa, sisa makanan tuannya pun tetap dimakannya. Anjing Indonesia juga tidak perlu ke salon khusus dan tetap bisa tampil lucu atau pun mampu dihandalkan untuk menjaga keamanan.

Tapi biayanya cukup lumayan mahal karena sampai saat ini hanya pengusaha hitam saja yang bisa memelihara anjing-anjing berseragam. Di Indonesia, banyak pejabat, penegak hukum yang nyambi jadi ANJING para pengusaha......

Minggu, November 09, 2008

Selamat Jalan, Kawan!!

Pelajaran Berharga sudah Aku Ambil

Eksekusi terhadap trio Bom Bali I sudah dilaksanakan. Sebuah tugas dan tanggungjawab atas nama hukum telah dilakukan Kejaksaan dan kepolisian sebagai tim eksekutor. Ketiganya (Amrozi, Imam Samudra dan Muklas) sudah membayar keyakinannya di depan regu tembak.

Sikap radikal yang mereka lakukan dan yakini membuat dua penilaian. Satu sisi menilai hukum yang mereka jalani sudah impas untuk sebuah kejahatan yang dilakukannya. Tapi di sisi lain, ada sebahagian dari kita yang menilai –atas nama kemanusiaan-, eksekusi atas ketiganya tidak perlu dilakukan.

Buntut dari eksekusi yang mengalami beberapa kali menundaan memang membuat banyak kalangan menunggu. Sejumlah kelompok menebar teror lewas selebaran sampai dengan pesan singkat (SMS) ke sejumlah petinggi negara sampai ke tingkat presiden. Malah menjelang hari-hari terakhir pelaksanaan eksekusi, teror bom pada sejumlah gedung meningkat tajam.

Saya tidak mau berpolemik tentang apakah mereka (trio bom Bali I) dianggap pahlawan atau pecundang yang mengatasnamakan Islam, tapi saya sudah mengambil sebuah pelajaran dari ketiganya. Ketiganya tetap yakin dan mempertahankan kebenaran yang mereka yakini sampai di depan regu tembak.

Sebuah keyakinan, kepercayaan, kebenaran yang memang sangat diyakini. Mungkin Surga juga diperuntukkan untuk mereka yang menyakini kebenaran secara total –termasuk ketiganya-. Seandainya para pejabat kita juga bisa mempertahankan keyakinan dan sumpah jabatan mereka saat dilantik, tentu akan sebuah kebahagiaan yang tak terkira untuk para rakyat.

Selamat jalan kawan. Sebuah pelajaran tentang keteguhan hati kalian membuat saya tergugah. “Sampai di depan regu tembak pun, saya akan katakan kalau sayalah lelaki tertampan di dunia”. Betul khan?

Jumat, November 07, 2008

Jangan Bugil di depan Pulpen!!


Kalau ‘Jangan Bugil di Depan Kamera’, mungkin sudah pernah anda dengar. Tapi kalau ‘Jangan Bugil di Depan Pulpe,’ mungkin belum pernah anda dengar. Inilah pesan saya, Jangan Bugil di Depan Pulpen... Lho kok?

Bermula dari pertemuan saya dengan sahabat yang sudah cukup lama tidak bertemu. Layak pertemuan, awalnya memang tidak ada yang istimewa untuk diceritakan. Tapi setelah sabahat saya itu menunjukkan sesuatu, baru sangat terasa istimewa.

Sahabat saya menunjukkan pulpen yang benar-benar pulpen. Artinya bisa digunakan menulis. Tapi yang tidak biasa adalah pulpen tersebut ternyata mikro camera dan perekam yang bisa digunakan layaknya handycam (tentu saja kualitas gambarnya tidak sama bagusnya).

Soal kemampuan menyimpan gambar, tidak tanggung-tanggung, Bung. Alat canggih berukuran mini itu bisa merekam gambar dan suara selama 30 jam! Dengan kemampuan seperti itu, bukan tidak mungkin kalau suatu saat akan ada korban dari pulpen-pulpen ala James Bond ini. Pokoknya, jangan sampai saya yang jadi korbannya. Sengaja pulpen James Bond saya tampilkan fotonya...

Rabu, Oktober 22, 2008

PESAN TUHAN DALAM MARFAN

Setelah lama mengeja, akhirnya ku dimampukan membaca pesan Tuhan dalam marfan.
Sungguh terhadap catatan hikmah sebagai hadiah bagiku yang kini kerap terbaring lemah.
Hikmah yang menjadi jawaban bagi berbagai prasangka yang salah.
Hikmah yang membantah segenap praduga yang tak nyata.
Hikmah yang membuktikan bahwa takdir marfan yang terjadi padaku bukanlah sebuah kesia-siaan.
Dalam skenario indah yang dibuatNya, Tuhan seolah berkata….

Marfan bukan tugas seadanya yang diakibatkan sebuah kebetulan melainkan peran utama yang disengajakan Sang Maha Sutradara.
Marfan bukan musibah melainkan anugerah.
Marfan bukan karma melainkan karunia.
Marfan bukan kutukan melainkan keajaiban.
Marfan bukan hukuman atas dosa yang tak termaafkan melainkan jalan pertobatan.
Marfan bukan beban melainkan latihan kesabaran.
Marfan bukan alasan ‘tuk menyerah melainkan tantangan ‘tuk membangkitkan ketegaran.
Marfan bukan untuk mengundang belas kasihan melainkan untuk menginspirasikan perjuangan.
Marfan bukan untuk dijadikan suatu ratapan melainkan untuk direnungkan dengan kejernihan.

Karena....

Marfan bukan vonis kematian melainkan kesempatan ’tuk lebih menghargai kehidupan.
Marfan bukan kecemasan melainkan pembelanjaan ’tuk menerima kenyataan.
Marfan bukan kecacatan melainkan bagian dari kesempurnaan.
Marfan bukan tanda gagalnya penciptaan melainkan Maha Karya Sang Pemilik Kehidupan.
Marfan bukan kegelapan melainkan pencerahan.
Marfan bukan kedzaliman Sang Maha Kuasa melainkan cinta kasih Sang Maha Penyayang.

Maka.....
Marfan bukan tak tersembuhkan melainkan ujian bagi gigihnya upaya sekaligus kepasrahan.
Marfan bukan ’tuk diacuhkan melainkan disikapi dengan kepedulian dalam batas kewajaran.
Marfan bukan untuk digenggam terlalu dalam atau dilepas dengan kemarahan melainkan harus diikhlaskan.
Dan marfan bukanlah pesan Tuhan yang dikirim hanya untukku karena marfan adalah pelajaran bagi semua orang.

Karya : Ajeng ”Marfan’s
28 Mei 2008

Kamis, September 18, 2008

Siksaan 17 Tahun tak Mengalahkannya


Penderitaan dan cobaan panjang pada kehidupan Wahyu Ajeng Suminar (22), berakhir sudah. Ini setelah Kamis (18/9) sekitar pukul 13.30, anak bungsu dari 6 bersaudara ini dinyatakan meninggal dunia. Hingga semalam, jenazahnya masih disemayamkan di Kamar Mayat RSAL Dr Ramelan dan Jumat (19/9), akan dimakamkan di Makam Tembok.

Penderita Marfan Syndrome ini akhirnya meninggal setelah hampir 17 tahun akrab dengan kelainan genetika yang membuat tubuhnya meninggi dan pembuluh tubuhnya menipis karena ditarik pertumbuhan tulang yang luar biasa. Selama itu, Memo yang sempat mengenalnya tidak menemukan keputusasaan pada gadis yang sampai meninggal ini pun belum mengalami menstruasi tersebut.


Keterangan Abi, kakak Ajeng yang kemarin ikut menunggu jenazahnya mengatakan kemarin sebenarnya Ajeng baru saja menjalani Terapi Hyperbarik. Terapi ini yang sempat dikatakan Ajeng kepada Memo beberapa waktu lalu dan dianggap berhasil menurunkan tinggi badannya 3 cm yang semula tingginya lebih dari 185 cm.

Usai menjalani terapi, Ajeng yang harus bergantung pada kursi roda ini minta dilewatkan kamar operasi dimana Ny. Wahyuni, ibu kandungnya menjalani operasi pengangkatan tumor jinak di kandungannya. Di depan kamar operasi, Ajeng masih terlihat ceria dan beberapa kali menelepon teman-temannya.

“Tiba-tiba dia jatuh pingsan dan langsung saya bawa ke dokter jantung. Sekitar satu jam dalam perawatan, nyawanya sudah tidak bisa diselamatkan,” terang Abi. Dugaan Abi, adiknya meninggal karena pembuluh jantungnya pecah.

Sebenarnya sudah sejak lama Ajeng mengeluhkan sesak nafasnya. Tapi memang itu dikatakan akibat nadi jantung yang melar karena tertarik pertumbuhan tulang. Sampai akhirnya April 2007, sesak nafas Ajeng menghebat dan memaksanya dirawat inap di RSAL dr. Ramelan.

Dari hasil pemeriksaan, Ajeng dinyatakan mengalami gagal jantung. Dalam perawatan ini, Ajeng sempat mengalami dua kali drop hingga akhirnya membaik. Tapi sejak itu, Ajeng bergantung pada kursi roda.Sejak itu juga. setiap 6 bulan Ajeng menjalani pemeriksaan echocardiografi. Hasil echocardio grafi pada September 2007 menunjukan ukuran diameter aorta jantungnya masih 4,24 cm. Tapi pada Maret 2008 atau 6 bulan kemudian, diameter aorta jantungnya sudah mencapai 4,59 cm. Kondisi ini membuat nyawa Ajeng bak di ujung tanduk.

Tapi dalam beberapa kali kesempatan, kepada Memo, Ajeng sering mengatakan tidak akan putus asa. “Bagi saya bukan kapan saya meninggal tetapi yang terpenting adalah saya bisa memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menjalani hidup dan terus semangat,” katanya. Selamat Jalan Ajeng, terima kasih untuk pembelajaran semangatnya. (kisah tentang gadis malang sebelumnya pernah saya postingkan pada Januari 2008)

Rabu, September 17, 2008

Politik Baju Taqwa

Terima Kasih Tuhan. Terima kasih Sahabatku. Hari ini saya mendapat baju taqwa dari salah satu sahabat terbaik saya. Sahabat yang tidak pernah lupa berterimakasih kepada Tuhan tentang apa yang didapatnya, sampai hari ini.

Saya tertarik dan curiga dengan pemberian baju taqwa tersebut. Saya curiga itu adalah sindiran kepada saya agar lebih sering memanfaatkan baju itu. Artinya sabahat itu ingin menyuruh saya agar lebih serting sholat. Ini juga ditegaskan lewat SMS yang dikirim kepada saya yang isinya “semoga menambah keimanan”.

Tapi saya juga curiga ini adalah cara sahabat saya menanamkan bisnis untuk urusan akherat. Saya membayangkan setiap kali saya mengenakan baju taqwa tersebut, sahabat saya juga akan mecipratan keuntungan dengan memetik pahala. Saya juga tidak perlu takt pahala saya berkurang hanya karena memakai baju taqwa pemberian orang. Jadi ini adalah bisnis yang sangat menguntungkan.

Lewat tulisan ini, saya juga ingin mengajak kepada sabahat-sahabat saya yang lain yang mungkin ingin berbisnis dengan cara yang sama. Saya masih membutuhkan sarung, peci, sajadah, Al Qur’an. Heheheheh...

Senin, September 15, 2008

Saya Obral Nyawa


Hari ini, Senin tanggal 15 September 2008 adalah hari yang membuat saya terpukul. Selama 8 tahun menjadi wartawan kriminal, hampir semua kesadisan sudah terlihat mata dari mayat segar terpotong-potong sampai dengan yang sudah membusuk. Tapi kejadian hari ini berhasil menjebol keangkuhan saya dengan menundukkan kepala tanda duka. Kalau menangis, bagi saya masih najis. Ih....

Hari ini saya menundukkan kepala setelah melihat, mendengar berita tentang 21 nyawa yang mati terinjak-injak setelah antri uang zakat mal sebesar Rp 30 ribu per orang. Mereka berharap uang tersebut bisa menyenangkan mereka menyambut hari IDUL FITRI yang katanya disebut-sebut HARI KEMENANGAN. Kemenangan buat siapa?

Jujur bagi kita (terutama yang bisa membuka Blog ini), uang sejumlah itu bukan uang yang besar. Bagi saya juga hanya senilai 3-4 pak rokok yang habis 2-3 hari. Bagi anda mungkin jumlah itu hanya untuk ongkos parkir mobil selama sehari atau malah sekedar uang makan buat sang sopir.

Tapi bagi mereka, ribuan orang yang hari antri, jumlah itu sangat luar biasa. Mereka malah sampai harus menjual nyawanya demi mendapatkan uang sebesar itu. Mereka adalah rakyat yang selama ini dikatakan sebagai PEMILIK REPUBLIK ini. Masak??

Sedang untuk H. Saikon, warga Jl. Wahidin Sudiro Husada gang Pepaya, Pasuruan ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dia mungkin tidak sadar telah membeli 21 nyawa pemilik republik ini hanya dalam beberapa jam saja.

Sebenarnya saya juga mau meniru apa yang dilakukan Saikon, tapi saya belum mampu. Lha gimana lagi, wong sekarang saja saya juga sedang obral nyawa seharga Rp 500 ribu (minimal harga nyawa saya jauh lebih tinggi dari nyawa mereka).

Dan saya yakin banyak nyawa seharga dengan nyawa saya. Tidak percaya? Coba kabarkan kepada warga kalau anda akan membagi zakat masing-masing Rp 500 ribu. Saya jamin, jumlah yang datang akan jauh luar biasa jumlahnya.

Saya yakin apa yang dilakukan H. Saikon adalah bentuk dari kurang percayanya kepada sejenis badan amal zakat (BAZ) yang ada. Saikon kurang percaya kalau zakal malnya akan disalurkan kepada yang berhak bila diserahkan kepada BAZ. Mungkin dalam benak Saikon, jumlahnya akan dikurangi untuk biaya operasional BAZ tersebut (memang panitia BAZ juga termasuk orang yang berhak mendapat bagian dari zakat).

Sabtu, September 13, 2008

Parcel dan Sedekah

Semakin mendekatnya hari raya Idul Fitri, ada dua kata yang kembali populer. Kedua adalah Parcel dan sedekah. Bedanya, sedekah dianjurkan dan dipajang dalam banyak spanduk, sedang parcel banyak dipajang di emperan toko dan selebaran yang dikirim kepada pribadi-pribadi (tentu saja kepada yang membutuhkan).

Dalam promosinya, orang yang bersedekah akan diberi kemudahan rejeki, kelapangan hati dan (tentu saja) pahala lengkap dengan surga dan bidadari yang selalu menawan hati dan menggoda. Terlebih di bulan Ramadan yang dikatakan pintu berkah, pengampunan dibuka lebar-lebar dan tiket surga diobral besar-besaran. (kata kiai saya), nilai ibadah kita selama bulan Ramadan akan digandakan pahalanya. Benar-benar Big Sale dengan obral harga!!!

Saya tidak mau berpolemik apakah parcel termasuk gratifikasi atau tidak, walaupun banyak pejabat yang menghimbau anak buahnya tidak menerima atau mengirim. Saya juga tidak mau berpolemik apakah parcel juga akan bisa melancarkan karir atau tidak.

Saya hanya ingin menggarisbawahi persamaan antara parcel dan sedekah yaitu sama-sama memberikan sesuatu kepada orang lain. Bedanya, kalau parcel adalah pemberian dari bawah ke atas, sedang sedekah adalah sebaliknya.

Jadi andai kepala bagian memberikan sesuatu kepada kepalanya atau (di kelompok pekerja seperti saya) seorang wartawan memberi sesuatu kepada redakturnya, itu adalah PARCEL. Tapi bila sebaliknya, itu adalah SEDEKAH.

Kedati berbeda arah, keduanya sama-sama ada yang diharapkan yaitu kerelaan. Untuk yang bersedekah akan mengharapkan kerelaan agar mendapatkan surga akherat sedang yang berparcel akan berharap surga dunia (walau tidak semuanya berharap demikian).

Jadi tergantung anda mau pilih banyak berparcel atau banyak bersedekah?

Kamis, September 11, 2008

Narsis(me)


Beberapa waktu belakangan ini, mata saya mulai sebal dengan banyaknya wajah-wajah yang sok mulia, sok merakyat dan sok suci. Wajah-wajah itu memenuhi ruas jalan, tiang reklame sampai dengan detik-detik tayangan di televisi. Saya sendiri memaki diri sendiri karena tidak bisa membeli TV kabel yang bebas iklan. Andai punya TV kabel, tentu mata dan telinga saya bisa dimanjakan dengan suara dan gambar yang indah-indah. Bukan bualan tanpa bukti.

Wajah-wajah yang sebenarnya tidak pernah saya kenal sebelumnya, tiba-tiba menampilkan senyum termanisnya sambil mengucapkan selamat menjalankan ibadah puasa sampai dengan kalimat yang lebih vulgar lagi ‘Jangan lupa beri cawang pada lambang partai dan nama caleg’. Mereka berjejal di semua ruang iklan.

Belum lagi rayuan dan bujukan mereka di ruang kaca TV. Mereka mulai memamerkan diri sendiri kepada rakyat yang selama ini justru tidak pernah terlintas dalam benak mereka. Saya sempat tersenyum saat seorang anak dari pimpinan tertinggi kita dengan bangga dan jempol mengacung mengatakan Partai Tengah. Saya ingin menambahkan kata Terpuruk di belakang kalimat yang diucapkan tersebut.

Belum lagi mantan perwira tentara yang kini juga mulai merambah dunia politik. Saya tidak berani menyebutkan nama karena saya yakin, walaupun mereka sudah purna, masih ada saja yang rela dan bersedia mengorbankan diri untuk melindunginya.

Saya tidak berani menyebut nama-nama mereka karena saya yakin, anak saya saya sudah tahu siapa mantan-mantan prajurit yang mencoba mencari kekuasaan dengan jalur sipil.

Malam ini saya iseng membuka-buka kamus bahasa Indonesia dan menemukan kata Narsisme. Dalam kamus tersebut tertulis, arti dari nasisme adalah hal (keadaan) mencintai diri sendiri secara berlebihan, keadaan mempunyai kecenderungan (keinginan) seksual dengan diri sendiri.

Saya tersenyum dan membayangkan apa yang saya lihat di papan iklan, di tayangan televisi sampai dengan tingkah polah anak-anak dari pimpinan partai-partai di negara kita. Mungkin tidak beda jauh dengan arti kata tersebut.

Dan kalau anda juga jengah dengan wajah saya yang memenuhi blog ini, ITU ADALAH HAK SAYA!!!

Sabtu, Agustus 30, 2008

Aku Pengemis


Dulu, Engkau beri malu yang menutupi aurotku
Kini, compang camping karena egoku

Dulu, Engkau beri sabar yang melindungiku
Kini, jebol sudah karena amarahku

Dulu, Engkau beri ketabahan yang menguatkanku
Kini, lemah sudah karena ambisiku

Dulu, Engkau beri ketulusan yang bersinar
Kini padam sudah karena kemunafikan

Dulu, Engkau beri Cinta yang membuatku kaya
Kini, pailit sudah karena keserakahanku


Aku sekarang Compang camping
Aku sekarang tanpa perlindungan
Aku sekarang lemah
Aku sekarang tak bersinar
Aku sekarang tak berpunya

Ijinkan aku mengetuk pintuMU
Berharap kasihMU
Berharap kekuatanMU
Berharap sinarMU
Berharap hartaMU

Karena aku memang pengemis ridhoMU

(Selamat menunaikan ibadah puasa)

Rabu, Agustus 13, 2008

Poli TIKUS

Maaf, bila saya beberapa postingan terakhir menulis tentang dunia penuh intrik, politik dan pernak perniknya. Saya sempat membuat pengakuan kepada seorang sahabat tentang keusilan saya dengan dunia ini. Dalam hati, saya ingin mengatakan kurang bijak bila saya bicara politik karena saya tidak pernah menggunakan hak suara saya. Tapi apa pedulinya?

Beberapa hari ini saya tertarik dengan dua iklan tokoh nasional di televisi kita. Mereka adalah Prabowo Subiakto dan Sutrisno Bachir yang dua-duanya seakan-akan saling berlomba tampil sebagai bintang iklan mereka sendiri. Dua-duanya punya modus yang hampir serupa untuk mengenalkan wajah dan ide-ide mereka.

Prabowo Subiankto kali pertama muncul dalam iklan televisi mengatasnamakan sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Saya sempat ingat dalam pelajaran sejarah tentang sebuah ormas pendukung Partai Komunis Indonesia (PKI) di tahun 1965 an. Ormas tersebut disebut Barisan Tani Indonesia (BTI). Kendati beda dukungan, keduanya sama-sama mengambil aspirasi petani sebagai sasaran utama gerakan mereka.

Jujur, saya awalnya tidak menduga maksud dari si Prabowo yang tampil atas nama petani tersebut. Tapi setelah KPU melakukan verifikasi partai peserta pemilu, saya baru sadar karena ternyata Prabowo adalah ketua Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerinda). Ealahhh...

Sekarang, iklan yang menampilkan Prabowo sudah berganti narasi. Awalnya berbunyi, SAYA, PRABOWO SUBIAKTO MENGAJAK ANDA UNTUK MENIKMATI PRODUKSI DALAM NEGERI DENGAN HARGA TERJANGKAU DAN MUTU YANG TERJAMIN. BAIK UNTUK MEREKA, BAIK UNTUK NEGERI. Sekarang sudah berubah menjadi SAYA, PRABOWO SUBIAKTO MENGAJAK ANDA BERGABUNG DENGAN GERAKAN INDONESIA RAYA.

Hal yang sama juga dilakukan oleh Sutrisno Bachir yang biasa dipanggil dengan SB (beda satu huruf dengan presiden kita SBY). Dalam iklan sebelumnya, SB membumikan istilah HIDUP ADALAH PERBUATAN. Iklan, wajah dan slogannya sudah merambah sampai ke pelosok negeri. Sampai akhirnya SB juga identik dengan Hidup adalah Perbuatan.

Tapi kini, kendati materi iklannya tidak juga beda (menampilkan SB sebagai lakon utama), narasi pun sudah diganti. Sekarang, slogan SB dalam iklan terbarunya adalah KINI SAATNYA SAYA BERBUAT UNTUK RAKYAT.

Saya pribadi belum bisa menerima ketulusan mereka. Seperti lagu Ahmad Albar dengan judul Panggung Kehidupan.

Dunia ini, panggung sandiwara.
Ceritanya mudah berubah
Ada peran wajar
Ada peran yang pura-pura

TAPI SAYA MASIH CUKUP WARAS DAN ENGGAN MENJILAT PANTAT HANYA SEKEDAR AGAR DAPAT PERAN UTAMA.

Jumat, Agustus 08, 2008

Part Tai Part Two

Dalam sebuah berita yang dilansir detiksurabaya.com tertanggal (08/08/08), disebutkan DPW PKB Jatim di bawah kepemimpinan Imam Nahrawi menggelar islah kepengurusan 38 DPC PKB se Jatim baik dari kubu Parung (Gus Dur) atau Ancol (Muhaimin Iskandar). Islah yang dilakukan oleh seluruh jajaran pengurus PKB se Jatim ini membesarkan dan memenangkan PKB pada pemilu 2009 nanti.

Ini dikatakan oleh Anwar Rachman, Wakil Ketua DPW PKB Jatim kubu Muhaimin Iskandar saat menggelar jumpa pers di kantor DPW PKB Jatim, Jalan Ketintang Baru, Surabaya. Anwar juga menyatakan, islah ini dilakukan seluruh pengurus PKB secara serempak di seluruh Indonesia, dan mungkin diawali di Jatim.

Jujur, saya selaku warga dan orang yang punya hak suara, langsung menghela nafas. Bukan lega karena perseteruan dalam partai tersebut selesai tapi menghela nafas karena maklum dengan kebijakan itu.

Mungkin banyak yang mengatakan kalau saya adalah orang yang apatis terhadap politik dan segala tetek bengeknya. Jujur pula saya katakan kalau saya memang orang yang apatis terhadap perjuangan –banyak politikus yang menyebut kegiatan mereka sebagai memperjuangkan suara rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi di negeri ini- mereka.

Saya sangat maklum dengan kebijakan kedua kubu tersebut. Saya mengibaratkan dengan anak kembar yang sedang bertengkar. Tapi karena dalam waktu dekat akan ada pesta dengan banyak makanan lezat, keduanya pun saya yakin akan bersama dan bersatu. Tujuannya, asal mereka bisa diundang dalam pesta dan makan makanan yang maha lezat itu. Masuk akal, khan?

Padahal, setelah mengumuman dan mengundian nomor partai beberapa waktu lalu dan melibat adegan lucu antara Muhaimin dan Yenny Wahid, saya sempat tersenyum. Kepada beberapa teman sesama wartawan, saya katakan kalau partai peserta pemilu bukan 34 seperti yang diumumkan KPU (Komisi Pemilihan Umum). Soalnya, khusus angka 13 (PKB) seharusnya ada 13 a dan 13 b.

Kejadian ini juga semakin MEMANTAPKAN saya sebagai orang yang tetap tidak menggunakan hak pilih saya. Tapi oleh beberapa sahabat, saya disarankan untuk tidak apatis terhadap kehidupan partai.


Menuruti saran para sahabat, saya sekarang mengaku kalau sedang mendekati dunia politik. Saya tawarkan mereka kaos murah untuk mereka bagikan mengelabui rakyat agar memilih mereka. Doakan dagangan kaos saya laris, ya.....

Selasa, Juli 29, 2008

Wartawan dan Superhero

Satu minggu ini saya melihat hampir semua bioskop trans TV yang mengambil tema batman. Sepanjang sepekan, saya melihat hampir semua sekuelnya (tentu saja, selain The Dark Knight karena memang film itu baru diputar di bioskop. Kalau diputar di TV, jelas tidak mungkin).

Saya melihat film tersebut dengan seksama dan menjiwai. Bayangkan, Bruce Wayne, bisa membagi waktu dan kepribadiannya menjadi 2 yang sejalan. Sebagai pengusaha yang sukses dan mempunyai kerajaan bisnis yang sangat sehat, dia juga bisa menjelma menjadi sosok menakutkan bagi penjahat.

Peran dan keluarbiasaannya tersebut selain didukung oleh pembantu setianya, Alfred, juga sejumlah fasilitas alat teknologi hebat hasil dari lembaga riset miliknya yang dibuat khusus untuk si Batman.

Pengembaraan otak saya tidak berhenti kepada sosok Batman yang mengambil sifat kelelawar sebagai hewan yang menakutkan, tapi pada sejumlah sosok superhero lainnya dan saya hubungkan dengan pekerjaan mereka.

Dari hasil itu, saya menemukan 2 superhero yang bekerja sebagai fotografer. Kalau boleh berbangga, fotografer satu kelompok dengan profesi yang saya tekuni sekarang, wartawan. Baik Clark Kent maupun Peter Parker adalah fotografer pada media di kota mereka.

Tapi sebagai fotografer, mereka tetap saja bisa mendedikasikan keluarbiasaannya untuk menyelamatkan orang yang teraniaya. Clark Kent pun bisa dengan kesejap mata menjadi Superman, si Manusia Baja. Hanya berada di belakang toilet sekian detik, dia sudah bisa menjadi manusia super dari Planet Crypton.

Belum lagi, Peter Parker dengan tangan dan kaki seperti laba-laba, dia juga bisa menjadi superhero di saat dibutuhkan. Pahlawan yang timbul akibat sengatan laba-laba hasil riset tersebut sempat diceritakan perang melawan sahabatnya sendiri. Dalam keadaan mendesak, si Peter bisa menjelma menjadi Spiderman.

Puas dengan superhero dari kelompok pekerjaan saya, muncul bayang-bayang superhero lain. Dia adalah Dare Devil. Pahlawan yang buta dan mengandalkan pendengarannya ini dalam kehidupannya adalah seorang pengacara. Sebagai pengacara, mungkin Matt Murdock atau biasa dipanggil Matthew, harus menghadapi ketidakadilan dalam proses peradilan dunia. Sebagai pelampiasan, Matthew pun menjelma sebagai sosok pembela kebenaran.

Dengan panca indra pendengaran yang luar biasa, digambarkan si Dare Devil bisa ‘melihat’ wajah wanita yang dicintainya dengan mendengarkan tetesan air hujan. Dengan cara yang sama, pahlawan yang bersenjata tongkat ini mengenali dan melawan penjahat.

Ada juga superhero dari kelompok ilmuwan. Dia adalah The Hulk, raksasa berbadan hijau tersebut sebenarnya adalah ilmuwan Bruce Banner. Reaksi sinar Gamma di laboratorium miliknya membuat tubuhnya bermutasi setiap kalu Buce marah. Tubuhnya membesar dan dibarengi dengan tenaga yang luar biasa.

Sejenak saya termenung. Saya sudah menemukan superhero dari pengusaha (batman), dari pengacara (dare devil), dari ilmuwan dan dari wartawan (superman dan spiderman) yang sebagian orang dianggap sebagai kelompok brengsek dan suka cari gara-gara dengan mengorek kesalahan orang lain.

Tapi saya belum menemukan superhero dari polisi yang sebenarnya di peran yang sebenarnya bertugas memerangi kejahatan dan menolong yang lemah. Bagaimana pun, saya harus mencarikan sosok superhero dari kelompok ini karena saya punya banyak sahabat di kepolisian.

Akhirnya saya pun menemukan satu-satunya sosok superhero dari kepolisian. Dia adalah Robocop. Robot polisi andalan kota Detroit ini awalnya adalan opsir Alex J Murphy.

Sayangnya, superhero ini tidak menjalani dua kehidupan yaitu sebagai manusia normal dan sebagai superhero. Robocop sendiri diciptakan setelah Alex J Murphy, dinyatakan mati dan hanya berfungsi organ otaknya saja. Jadi belum ada superhero dari sosok polisi (maaf untuk sahabat-sahabatku).

Jumat, Juli 18, 2008

Masakan Paling Enak

Bagi anda yang suka makan memakan atau dikenal dengan kuliner, tentu akan sangat penasaran dengan makanan yang paling enak. Saking menariknya menu yang menguras air liur ini, sejumlah televisi pun menayangkan program-program eksplorasi makanan dari 8 penjuru mata angin di Indonesia.

Bagi sebagian orang yang mengenal saya, tentu sedikit paham kalau saya adalah orang yang sulit makan. Tidak banyak menu yang saya suka. Sampai-sampai istri saya setiap kali kami datang ke pesta, pasti akan bertaruh kalau saya mengambil menu nasi goreng. Desakan dan bujukan istri untuk mencoba menu lain, saya abaikan.

Bagi saya, menu makanan yang paling enak di dunia adalah masakan ibu saya sendiri. Mengapa? Karena begitu lidah saya merasakan masakan kali pertama, itu adalah masakan ibu saya sendiri. Saya tidak pernah menemukan masakan seenak masakan ibu saya, walaupun istri saya sudah mati-matian meniru resep-resep beliau. Malah pernah sebulan istri saya di kampung dan belajar memasak kepada ibu saya, tapi hasilnya sama saja. Rasanya masih berbeda dengan masakan ibu saya. Bagi anda, tentu masakan yang paling enak adalah masakan dari ibu kandung anda sendiri.

Istri saya sempat kesal dan jengkel karena hal itu. Tapi saya selalu bisa menenangkannya dengan membelai rambut dan mengatakan, kalau hal itu tidak perlu dijadikan masalah. “Ajeng (panggilan saya untuk istri saya), kamu bisa juga menjadi koki terhebat di dunia. Masakanmu sudah menjadi makanan terlezat di lidah anak-anak kita. Mereka merasakan masakan pertama kali adalah masakanmu. Jadi jangan berkecil hati bila saya tidak begitu suka dengan masakanmu karena aku adalah anak dari ibuku,” kata saya setiap kali dia mempersoalkan masakannya.

Dan tadi pagi, saya sempat melihat tayangan televisi tentang koki terkenal Rudi Choirudin yang memasak rendang. Tapi saya sempat kaget karena bumbu yang dipakainya sudah siap saji dengan merek Kokita. Dalam hati, saya tersadar sudah banyak bumbu dan perlengkapan masakan yang siap saji. Lihat saja, santan siap saji sampai dengan aneka menu masakan yang juga sudah siap saji. Sampai-sampai sambal balado yang terkenal pun sudah tersedia dalam botol. Praktis memang cara memasaknya. Rebus daging hingga empuk dan masukkan bumbu siap jadi. Tak lama makanan itu pun siap deh…

Tapi ada yang hilang dari bumbu-bumbu siap saji itu. Mulai dari kristalisasi rasa sayang dan tanggungjawab yang tercampur dalam bumbu ulekan tangan ibu sampai dengan jumputan garam dan gula sebagai penyedapnya. Belum lagi butiran tanah liat atau batu yang berasal dari cobek ibu kita yang juga menjadi satu dalam bumbu itu. Bagi yang

Saya membayangkan ibu muda-ibu muda sekarang mulai masak dengan menu-menu siap saji tersebut. Hasilnya, kelak tidak akan ada koki terhebat di mata anak-anak mereka. Mereka akan merasakan masakan dengan bumbu dari pabrik yang sama.

Mengingat hal itu, saya bergegas ke dapur dan mencoba melihat apa isinya. Selama ini, saya kurang peduli dengan isi dapur dan menyerahkan semuanya pada yang berwenang. Setelah mencari di sejumlah tempat di bawah meja, saya menemukan kunyit, lengkuas, jahe, sereh, ketumbar, bawang merah dan putih serta sejumlah bumbu yang saya tidak tahu lagi.

Saya juga sempat membuka kulkas dan menemukan parutan kelapa yang belum sempat diperas santannya. Saya sempat menemukan sejumlah botol di rak atas dapur dan membacanya. Di sana ada saos tiram, minyak wijen dan saos sambal. Saya pun menghela nafas lega dan menghampiri istri saya yang sedang menjemur pakaian. Saya kecup keningnya dan berkata,” Kamu pasti berhasil menjadi koki terhebat. Terima kasih, Ajeng.”

Kamis, Juli 10, 2008

part TAI

Nyaris saja Saya Onani

Ya.. Nyaris saja saya onani. Saya beberapa hari ini, sedang tidak punya ide untuk tulisan, tapi ada yang membuat saya nyaris memaksakan diri mencapai klimak dengan ‘onani’. Apa itu?

Jujur, saya malu kepada seorang sahabat yang memberi komentar dalam blog saya. Dia menuliskan “mana posting baruuunyaaa....” saya tersenyum dan membayangkan dia mengatakan kalimat tersebut dengan intonasi seperti dalam iklan rokok edisi Obsesi Sutradara. Saya lebih tersenyum membayangkan dia mengatakan kalimat tersebut juga dengan sikap yang sama dengan bintang iklan tersebut.

Akhirnya saya tertolong dengan surat kabar yang terbit hari ini. Salah satu beritanya tentang pengundian nomor urutan partai dalam pilpres 2009, nanti. Saya tersenyum dan dari dalam otak saya, terdengar suara ‘cling’ pertanda ada ide untuk posting. Padahal, nyaris saja saya onani karena belum juga dapat ide untuk membuat tulisan.

Kembali ke labtop, eh... ke part TAI (judul saya yang diartikan sesuai dengan bahasa Inggris dan Indonesia). Jadi part TAI adalah bagian daripada xxx. Mengapa saya harus mengambil judul itu yang mungkin bagi sebagian orang (terutama orang-orang yang mencari makan dari partai) akan memaki. Malah andai saya dihalalkan dibunuh, mereka akan berlomba-lomba membunuh saya.

Bagi anda yang sempat melihat tayangan TV yang menampilkan Muhaimin Iskandar dan Yenny Abdulrahman mengambil kertas undian nomor partai, akan tersenyum. Bayangkan, politisi tingkat nasional bisa dengan sangat emosional dan kekanak-kanakan. Akhir dari tayangan, mereka berdua saling tuding sebagai pemilik sah nomor 13 (angka sial, man). Jujur, saya melihat hal tersebut, langsung tertawa. Tertawa saya sangat berlebih dan melebihi saat saya nonton srimulat.

Bagi saya, partai hanya sebuah warna yang nantinya akan digunakan untuk bergabung dan mencari kolega untuk memenangkan kedudukan. Partai tak lebih hanya sekedar warna kuning, merah, hijau, biru atau malah orange. Mereka hanya mencari kelompok untuk kepentingannya dan tidak pernah konsisten mulai dari tingkat nasional, tingkat propinsi sampai dengan tingkat kabupaten/kodya.

Mau contoh? Di tingkat pilpres bisa jadi partai kuning dan biru akan bersatu, sedang merah akan bergabung dengan hijau. Tapi di tingkat propinsi, kuning akan bergabung dengan hijau dan merah akan bergabung dengan biru. Tapi kombinasi yang berbeda berpeluang terjadi pada pemilihan kepala daerah tingkat II yang mungkin kombinasi partai pendukung salah satu calon, tidak akan sama dengan saat pilpres maupun pilgub.

Bagi saya, pilihan hidup adalah pilihan yang harus dijalani dengan konsisten. Tidak pernah berpaling, sedia di dalam suka dan duka sampai maut memisahkan (seperti janji pernikahan dalam pemberkatan). Kalau par TAI hanya sebuah warna yang dicampur aduk menyesuaikan dengan kepentingan dan peta kekuatan, bagi saya, NASI RAWON alias sami mawon alias sama saja!

Mungkin anda akan bilang kalau saya adalah golput dan itu tidak masalah. Anda memilih menikahi wanita yang berganti-ganti hanya karena ingin disebut sebagai laki-laki, itu sah-sah saja. Saya yang memilih menjadi bujang lapuk pun sah-sah saja.

Seorang sahabat mengutip pesan nasionalis kawakan. JANGAN PERNAH BERTANYA apa yang diberikan NEGARA. Tapi tanyakan apa yang sudah diberikan kepada NEGARA.

Saya pun menjawab, di Amerika orang bisa berpikiran seperti itu karena mereka bebas punya senjata yang digunakan untuk membunuh presidennya.

Di sini? Bawa clurit saja bisa ditahan dan dikenakan UU darurat nomor 12 tahun 1951.

Sabtu, Juli 05, 2008

Sistem MLM dalam Pilgub

Opo Sing Kenal Calonmu?

Untuk masyarakat Jawa Timur (maaf bila anda bukan warga Jatim), pemilihan gubernur semakin dekat. Pilkadasung (pemilihan kepala daerah langsung) akan dilaksanakan pada Rabu 23 Juli 2008. Itu artinya, penentuan pemenang akan semakin dekat.

Eh ngomong tentang pilkadasung, saya sempat tersenyum saat melihat spanduk dengan tulisan tersebut di perempatan Jl Kusuma Bangsa – Jl. Ambengan. Sekilas dalam benak otak saya yang kurang demokratis (karena tidak suka politik) ini dengan peribahasa kondang terkait dengan pilkada. Pilkadasung saya artikan Pil= pilih, ka=kadal (seharusnya kucing) da=dalam sung=sarung (seharusnya karung). Jadi pilkadasung setara artinya dengan memilih kucing dalam karung.

Kembali ke proses pilkadasung (terserah anda mengartikan yang mana), saya membayangkan sistem pemenangan calon dengan MLM (Multi Level Marketing). Sekilas saja, cara ini adalah melibatkan orang yang sudah menjadi downline kita untuk membuat downline-downline lainnya. Bila sistem ini berkembang dengan baik, akan terbangun pohon yang sangat luar biasa.

Salah satu aspek untuk membuat downline adalah trust (percaya). Artinya, siapapun yang menjadi downline seseorang, harus percaya dengan uplinenya tersebut. Demikian seterusnya...

Pertanyaan sederhana adalah dari lima calon gubernur Jawa Timur yang ada (Khofifah indarparawangsa, Sukarwo, Sunarjo, Sutjipto dan Acmady) apakah ada yang anda dengan kenal baik? Logikanya, dari sekitar 29,2 juta jiwa pemilih, hanya 10 persen yang kenal mereka (termasuk saudara, kerabat, famili, tetangga, paman, keponakan, teman masing-masing calon).

Artinya masih ada 50 persen diantaranya yang jadi rebutan para calon tersebut. Mereka pun akan menggunakan tim sukses untuk ‘mendekatkan’ jagoannya kepada kita yang bukan saudara, kerabat, famili, tetangga, paman, keponakan, teman dari sang calon tersebut.

Dengan sistem ini, anda yang tidak kenal dengan sang calon pun akan merasa dekat karena kebetulan ada adalah teman dari temannya calon atau tetangga dari tetangganya calon. Dengan cara ini, jumlah pendukung mereka akan lebih dari 10 persen seiring dengan kesuksesan mereka membangun pohon jaringan dengan sistem yang mirip MLM.

Saya? Saya jujur merasa beruntung bisa menyalurkan hasrat dan ambisi saya lewat sarana tulisan ini. Mengapa? Karena saya bisa menambah jumlah orang yang mengenal saya yaitu orang yang pernah membaca atau melihat web amburadul ini. Jadi bila saya mencalonkan gubernur Jatim, saya sudah punya lebih dari 10 persen pendukung karena saya juga punya saudara, kerabat, famili, tetangga, paman, keponakan dan teman. Ditambah lagi dengan orang yang pernah mengenal saya lewat jalur maya ini. hehehe





Senin, Juni 30, 2008

I Hate Monday

Sebenarnya ungkapan itu sudah lama menjadi kalimat yang populer bagi kalangan profesional muda. Mereka beralasan kalau hari Senin adalah hari yang menjemukan karena sehari (sebagian ada yang dua hari) sebelumnya, mereka menikmati libur akhir pekan. Bagi saya, sebenarnya saya nggak hate-hate banget sama Monday.

Tapi kejadian hari ini, benar-benar membuat saya harus mengucapkan hal yang sama. Padahal, sebelumnya, saya sudah terobati dengan hari Senin karena malamnya ada extravagansa tranTV yang menghibur. Tapi hari ini, saya benar-benar ikut membenci hari ini, Senin alias Monday.

Bayangkan, di awal hari, saya sudah mengalami kesialan pertama. Pasalnya, kesebelasan Jerman yang saya jagokan dan di perhitungan di atas kertas, cukup menjanjikan, malah terpuruk. Jerman yang sebenarnya punya mental juara karena pernah menjadi pemenang di Piala Dunia, malah dipecundangi tim Matador dengan skor 0-1.

Kesialan saya yang kedua, begitu bangun tidur dengan membawa kekecewaan, sudah dibangunkan oleh teman saya. Dia meminta saya segera datang untuk membayar kekalahan saya. Memang, semalam saya memang taruhan Rp 200 ribu dengan teman saya.

Setelah mandi dan siap-siap saya pun berangkat ke rumah teman saya tadi. Melihat kedatangan saya dengan muka kalah dan lelah, teman saya tersenyum. BOLA ITU BUNDAR, JENDRAL... kalimat itu mengingatkan saya dengan kalimat kader PKI saat membantai Pahlawan Revolusi.

Siang pun berlalu tanpa ada kejadian yang menyenangkan untuk saya. Seharian nongkrong di tempat tugas saya pun hanya dapat 1 berita yang cukup kecil. Di tempat lain pun, saya juga mendapatkan berita yang kecil-kecil juga.

Belum selesai menyesali diri dengan kesialan-kesialan yang saya alami, tiba-tiba HP saya berbunyi pertanda ada SMS masuk. Tanpa semangat, saya pun membuka dan ternyata dari istri saya. “YAH.., UANG BELANJA HABIS. GAJIAN MASIH LAMA?

Saya makin hate-hate sama Monday

Senin, Juni 23, 2008

Damai yang Indah




*Promosi tanpa Menghabisi

Sudah beberapa bulan belakangan ini, di kawasan Jawa Timur, mulai terpampang foto sejumlah tokoh yang sudah memberanikan diri mencalonkan menjadi gubernur Jawa Timur. Mereka menyatakan sebagai calon yang paling aspriratif dan sangat wajar bila mereka sekarang ini mau blusukan sampai di lorong sempit sekalipun.

Sekarang, mereka pun mau mendatangi pangkalan becak, warung kopi, sudut pasar yang becek sampai dengan tempat pembuangan sampah sekalipun. Entah apakah kelak bila mereka berhasil duduk sebagai Jatim 1 (istilah untuk gubernur Jawa Timur), mereka masih mau bersikap seperti itu. Saya belum yakin!!

Sekarang saja, ada sikap mereka yang sepertinya membingungkan rakyat yang notabenenya adalah orang yang harus mereka layani. Dalam slogan-slogan mereka, sering tersindir slogan-slogan calon lain. Mungkin bagi para politikus, cara sindiran tersebut adalah sah-sah saja. TAPI BAGI SAYA YANG TIDAK TAHU POLITIK, ITU TIDAK ETIS!!!

Lihat saja, dalam promosi (saya lebih suka menyebut promosi daripada kampanye karena artinya sama saja) salah satu calon menyebutkan cetakan ini hasil dari dana gotong royong, bukan dari dana APBD. Padahal, calon yang lain mengatakan dalam slogannya APBD untuk rakyat. Terang dan jelas sudah sindiran itu.

Atau lihat slogan calon yang lainnya lagi. Dalam banyak poster, dia menyebutkan kalau NU bisa menjadi Gubernur, mengapa jadi Wakil Gubernur. Tentu saja, slogan ini sangat jelas menyindir pasangan calon lain yang menempatkan kader NU pada posisi wakil Gubernur.

Mau contoh lagi? Pada poster dan baliho salah satu calon, menyebutkan mengapa pilih Pakde, kalau ada bapak’e dewe. Sebutan Pakde juga dikenal dengan sosok calon yang lain. Belum lagi pemilihan warga pada singkatan pasangan gubernur dan wakil gubernur dengan warna-warna yang dikenal milik partai-partai besar.

Sekali lagi, bagi saya yang tidak suka politik, cara ini tidak etis karena mulai menyindir calon atau kompetitor lain. Karenanya, saya sampai saat ini, belum siap menjadi kader sebuah partai, calon anggota DPRD tingkat I, II atau pun DPR. Termasuk saya sangat tidak siap menjadi CALON GUBERNUR JAWA TIMUR.

Sabtu, Juni 21, 2008

Bahasa Lagu

ADIKKU melanggar hukum …
AKU yang menjadi saksi …
PAMAN penuntut umum …
AYAH yang mengadili …
Walaupun IBU gigih membela …
Yang salah, diputus salah …
(syair lagu khosidah yang saya sudah lupa apa judulnya. Bila anda belum pernah mendengar lagu lama ini, silahkan telpon ke +623170686988, saya akan mendendangkan lagu tersebut. Asal, anda sudah siapkan segumpal kapas)

Saya beberapa waktu belakangan ini suka mengenal lagu-lagu yang mencerminkan ungkapan hati pencipta dan secara bersamaan juga ungkapan hati orang-orang yang menggemarinya. Saya yakin, bila kita menyukai sebuah lagu, selain karena solmisasi tapi juga ide dasar dari lagu tersebut.

Termasuk lagu yang sengaja saya kutip sairnya di awal tulisan. Coba anda baca lebih teliti isi dari lagu tersebut. Walaun tersangka adalah anak, adik atau keponakan sendiri, tidak mempengaruhi keadilan dan keputusan yang hendak diambil. Komentar saya tentang lagu tersebut adalah RUARRR BIASA….

Bayangnya, hukum pun tetap berpijak pada siapa yang benar walaupun seluruh anggota keluarga terlibat dan berperan dalam proses mencari keadilan. Kalau di dunia nyata, mana bisa? Di alam nyata, hubungan sahabat saja sudah cukup kuat untuk mengintervensi hukum agar berpihak pada hal yang menguntungkan. Bukan pada hal yang benar.

Atau sekedar mengingatkan tentang lagu slank yang sempat mengundang kritikan dari kalangan DPRD terkait dengan kutipan syair-syairnya. Belasan tahun lalu, Doel Sumbang pun sempat mengalami pencekalan akibat syair-syair lagu yang dianggap porno. Penyanyi lain yang juga pernah merasakan pencekalan adalah Iwan Fals, Gombloh yang penyanyi asli Surabaya sendiri juga mengalami hal tersebut.

Bicara tentang lagu, saya teringat kembali semasa SMA kelas 1 dan sangat naksir kepada teman sekelas saya. Saat itu, bersamaan muncul album dari Tito Sumarsono dengan judul ‘Untukmu’. Merasa cocok dengan isi hati, saya pun membeli kaset tersebut dan menjadikan kado kepada teman yang saya taksir. Saat itu dia tetap tidak mau menerima cinta saya dan baru 5 tahun kemudian, setelah lagu itu hilang dari pendengaran, dia menerima cinta saya.

Sayangnya, jodoh tidak mempertemukan kami di mahligai perkawinan. Sejak saya menikah dan dia menikah, lagu yang dia suka pun berubah menjadi RINDU YANG TERLARANG yang dinyanyikan oleh Broery Pesolima dan Dewi Yull.

Beberapa waktu lalu, kami sempat bertemu dan dalam perbincangan beberapa kali, dia pun merubah lagu wajibnya dengan mendendangkan bait.. JADIKAN AKU YANG KEDUA, ASALKAN DIRIKU BAHAGIA…(*)

Jumat, Juni 20, 2008

Istrimu Ibarat...

Kamis, 19 Juni 2008 malam, ada komentar dari seorang teman sekaligus sahabat saya yang kebetulan menjadi perwira polisi. Dia memaklumi apa yang saya lakukan, malam itu walaupun sebenarnya kami (ada beberapa wartawan lain) yang janjian ketemu dan menghabiskan malam. Dia mengatakan, jihad fisabillah (berjuang di jalan Allah). Opo hubungane? Mudeng apa puyeng, sampean?

Saya jadi teringat tentang sebuah kisah lama yang saya dengar kali pertama dari rekaman dahwah KH Zainuddin MZ, dai sejuta umat. Begini ceritanya, sekedar mengingatkan anda yang mungkin saat Zainuddin memberi ceramah, anda sedang tidur.

Kisah itu bermula dari kedatangan seorang sahabat kepada Nabi Muhammad dan mengaku telah membuat kesalahan besar. Berikut dialog antara Nabi Muhammad SAW dan sahabat tersebut, disarikan ulang dari dahwah sang dai kondang.

Sahabat : Ya, Rasul, saya semalam telah melakukan dosa besar.
Nabi : Dosa apakah yang telah engkau lakukan, wahai sahabatku?
Sahabat : Saya semalam telah membalik kendaraan saya (arti membalik kendaraan saya, seperti dikutip ulama tersebut adalah menyetubuhi istrinya dari belakang).

Kalau bahasa saya, mungkin lebih tepat dan lebih pas dengan istilah doggy style alias gaya anjing. Saya berpikiran mungkin Zainuddin tidak kenal istilah itu atau sang sahabat tersebut terlalu malu untuk mengucap hal vulgar seperti saya, yang hanya SAHABAT ORANG BIASA SAJA.

Kembali ke dialog Nabi dan Sahabatnya tersebut. Sesaat mendengar pengakuan sahabatnya, Nabi terdiam dan akhirnya mengeluarkan sabdanya, Istrimu ibarat ladang bagimu, datangi sesukamu dari arah mana saja, tapi jauhi dua hal. Yaitu dubur dan waktu haid.

Jujur, dari beberapa rekaman kiai tersebut, cerita ini sangat saya kenal dan saya pahami. Hadist ini pula yang saya ajukan kepada istri saya saat dia menolak bercinta dengan cahaya kamar yang terang. Dia juga pernah menolak saat saya hendak mencium dan menjilat bagian tersensitifnya.

Dengan hadist itu pula, akhirnya saya sekarang leluasa melakukan apa saja kepada ladang, eh... istri saya. Mau miring, tengkurap, tengadah seperti posisi lama atau malah ladang berada di atas saya, semua sudah pernah.

Sekarang, istri saya sudah menjelma menjadi istri orang modern, khusus untuk saya, petaninya. Tidak sekedar melumah, mbegagah, pasrah. Kini sering kali dia melengkapi itu semua dengan bilang aah... ahh... ahh. Hebat bukan?

Minggu, Juni 08, 2008

Wak... kakakak

Hari ini saya baru saja bertemu dengan teman yang sudah lama tidak berjumpa. Saya sangat senang karena memang teman saya ini dikenal sebagai teman yang cukup kontroversi. Malah sebagian diantara kami menyakini kalau dia sebenarnya sudah nyaris menjadi atheis.

Saya sendiri sudah yakin andai lebaran dia tidak pulang ke kampung halaman, dia tidak akan sholat idul fitri. Malam itu, kami melepas rindu dan juga melepas kepenatan pekerjaan sehari-hari. Awalnya, kami membahas tentang BBM yang naik tapi tak lama kemudian berganti tentang bursa taruhan piala eropa.

Hanya saja, akhirnya kami pun bosan dan mulai nyerempet tentang agama. Sebenarnya saya sudah menolak sejak awal karena materi ini materi yang cukup berbahaya. “Agama tidak harus ditelan mentah-mentah. Tuhan saja membebaskan umatnya berusaha mencari kebenaran kok, kenapa Kamu yang marah-marah,” kata teman saya -sebut saja inisialnya cmt-.

Akhirnya karena memang sudah terdesak, saya pun tidak mau berdiskusi panjang dengannya. Maklum, selain pikiran saya sudah tidak fresh, malam sudah cukup larut. Rokok mulai habis hingga mulut pun beberapa kali menguap.

“Rukun Islam itu ada lima, Shahadat, Sholat, Zakat, Puasa dan menunaikan Ibadah haji bagi yang mampu. Benar apa betul,” kata Cmt dengan logat ala Zainuddin MZ. Tentu saja karena memang benar, kami pun diam dan tersenyum menunggu apa yang akan dikatakannya.

Tak lama kemudian, dia mempertanyakan mengapa yang mendapat sebutan kok hanya yang bisa menunaikan haji. “Seseorang akan dipanggil wak haji bila sudah pernah ke mekah. Haji sekarang sudah beda dengan haji jaman dulu, men. Sekarang ada haji yang buka rumah bordir di Dolly. Ada haji yang jadi penadah maling. Haji sudah bukan bukti kalau orang itu suci,” cerocosnya.

Merasa mendapat angin, Cmt terus melanjutkan ocehannya. “Seharusnya, kalau memang haji disebut dan dicantumkan sebagai embel-embel di depan nama seseorang, seharusnya ada juga Wak Shahadat untuk yang masih hanya bisa membaca shahadat. Wak Sholat untuk yang sudah bisa sholat. Wak zakat yang sudah bisa bayar zakat dan wak puasa yang sudah bisa menunaikan puasa. Baru kemudian saya terima bila ada yang dipanggil atau memanggil seseorang dengan Wak Haji,” katanya bak peluru senapan mesin menyerang musuhnya.

Kami pun terdiam sejenak dan memikirkan wak apa yang pantas bagi kami. Mas Budi, yang sekarang bekerja sebagai juru tagih bank, saya kira layak dipanggil dengan Wak Puasa. Mas Heri yang jadi tukang parkir di sebuah ruko, layak dipanggil dengan Wak Zakat karena saya tahu, dia jarang puasa di bulan ramadan dengan alasan musafir. Sedang Dik Rudi yang hingga kini masih belum mapan dan lebih banyak tergantung kepada kami semua layak disebut sebagai Wak sholat.

Lalu Cmt yang sekilas memang tampak jauh dari Tuhan tersebut, saya dengar sempat berucap kalimah syahadat setelah menyerang kami dengan racunnya. Bolehlah dia disebut wak shahadat. Lalu untuk saya yang belum sempat melakukan apa-apa tinggal Wak... kakakak.

Senin, Juni 02, 2008

Pancasila Cinta Laura

Dunia Indonesia semakin aneh saja. Satu dari sekian banyak contoh unik nan menarik adalah peringatan hari lahirnya Pancasila (dasar negara) yang jatuh pada 1 Juni 2008. Peringatan tersebut diprakarsai oleh Guruh Sukarno Putra (anak dari sang proklamator sekaligus Presiden pertama RI) di rumahnya. Bukan masalah siapa yang mengadakan, dimana dan dengan uang siapa peringatan tersebut digelar.

Tapi yang cukup menggelitik saya adalah orang yang membacakan teks Pancasila adalah Cinta Laura, artis muda cantik yang dikenal dengan logat luar negerinya –kalau tidak salah, dia mengaku ada darah Jerman-. Untuk yang belum pernah dengar dialegnya, mirip logat belanda dalam ketoprak kita. Bedanya, tidak pakai ekstrimis dan inlander..

Saya pribadi bukan protes dengan penunjukkan petugas yang membaca teks pancasila. Tapi saya kaget karena dalam tayangan di infotament, sang Cinta Laura mengaku belum pernah membaca pancasila. Ini karena selama hidupnya, Cinta sekolah di sekolah internasional yang hanya menerapkan 1 jam seminggu untuk pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) -sekarang diganti dengan PPkN- dan 1 jam untuk Bahasa Indonesia. Maklum, sekolah ini banyak orang keturunan bulenya daripada turunan lokal.

Dalam tayangan infotaiment tersebut, Cinta lagi-lagi dengan sangat yakin bahwa pernah membaca atau malah hafal Pancasila bukan jaminan sebagai warga negara yang baik. Menurutnya, pengabdian terbaik adalah apa yang bisa dilakukan untuk negara dan bukan hafalan-hafalan tersebut. Benarkah?

Saya lalu mencoba membandingkan apa yang dilakukan Cinta saat membacakan Pancasila dengan kasus lain. Andai dalam sebuah pengajian, yang membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an adalah seorang muallaf yang belum fasih membaca Al Qur’an. Padahal, dalam pengajian tersebut hadir orang-orang yang fasih dan mungkin hafal ayat-ayat suci tersebut, bagaimana komentar anda?

Atau contoh lain, dalam sebuah misa kebaktian yang memberikan pemberkatan adalah hamba Tuhan yang baru dibukakan hatinya, tentu akan cukup janggal. Terlebih bila dalam misa kebaktian tersebut dihadiri banyak hamba Tuhan yang sudah menerima Tuhan sebagai pengiring dan penebus dosanya.

Atau mau contoh yang lebih vulgar lagi? Bayangkan bila dalam sebuah kelas yang seluruh muridnya sudah lulus SD kemudian yang berdiri di depan kelas adalah anak TK yang baru belajar membaca, bisakah. Bukan tidak mungkin, kelas tersebut akan cepat jenuh. Ini karena :
Pe A N, PAN. Ce A, CA. Es I, Si. El A, LA. PANCASILA..
Es A, SA. Te U, TU. SATU. Ka E, KE. Te U, TU. Ha A N, HAN. Ye A NG, YANG. Em A, MA. Ha A, HA. E Es A, ESA. Dst... Dst..

Tapi bagaimana pun, PANCASILA tetap CINTA LAURA.

Minggu, Juni 01, 2008

Gombal Warming

Tadi pagi, saya berangkat kerja dan melintas di dekat proyek pembangunan jalan layang alias tol di sekitaran Bunderan Waru (Sidoarjo). Saya melihat puluhan truk yang datang membawa tanah uruk untuk persiapan pembangunan pengembangan jalan tol tersebut.

Setiap hari, saya memang melintasi jalan tersebut dan baru tadi pagi saya terlintas pertanyaan. Darimana tanah uruk tersebut diambil? Dimana ada pabriknya, bila tanah urug tersebut diproduksi. Tentu saja, hanya ada jawaban bahwa tanah uruk tersebut adalah hasil dari pengerukan gunung kecil yang ada di Jawa Timur, sekitaran Surabaya.

Saya kemudian teringat dengan luapan Lumpur Lapindo Sidoarjo yang juga membutuhkan banyak tanah urukan untuk pembangunan tanggul dan penguatan tanggul agar luberan lumpur bisa dilokalisir. Pertanyaannya juga sama, darimana tanah-tanah tersebut diambil? Tentu saja dari gunung-gunung yang dikeruk tanahnya hingga rata.

Saya kemudian tertarik dengan kejadian pengerukan gunung-gunung tersebut. Malah yang saya dengar dari sejumlah pecinta alam, Gunung Penanggungan yang memang dikenal sebagai gunung terkecil di gugusan kawasan Pandaan, sebagian sudah growong karena banyak dikeruk dan dibawa ke kota.

Andai gunung itu hilang, tentu saja manusia yang paling merugi. Pasalnya, akibat gunung yang hilang, luasan tanah yang bisa ditempati akan berkurang. Anda mungkin sedikit bingung. Begini, bila gunung tersebut masih berdiri kokoh, maka luasan tanah yang bisa ditempati adalah dengan menghitung luas bangunan kerucut yaitu luas lingkaran kaki gunung dikali tinggi dibagi 3. Jumlah ini akan berkurang jauh bila kerucut tersebut hilang hingga luasan tanah yang bisa ditempati hanya seluas lingkaran kaki gunung.

Pertanyaan yang menggelitik lainnya adalah aliran lumpur yang Lapindo yang dibuang ke laut lewat Kali Porong. Dampaknya, tentu saja akan terjadi pendangkalan laut yang akan membuat permukaan air laut bertambah tinggi. Ketinggian air laut akan bertambah bila kita menyakini telah terjadi global warming di kutup utara dan selatan terjadi pencairan salju abadi di sana.

Pendangkalan laut ini akan semakin gila bila ditambahkan variabel lain termasuk kikisan tanah sepanjang sungai yang tanahnya gundul. Tumpukan sampah yang juga terbawa aliran sungai sampai dengan pembangunan jembatan antarpulau (termasuk Suramadu) yang secara teori juga mempengaruhi ketinggian permukaan air laut (salah satu benda yang mempengaruhi ketinggian air laut termasuk kaki pondasi jembatan tersebut). Contoh sederhana adalah segelas air bila dimasuki benda, permukaan airnya akan naik.

Bayangkan, kalau semua variabel tersebut berpengaruh, bukan tidak mungkin pulau-pulau kecil akan tenggelam dan luasan pulau yang kita tempati akan semakin sempit. Jelas khan? Luasan tanah tersebut semakin sempit karena sudah banyak gunung yang habis dan rata dengan tanah.

Lalu ketika semua unsur alam semakin mengancam kita, baru kemudian ada peringatan global warming. Banyak pihak yang mulai kelabakan dan melakukan upaya penyelamatan mulai dari penanaman pohon, produk ramah lingkungan sampai dengan stop makan daging. Ah... global warming benar-benar GOMBAL!!!!

Selasa, Mei 27, 2008

Cinta, Penderitaan Tiada Akhir

Cinta sepasang anak manusia adalah “the never ending story”, cerita yang tidak pernah selesai. Orang tidak pernah berhenti bicara tentang cinta. Dan selalu ada yang baru tentang cinta.Tidak terhitung banyaknya kreativitas yang lahir karena cinta. Sumber inspirasi yang tidak pernah habis adalah cinta.

Betapa dahsyatnya kekuatan cinta. Dengan kekuatan cinta, orang rela memberi dan berkorban apa saja, tapi dengan kekuatan cinta pula orang dapat membenci atau bahkan membunuh. Kekuatan cinta juga dapat mengelabui. Coba lihat kisah cinta Romeo and Juliet. Dunia menjadikannya legenda kisah cinta sejati. Nyaris tidak ada orang yang percaya bahwa kisah itu hanya imajinasi, sastrawan Inggris William Shakespeare.

Cinta juga sangat menyakitkan. Mengutip kata-kata yang sering diucapkan oleh Pat Kai, dalam kisah ledenda Negeri Cina, mencari kitab suci (pada masyarakat kita juga dikenal dengan kisah kera sakti). Dalam 1000 reinkarnasi dan berakhir sebagai siluman babi, tidak ada satu pun wanita yang dicintai Pat Kai berhasil didapat. Dalam 1000 kehidupannya, 1000 kali pula kegagalan cinta dirasakan. Cinta adalah penderitaan tiada akhir, begitu kata-kata Pat Kai untuk kisah cintanya.

Cinta pula yang banyak mewarnai kisah tokoh besar dunia. Seperti bangunan Taj Mahal, di Kota Agra, lndia yang populer di dunia karena kemegahan dan keindahannya. Ini karena seluruh bangunan terbuat dan marmer berkualitas tinggi, bahkan bagian-bagian dari dindingnya bertahtakan berlian. Bangunan ini merupakan bukti cinta dari seorang Kaisar Moghul, Shah Jehan kepada istrinya Mumtaz.

Tokoh besar dunia yang tak lepas dari hebatnya cinta adalah Adolf Hitler. Sebenarnya nama ini sangat erat dengan gerakan Nazi Jerman yang begitu kejam dan sadis. Di tangan penguasa ini, ribuan orang Yahudi mati mengenaskan. Dia juga mempunyai ambisi untuk menjadi pemimpin dunia. Tetapi siapa sangka kalau ia tidak sanggup menerima kenyataan meninggalnya wanita yang dicintainya. Dua menit setelah kematian istrinya yang bunuh diri, Hitler menyusul dengan cara yang sama. Dan untuk mempertahankan cinta mereka, mayat keduanya dikremasikan bersama. Ini sesuai dengan pesan Hitler dalam pesan terakhirnya.

Keputusan yang mengejutkan juga dilakukan oleh raja Edward VIII dari Inggris yang rela kehilangan tahta demi untuk menikah dengan wanita yang dicintainya. Edward mengumumkan pengunduran dirinya sebagai raja untuk menikah dengan Wallis Simpson, seorang janda yang telah dua kali menikah. Begitulah cinta, Edward bahkan berkata, ”Aku tidak mungkin memikul tanggungjawab yang begitu besar sebagai raja, tanpa dukungan wanita yang aku cintai”.

Yang tidak kalah hebatnya adalah akhir dari perkawinan Agung Pangeran Charles dengan Lady Diana yang menyita perhatian jutaan orang di dunia, ternyata berakhir tragis. Charles tidak dapat melupakan teman kencan lamanya Camila Parker, seorang wanita yang sudah mempunyai suami. Perselingkuhan ini membuat Lady Diana sangat kecewa dan tertekan. Lady Diana yang sangat dicintai rakyat Inggris karena keanggunan dan kepribadiannya, ternyata harus menderita menghadapi hubungan gelap suaminya dengan wanita tua yang tidak berparas cantik bahkan disebut nenek sihir oleh rakyat Inggris.

Sekali lagi, cinta memang abstrak dan tidak terdeskripsikan. Cinta juga tidak dapat diukur. Siapa yang dapat mengukur intensitas cinta? Dapatkah kita mengatakan cinta seorang pengusaha yang memberi permata kepada kekasihnya lebih dalam daripada cinta seorang gembel yang memberi sepotong baju kepada sang kekasih?

Cinta juga kadang aneh, sulit diterima akal. Orang seperti Adolf Hitler yang kejam dan tidak mempunyai belas kasihan ternyata takluk karena cinta hingga bunuh diri. Demikian juga Pangeran Charles yang di mata dunia telah mendapat wanita ideal, ternyata berselingkuh dengan wanita tua yang tidak menawan. Itulah cinta, tak bisa dipaksakan atau memaksakan.(**)

Jumat, Mei 02, 2008

Hoi... Ada Flexi di Neraka

Sebenarnya saya sendiri sudah cukup lama terganjal dengan fasilitan komunikasi milik Telkom ini. Hanya karena teman saya banyak yang memakainya, saya sendiri terpaksa memakainya. Dulu saya ingat benar pertamakalinya membeli perdana Flexi ini. Saat itu, saya sudah pakai nomor GSM dan belum tertarik dengan fasilitas CDMA.

Sabtu, April 12, 2008

Hore!!!... Saya Boleh Poligami

Siapa saja yang membaca tulisan ini, pasti akan mengatakan kalau saya adalah laki-laki yang beruntung walaupun bukan yang paling beruntung. Mengapa? Banyak atau malah sebagian besar laki-laki ingin berpoligami dan tiba-tiba istri saya mengijinkan saya untuk berpoligami. Padahal, kalau saja saya ditanyakan apakah ingin berpoligami, saya akan menjawab....... SANGAT MAU (berarti saya laki-laki normal).

Kalau saya diperbolehkan menikah lagi, ada beberapa wanita yang ingin saya jadikan pendamping kanan (karena yang kiri sudah ada istri saya sekarang). Mereka (eh... berarti wanita itu ada lebih dari satu) adalah mantan kekasih saya semasa SMA dan satu lagi juga mantan kekasih saya saat bekerja.

Merekalah yang juga saya inginkan menjadi makmum saya dalam rumah tangga. Dengan bantuan 3 wanita terhebat dalam hidup saya, saya kayaknya yakin kalau surga dunia akherat bisa saya capai. Bagaimana tidak, ketiganya adalah kombinasi yang sangat hebat untuk kesempurnaan hidup saya.

Saya kemudian membayangkan (sudah menikahi 2 wanita itu) sebagai charlie yang selama hidupnya, dijaga oleh 3 wanita cantih yang tangguh dengan kelebihan yang berbeda-beda. Yang satu sangat manja dan menyerahkan semuanya kepada saya hingga membuat saya seperti laki-laki yang sangat mumpuni.

Yang satunya lagi sangat mandiri dan cakap tampil di rumah rumah untuk mempertahankan citra dan kelas seorang Charlie. Tugas ini juga sangat perlu karena seringkali, kebahagiaan rumah tangga seseorang, diukur dari tingkat kepedulian kepada sosial di sekutarnya.

Sementara yang satunya, sangat cakap dalam pendidikan anak dan urusan rumah tangga. Mata yang jeli dan tidak suka hal yang tidak rapi, akan membuat istana kami tampak rapi, sempurna dan menyenangkan bagi penghuni-penghuninya.

Ijin untuk menikah lagi setelah, kemarin malam saya nonton TV yang kebetulan menayangkan iklan XL. Dalam iklan yang ingin membuktikan sebagai tarif seluler termurah, dengan menampilkan seorang yang sebelumnya termakan sumpah (iklan produk yang sama) telah menikahi seekor monyet, kembali termakan sumpah kemudian menikahi seekor kambing.

Saya sempat tertawa karena iklan tersebut kendati mengada-ada, cukup mengena. Terlebih di akhir tayangan, si monyet yang jadi istri pertama sempat melempar piring pertanda cemburu. Saya semakin tertawa hingga membuat istri saya yang sedang tidur, terbangun kemudian menghampiri saya.

Istri saya menanyakan apa yang lucu dan saya pun menceritakan iklan tersebut. Ternyata, dia juga sudah pernah melihat iklan yang sama dan mengatakan, apakah memang keinginan laki-laki adalah berpoligami, sebagaimana digambarkan dalam iklan tersebut.
Jujur, kendati sebenarnya saya membenarkan apayang ditanyakan, tapi saya tidak menjawab karena saya sendiri laki-laki dan saya juga ingin poligami, sama seperti kebanyakan laki-laki termasuk tokoh sial dalam iklan tersebut. Khan, saya tidak mungkin membongkar rahasia laki-laki?

Karena saya tidak memberi jawaban, istri saya pun bangkit dan berlalu setelah sebelumnya mencium tangan saya, sebagaimana kebiasaan setiap saya pulang kerja dan dia terbangun di tengah malam. “Sampean boleh kok menikahi mereka,” katanya sambil kembali masuk ke kamar untuk ngeloni anak kedua saya.

Hore.... saya boleh berpoligami akhirnya. Malah tidak tanggung-tanggung, saya boleh menikahi mereka sekaligus. Dalam benak saya, ketika istri menyebut mereka, saya langsung terpikir dengan mantan kekasih saya semasa SMA dan saat kerja. Tapi saya langsung tersadar kalau kekasih saya di SMA bukan seekor monyet dan kekasih saat kerja bukan seekor kambing. Asem... asem....

Selasa, April 01, 2008

Hebat, Hemat

Belakangan ini, warga Surabaya terutama yang membaca media massa cetak, lebih banyak membaca pemberitaan terkait ditangkapnya penyuap polisi. Tidak tanggung-tanggung, mulai yang menyuap polisi dengan jumlah puluhan ribu saat operasi sampai dengan penadah perampokan spesialis kontainer yang menawarkan uang Rp 750 juta, agar tidak diproses hukum. Hebat...hebat.....

Dalam hati, jujur saja, saya sangat kaget dengan pemberitaan tersebut. Kendati masih meragukan tindakan tersebut dilakukan sepenuh hati dan sesadar-sadarnya, saya ingat dengan apa yang saya alami, belasan tahun lalu. Saat itu, pada kalangan pemilik sepeda motor sangat ketakutan dengan polisi lalu lintas.

Bayangkan, saat itu saya –dan pemilik sepeda motor lainnya- akan melengkapi sepeda motor dengan selengkap-lengkapnya. Mulai dari spion, lampu sign sampai dengan klakson. Malah saking takutnya kami saat itu, di bawah jok motor juga kami sediakan amplas dan peniti selain kunci-kunci sekedarnya. Kami juga akan sangat kebingungan saat pentil ban kami tidak dilengkapi dengan penutup. Kabarnya, untuk tutup pentil, peniti dan amplas, dihargai Rp 5 ribu bila terkena operasi.

Kini, dalam minggu terakhir ini saya mendapat polisi yang benar-benar hebat. Bayangnya, dalam penindakan atas pelanggaran yang ditanganinya, mereka tidak mau menerima uang sepeserpun karena sudah menempatkan diri sebagai petugas antisuap. Bayangnya, tawaran uang sejumlah Rp 750 juta, sudah ditolak.

Padahal, bisa saja tawaran yang diajukan penadah, cukup ringan yaitu penyidikan cukup dihentikan sampai pada tingkat pelaku yang sudah ditangkap. Sedang untuk penadahnya, tidak perlu disentuh. Toh, tidak banyak warga yang tahu siapa penadah dari hasil kejahatan tersebut.

Tapi yang membuat saya lebih salut lagi adalah kehebatan polisi seperti yang sudah saya sebutkan ternyata membutuhkan biaya yang sangat ringan. Mengutip salah satu slogan sebuah produk vendor telepon seluler, hebat, hemat.

Bagaimana tidak hemat, sampai sekarang biaya operasional kepolisian belum semuanya tercukupi dari anggaran dinas. Mau tahu? Lihat saja uang yang didapat babinkamtibmas dari kunjungan ke tokoh masyarakat. Dari setiap kunjungan, babinkamtibmas hanya mendapat uang Rp 6 ribu saja. Padahal, bisa jadi jarak tempat-tempat yang harus didatangi, belum tentu berdekatan.

Atau mau bukti lainnya yang akan lebih mengagetkan. Coba hitung sendiri data-data di bawah ini. Setiap mobil patroli Mitshubisi Kuda mendapat jatah BBM 8 liter untuk 24 jam. Seandainya setiap liter bisa menempuh jarak 10 km, sesuai jatah bensin, mobil hanya bisa menempuh 80 km. Jarak tempuh ini dibagi dengan 24 (masa tugas) dan didapat 3,3 km.

Toh walaupun petugas hanya bisa menjalankan mobil sejauh 3,3 Km, setiap jamnya, mereka tetap mengutamakan tekadku pengabdian terbaik, sebagaimana motto mereka. Sampai sekarang pun, polisi masih bisa melayani masyarakat dengan baik sebaik-baiknya seperti sekarang ini.

Pertanyaan yang tersisa, menjalankan mobil polisi sejauh 3,3 km setiap jamnya tersebut apakah masih layak disebut dengan patroli?(***)