Minggu, Desember 09, 2007

Korupsi, Sudah Tradisi…

Noor Arief Kuswadi
(Refleksi Peringatan Hari Antikorupsi 2007)

Hari ini, 9 Desember 2007, diperingati sebagai hari antikorupsi. Benar memang hari peringatan itu digelar, tapi mungkinkah korupsi berhasil diberantas dari negeri ini? Ada banyak hal yang berkecamuk dalam otak saya. Apa itu?
Ini semua bermula dari bangun tidur. Bagi banyak orang, bangun tidur adalah merasakan badan segar setelah sehari sebelumnya bekerja keras membanting tulang. Tapi yang saya alami tadi pagi, sebaliknya.
Saya terbangun karena istri tercinta ngomel tak karuan di dalam kamar tidur. Padahal, saya baru saja tidur kurang dari 2 jam setelah semalam meronda giliran jaga kampung. Letih dan penat memang. Tapi ternyata, jauh lebih lelah setelah mendengarkan omelan sang istri.
Istri saya di dalam kamar ngomel dan menggerutu atas sikap Rita, pembantu kami. “Masak, disuruh belanja, bukannya menghemat, malah ngentit. Kalau begini caranya, uang belanja tidak sampai akhir bulan,” gerutunya.
Jujur, dalam masalah pengelolaan keuangan, perempuan memang luar biasa. Saya tidak tahu, gaji saya antara sebelum menikah dan sesudah menikah, tidak jauh berbeda. Tapi anehnya, setelah saya menikah, banyak barang rumah tangga yang bisa saya beli dan dikumpulkan istri hingga nyaris memenuhi 2 lemari kaca. Mulai dari piring berbagai motif dan ukuran sampai dengan gelas segala jenisnya.
Kembali ke Rita, sang pembantu kami yang baru bekerja 2 bulan ini. Pagi itu, dia disuruh belanja istri saya ke pasar dengan membawa selembar catatan barang dan sayur atau pun lauk yang harus dibeli. Dan karena memang perempuan murni, harga setiap satuan barang yang hendak dibeli sudah dihafal luar kepala.
Baru menjadi masalah setelah Rita pulang dan membawa barang belanjaan lengkap. Sayangnya, mungkin karena dianggap sebagai uang transpor, uang kembalian yang berjumlah hampir Rp 10 ribu tersebut, tidak diserahkan ke istri saya melainkan dibelikan minuman dan sisanya dimasukkan kantong.
Sikap inilah yang membuat marah istri saya. “Bukan masalah jumlah uangnya, tapi cara mendapatkannya yang aku tidak suka. Kalau memang perlu untuk jajan, kapan sih aku melarang atau tidak memberinya,” kembali istri saya menggerutu. Mungkin bagi banyak keluarga, masalah ini sudah lazim terjadi.
Tapi yang membuat saya tersedak adalah saat berangkat kerja dan melihat spanduk yang menyebutkan hari ini adalah hari antikorupsi, saya langsung tersenyum. Bagaimana mungkin memberantasnya, bila korupsi sudah nyaris menjadi budaya.
Bayangkan, seorang pembantu rumah tangga di keluarga sederhana seperti saya saja sudah ada tindak korupsi. Saya tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan pembantu di rumah konglomerat atau pejabat tinggi negara. Saya malah semakin tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan konglomerat atau pejabat tinggi negara dalam memperkaya pribadi dengan cara korupsi. Mungkin jumlahnya, wooowww....
Di Surabaya, kepala dinas pendidikan pernah mendekam di tahanan Polda Jatim selama 118 hari. Yang dituduhkan kepadanya pun berkaitan dengan korupsi pengadaan mikroskop yang akan diserahkan ke sekolah-sekolah. Nyatanya, kendati sampai sekarang, kasus ini belum kelar karena kejaksaan masih belum menyatakan berkas sempurna (P-21), polda masih terus berusaha memenuhi unsur-unsur korupsinya. Padahal, jumlah yang terlambat disetorkan ke kas daerah tidak lebih dari 5 juta.
Belum lagi beberapa lembaga survey yang menyebutkan banyak lembaga pemerintahan yang malah menjadi sarang korupsi. Anda tentu pernah mendengar kalau kepolisian, DPR/MPR juga sarang korupsi. Malah KPK sendiri yang ditugasi memberantas, juga tak lepas dari goyangan isu korupsi. Mengutip kata-kata Nagabonar, APA KATA DUNIA?
Kalau melihat cari cara melakukannya, korupsi bisa dilakukan dengan cara me-mark up (menambah) jumlah pengeluaran atau pun memanipulasi seolah-olah ada pengeluaran, walaupun nyatanya tidak. Kedua cara tersebut sama-sama menggerogoti keuangan negara.
Anda masih percaya korupsi bisa dihapuskan?

Sabtu, Desember 08, 2007

Banyak Tujuan, Satu Cara

"Bukan banyak jalan menuju Roma"

Saya tidak tahu apa yang saya rasakan hari ini. Penat, suntuk tanpa tahu apa yang menjadi penyebabnya. Mungkin karena memang putaran kesialan masih berada di sekitar saya. Saya tidak tahu. Anda tidak tahu dan mungkin tidak ada yang tahu kecuali yang masih memberikan ijin saya untuk bernafas, yang tahu semuanya.
Tapi setelah berfikir beberapa kali, saya mulai mengetahui sedikit masalah yang membuat penat, hari ini. Masalah yang mungkin tidak berkaitan dengan anda, tapi bisa menjadi sebuah renungan bersama.
Banyak orang bijak mengatakan, banyak jalan menuju roma yang mungkin bisa diartikan sebagai banyak cara untuk mencapai tujuan. Menurut saya, mereka (para orang bijak) belum terlintas untuk membuat BANYAK TUJUAN DENGAN SATU CARA. Inilah yang sehari ini saya rasakan.
Bagi beberapa orang yang sangat ambisius, mencapai banyak tujuan tentu akan melelahkan kalau menganut nasehat orang bijak. Bayangkan, berapa banyak cara yang harus dilakukan untuk mencapai banyak tujuan yang diinginkannya. Mengutip slogan iklan mountea (minuman teh dalam gelas seperti minuman air mineral), kalau ada yang praktis, ngapain repot!
Benar memang, bagi orang yang sangat ambisius, banyak tujuan bisa dicapai dengan satu cara yaitu BERKUASA dan MENGUASAI ORANG LAIN . tak berlebihan memang bila saya mengatakan dengan posisi itu, seseorang bisa mencapai BANYAK TUJUAN HANYA DENGAN SATU CARA. Apa pilihan anda?
Kalau pertanyaan itu dibalikkan kepada saya, saya akan menjawab lebih baik saya melakukan banyak cara untuk mencapai satu tujuan. Mengapa? Karena saya menikmati proses untuk meraihnya, walaupun mungkin berpeluang untuk gagal. Atau malah mungkin, menurut saya adalah rasa takut dan sikap kita menghadapi kegagalan tersebut adalah nikmatnya meraih mimpi.
Terlebih bagi saya atau anda yang bukan lahir dari rahim seorang ratu atau berasal dari air mani sang penguasa, nikmatilah perjuangan hidup. Bagi kita, peluh keringat yang bercucuran dan rasa lelah adalah nikmat yang tidak terkira dan memberikan kepuasan tersendiri.
Kita bukan raja yang tinggal tunjuk akan tercapai hasratnya. Kita juga bukan penguasa yang dengan bebas menginjak rakyatnya untuk mencapai tempat yang lebih tinggi. Kita adalah anak tangga dalam sebuah kehidupan yang mungkin akan dikorbankan demi kelangsungan hidup orang lain yang di atas kita.
Wahai jiwa yang masih bersemanyam di dalam raga, puaskanlah dirinya dengan keringat dan peluh yang tak juga pernah berhenti. Perjuangan akan terus berjalan dan terjadi sampai engkau bosan dan akhirnya meninggalkan ragaku untuk kemudian mengikuti proses alam, penguraian.

Loyalitas Tanpa Batas (cerpen)

Sore itu, sekitar pukul 17.00, lelaki itu datang menghampiriku. Dengan karung berisi rongsokan barang dan kaos kumalnya dan mulai berbau. Rambutnya, acak-acakan dengan muka hitam lebam karena banyak terbakar matahari. Aku tidak mengenal namanya. Aku hanya sudah 6 tahun ini menjadi temannya di kala malam.Biasanya, setiap kali dia datang, dia langsung meletakkan karungnya dan menghela nafas panjang. Kemudian tidur dengan sebagian tubuh berada di bawah naunganku. Sebuah sarung yang tak kalah usangnya pun mengelimuti tubuhnya dari gigitan nyamuk dan dinginnya malam. Kalau musim hujan tiba, dia membawa selembar plastik yang dibuat segitiga dan menjadinya benteng dari cucuran air hujan.Aku adakah sebuah meja di sebuah taman kota kecil. Dan sudah 6 tahun ini aku menjadi teman setianya di kala malam. Aku merasa sangat dekat dengannya karena saat aku mulai dibangun, dia datang dan mulai menemaniku sejak aku dilahirkan. Karena itulah, aku merasa menjadi satu saudara dengannya. Terlebih beberapa kali lelaki berbadan sedang itu mengajakku ngomong, walaupun sepatah dua.Seperti yang dilakukan sore itu saat pertama kali dari kegiatannya di kala siang, menyusuri jalan-jalan kota mengkais tempat sampah mengambil barang yang dibuang untuk kemudian dijual ke pengepul barang bekas. Ya… bagi banyak orang dan mungkin semua orang, lelaki berusia 35 tahunan itu adalah gelandangan.Tapi selama 6 tahun ini, aku merasa banyak yang aku anggap aneh, tapi tidak pernah berhasil aku kuak. Beberapa kali atau kalau bisa aku anggap sering, lelaki itu berbincang dengan penjual bakso, penjual mi goreng, tukang becak yang sesekali datang ke taman dimana aku berada. Mereka berdua berada jauh dari aku dan tentu saja, lelaki gelandangan itu makan apa yang dijual mereka. Yang aneh, lelaki yang tinggal bersamaku itu tidak pernah membayar apapun yang dimakannya. Malah kalau tukang becak itu datang, memberi uang yang cukup lumayan untuk seorang tukang becak. Pernah suatu malam, lelaki itu bergumam kepadaku,” meja temanku, malam itu tukang becak itu memberiku uang Rp 500 ribu. Jadi selama satu minggu aku bisa santai tanpa harus keliling.” Luar biasa khan, seorang tukang becak memberi uang sebanyak itu kepada seorang gelandangan. Aku yakin, seorang dermawan sekalipun tidak akan melakukannya.Dan biasanya, malam usai pertemuannya dengan tukang becak, lelaki gelandangan itu membeli beberapa botol minuman keras dan menghabiskannya di sampingku. Setelah mabuk, lelaki itu pun tidur dengan pulasnya sampai pagi menjelang. Aku benar-benar tidak tahu siapa lelaki yang selama 6 tahun menemaniku setiap malam. Aku masih ingat jelas, saat dia datang pertama kali, 6 tahun lalu. Saat itu, aku masih berupa bentuk kasar karena taman sedang direnovasi dan aku ‘dilahirkan’. Aku melihat dia datang dengan rambut cepak dan badan tegap dengan tas ransel di punggungnya. Malah semula aku menganggap dia adalah pengawas proyek pembangunan taman ini, tapi ternyata salah. Sampai selesai dan mempercantik taman kota pun, lelaki itu yang lambat laun tubuhnya menjadi lebih kurus dan kehilangan otot-otot kekarnya, tetap bersamaku di taman kota ini.Dan misteri tentang lelaki itu pun terkuak. Bermula dari kedatangan lelaki yang juga sama dengannya yaitu dengan karung dan kaos kusamnya ke taman. Yang membuat misteri itu terkuak adalah obrolan keduanya dilakukan di sampingku. Mereka duduk di bangku yang ada di sekelilingku. Aku sempat merasakan dua bungkus rokok Dji Sam Soe diletakkan di atasku.“Bagaimana kabarnya, Bang Zul,” kata gelandangan yang baru datang. Ah,, ternyata nama lelaki yang sudah 6 tahun bersamaku adalah Zul. Entah Zulkarnain atau Zulkifli, aku belum tahu.“Baik. Darimana kamu tahu aku di sini. Padahal, aku sudah mencoba lari dan sembunyi di sini. Buktinya, aku berhasil menghilang selama 6 tahun dari anak-anak markas. Beberapa anak wilayah memang sudah tahu dan banyak yang membantuku. Apa kamu diperintah komandan,” kata Zul.Mendengar kata-kata markas, komandan dan wilayah, aku semakin bingung. Aku berhasil mengetahui siapa nama lelaki itu, tapi makin banyak misteri yang muncul. Yang aku tahu, 3 kata itu sangat erat dengan kesatuan tentara atau sejenisnya.“Tidak ada perintah kok, Bang. Aku hanya ingin bertemu karena lama tidak bersua. Dan ingat, kita khan memang dilatih untuk menyamar, mengintai dan membunuh,” kata lelaki itu.“Memang, kamu adalah salah satu andalan kesatuan. Tak heran memang, kalau kamu sempat jadi siswa taruna terbaik dalam penyamaran dan pengintaian. Dan kamu tetap Agus yang dulu aku kenal,” kata Zul memanggil temannya itu. “Udah lama datang ke sini,” kata Zul lagi.“Baru satu minggu. Sebenarnya, kedatangan saya adalah untuk menyiapkan kedatangan menteri karena ada kabar akan didemo mahasiswa karena kebijakannya. Dan setelah aku bertemu dengan beberapa anak wilayah, aku tahu kalau Bang Zulkarnain ada di sini, sembunyi. Aku tahu Bang Zul dikejar-kejar PM, tapi aku juga tahu kalau itu mereka lakukan hanya pura-pura. Yang aku tidak tahu, bagaimana mungkin Bang Zul melakukan pembunuhan pengusaha itu di tempat huburan malam,” kata Agus sambil mengambil sebatang rokok dan menyulutnya.Sebelum menjawab pertanyaan itu, lelaki yang ternyata bernama Zulkarnain itu menghela nafas kemudian mengambil rokok dan menyulutnya. Beberapa saat, Zul menikmati rokok kretek itu dan setiap membuang asap, selalu disertai dengan helaan nafas panjang.“Sebelum aku jawab, aku ingin bertanya kepadamu. Apa yang diajarkan kesatuan kita saat pendidikan,” kata Zul.“Kita adalah pelindung negara dan loyal pada pimpinan, apapun itu resikonya,” jawab Agus.“Lalu, apa yang kita cari di dunia ini dan apa yang dipersembahkan untuk anak dan istri kita,” kata Zul lagi.“Kehormatan seorang prajurit, loyalitas pada kesatuan dan kesejahteraan untuk keluarga kita,” kata Agus yang sepertinya makin tidak mengerti dengan arah pembicaraan Zulkarnain.“Itulah yang aku cari, aku pertahankan dan telah aku dapatkan. Kehormatan seorang prajurit, loyalitas tanpa batas dan kesejahteraan untuk anak dan istriku di rumah sudah aku dapatkan. Dan kalau pun kondisiku seperti yang kamu lihat sekarang, itu hanya salah satu caraku untuk mencapainya,” kata Zul dengan nada tegas dan berwibawa. Sungguh aku sendiri yang sudah 6 tahun ini bersamanya, tidak pernah mendengar suara tegas dan mantap seperti malam itu. Dan obrolan itulah, yang akhirnya membongkar tabir misteri tentang Zulkarnain.Ternyata, Zul adalah salah satu anggota pasukan elit negara yang dibekali dengan kemampuan khusus termasuk menyamar, mengintai dan 1001 cara menaklukkan sekaligus membunuh lawan. Dan Zul adalah satu dari sedikit anggota pasukan elit dengan kualifikasi khusus dan ketrampilan khusus tersebut.Pada 6,5 tahun lalu, terjadi pembunuhan pengusaha di sebuah tempat hiburan di ibu kota. Pengusaha itu roboh dengan tikaman pisau jenis sangkur tepat di ulu hatinya. Dan dari hasil pemeriksaan, pelakunya adalah tentara berpangkat Sersan dan bernama Zulkarnain.Kata Zulkarnain kepada Agus, itu dilakukan karena pengusaha itu mengancam akan membongkar rahasia hubungan baiknya dengan Kolonel Hendra dalam hal permainan kredit palsu dan pembobolan keuangan negara. Karena merasa wajib melindungi nama baik kesatuan dan komandannya, Zul terpanggil untuk menyelesaikan masalah itu dengan caranya.Akibatnya, pemberitaan media massa memaksa Zul menghilang dan seakan-akan menjadi buronan kesatuannya. Padahal, kesatuannya sendiri sudah tahu alasan Zul melakukan pembunuhan dan mereka maklum. Dalam tubuh kesatuan itu, perbuatan Zul bisa dibenarkan, walaupun oleh negara dan hukum terlebih masyarakat, akan disalahkan.Yang melegakan Zul, selama dirinya kabur, kesatuannya selalu memperhatikan istri dan anak laki-lakinya. Malah, beberapa waktu setelah ‘menghilang’, Zul mendapat kabar kalau anak lelakinya mendapat free pass untuk menjadi tentara dan bergabung dengan pasukan elit seperti dirinya.“Aku tahu sekarang Kolonel Hendra sudah jadi Jendral dan aku ikut bangga kepadanya. Dan kalau anakku sudah masuk, dia akan mudah menemukan aku di sini. Aku akan menunggunya di sini, di taman ini. Aku sadar dan rela melakukan pelarian ini karena bukankah 1 jendral setara dengan 1000 kopral,” kata Zul dengan nada mantap, menutup pembicaraan dengan Agus. Dan lewat tengah malam, Agus pun pergi setelah sebelumnya memberi uang Rp 1 juta kepada Zul.Sepergiannya Agus, Zul pergi membeli minuman keras kegemarannya. Minuman dalam botol pipih itulah yang menjadi minuman kesukaannya. Dan malam itu, dia membeli minuman itu sangat banyak. Malam itu pula, aku juga baru tahu kalau penjual bakso, mi goreng atau tukang becak itulah yang dikatakan sebagai anak wilayah.Malam itu pula, Zul minum sendirian sangat banyak. Jauh lebih banyak dari malam-malam selama 6 tahun bersamaku. Dan seperti biasanya, di akhir pesta minuman itu, Zul pul tertidur di sampingku. Tapi paginya, sampai matahari terbit serta banyak orang yang olahraga pagi, Zul tetap belum bangun. Padahal biasanya, dia selalu bangun, walaupun mabuk berat. Dan sepanjang malam, aku juga tidak merasakan gerakan tubuhnya atau sekedar merubah posisi tidurnya.Sampai siang pun Zul belum juga bangun. Aku melihat beberapa lalat mulai datang dan mengerubuti hidungnya. Dan setelah seorang penjaga taman menghampirinya, aku tahu kalau Zul telah mati. Tak lama kemudian, banyak polisi datang dan membawa mayatnya ke rumah sakit. Aku sempat melihat label mayat yang diikat di jempol kakinya tertulis Mr X alias laki-laki tanpa identitas.Padahal aku tahu siapa dia dan darimana asalnya. Aku juga tahu lelaki yang kini terbujur kaku pernah menjaga kedaulatan negara dari pemberontakan yang ingin mendirikan negara sendiri. Tapi aku tidak bisa cerita kepada penjaga taman atau pun polisi-polisi yang datang itu.Sepanjang siang sampai sore menjelang, aku termenung sendiri mengenang Zul yang kini sudah mati tanpa dikenali. Aku bayangkan, tubuhnya akan menjadi ajang latihan mahasiswa kedokteran dan akhirnya dimakamkan di pemakaman tanpa nama. Tanpa kalimat Sersan di depannya dan tentu saja tidak di taman makam pahlawan, walaupun Zul sangat layak mendapatkannya.Dan di tengah lamunanku mengenang perjalanan selama 6 tahun bersama Zul, lelaki yang akhirnya aku kenal di akhir hayatnya itu, datang seorang lelaki. Badannya, masih terlihat tegap walaupun rambutnya mulai panjang. Tatapan matanya, cukup tajam dan terlihat sangat waspada.Beberapa hari sebelumnya, aku dengar berita tentang seorang mahasiswa yang menghilang dan akhirnya ditemukan menjadi mayat terapung di sebuah sungai. Di tubuhnya, ditemukan jeratan di lehernya hingga tulang lehernya patah. Dan dari berita itu juga, diduga kuat pelakunya adalah TENTARA.Ah... semoga lelaki yang baru datang itu adalah tentara yang juga ‘menghilang’ karena kesalahan yang dilakukan untuk membela kehormatan prajurit dengan korban mahasiswa itu. Kalau iya, aku bisa lega karena leluasa melepas kerinduan dan mengenang Zulkarnainku yang telah pergi. Selamat jalan Bang Zul.
Surabaya, 24 Juli2006.

Jumat, Desember 07, 2007

Wanita dan Kekerasan

Oleh Noor Arief Kuswadi
(diterbitkan di Harian Pagi Memorandum, Senin 31 Juli 2006)

Wanita, memang ditakdirkan hadir dengan penuh kelembutan. Sangat jauh dari kesan kekerasan. Digambarkan, senyumnya selalu tersungging, alis bulan sepenanggalan, rambut bak kembang mayangm kulir mulus bak pualam dan seabreg keindahan lainnya. Sungguh sosok yang indah, penuh kelembutan dan sekali lagi, sangat jauh dari kesan kekerasan.
Tapi mengapa, sosok wanita juga berkaitan dengan kekerasan. Entah sebagai korban atau malah sebagai penyebab kekerasan itu sendiri. Sebagai korban, kita sudah sering mendengarnya. Mulai dari istri yang disiksa suami karena dianggap kurang pecus mengerjakan pekerjaan rumah, kurang cakap mendidik anak atau seringkali pula dianggap kurang pintar memuaskan suami. Ujung-ujungnya, wanita inilah yang menjadi korban dari semua sikap kekerasan yang dilakukan –tentu saja- oleh laki-laki.
Dalam catatan KPPD (kelompok Perempuan Pro Demokrasi), sejak tahun 2002, angka kekerasan terhadap perempuan (KTP), semakin meningkat. Tahun 2002 saja, angka KTP 35 kasus. Tahun 2003 angka ini meningkat menjadi 45 kasus dan tahun 2004, angka kekerasan terhadap perempuan mencapai 53 kasus. Tahun 2005 lalu, angkanya menembus 86 kasus.
Angka-angka tersebut sangat diyakini jauh lebih kecil daripada kejadian yang sebenarnya. Selama ini masih banyak wanta-wanita yang enggan melapor alias dipendam dengan alasan malu atau malah takut diangap sebagai membuka rahasia rumah tanga. Kebanyakan mereka, masih menyakini swargo nunut, neroko katut (Surga dan neraka, wanita yang mengikuti). Kekerasan yang mereka alami mulai dai makian, pemaksaan hubungan badan sampai dengan kekerasan fisik.
Tapi di dalam kelembutannya, wanita juga banyak menyimpan pesona meraih kekuasaan. Kekuasaan yang kental dengan nuasa kekerasan. Dalam kisah lama, tradisi kekuasaan bagi wanita sesungguhnya sudah ada sejak zaman Hindu seperti Ratu Shima di Kalingga, Ratu Kencana Wungu di Majapahit, Ratu Kalinyamat zaman Mataram dan cerita-cerita rakyat seperti Calonarang.
Para wanita yang berkuasa tersebut ternyata lebih kretaif dan bervariasi dalam menggunakan sanara untuk mencapai kekuasaan. Ratu Shima mendapatkan kekuasaan di Kalingga bukan karena kesaktiannya, tetap lebih utama karena keadilan dan kejujurannya. Lain halnya dengan Ratu Kencana Wungu (dalam sejarah disebut Dewi Suhita) yang menemukan kekuasaan dengan cara memanfaatkan kekuatan pria.
Ratu Kencana Wungu telah berhasil menunggukan tokoh sakti, Kebo Macuet yang hendak berkuasa di Majapahit melalui kesaktian Adipati Menak Jingga (Bre Wirabumi). Dan Ketika Adipati Menak Jingga menginginkan tahta Majapahit sekaligus memperistrinya, lagi-lagi Kencana Wungu memanfaatkan kelihaian dan kebagusan seorang pria bernama Anglingdarma. Upaya meraih kekuasaan dengan memanfaatkan kekuatan pria semacam ini juga terjadipada Ratu Kalinyamat.
Dari ketiga contoh wanita penguasa tersebut, tampaknya hanya Calonarang yang menggunakan kemampuan dan keunggulan pribadi, yaitu kesaktian dalam menebar racun dan keliahaian mengintimidasi penduduk di wilayah kekuasannya.
Ada juga wanita yang menjadi penyebab aksi kekerasan. Kita bisa sebut nama Cleopatra dari Kerajaan Romawi Agung. Di kerajaan yang memuja banyak dewa ini, Cleopatra digambarkan sebagai wanita yang sangat menggoda hingga akhirnya menjadi perebutan kaisar-kaisar di sana. Malah Cleopatra juga disebut sebagai salah satu penyebab perang di zamannya.
Atau kalau mau yang lebih lokal lagi adalah kisah tentang Ken Arok. Pemuda sakti ini akhirnya sampai terbebani dendam nyawa 7 turunan dengan garis silsilah Adipati Tunggul Ametung, suami Ken Dedes yangyang pertama sebelum akhirnya wanita penuh pesona ini dinikahi Ken Arok.
Kalau membaca sejarah itu, kita akan tahu Ken Arok sangat terpesona dengan keindahan betis Ken Dedes dan membuatnya sangat berambisi untuk berkuasa dan memperistri Ken Dedes, apapun caranya. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan dilakukanKen Arok seandainya sat itu dia tidak hanya melihat betis Ken Dedes.
Keindahan betis itu harus dibayar dengan 14 nyawa (7 turunan dari Ken Arok dan 7 turunan dari Tunggul Ametung). Lalu berapa nyawa yang harus dibayar untuk keindahan paha, payudara atau malah kemaluan Ken Dedes?
Karena itu, wahai wanita, jagalah auratmu dan pesonamu baik-baik karena itu bisa membuat laki-laki merasa di surga atau di jurang neraka.(*)

Kamis, Desember 06, 2007

Musim Hujan Datang, Siapkan Iman

Musim hujan telah tiba. Sebuah fenomena alam yang sebenarnya biasa datang setiap tahunnya. Banyak yang suka, banyak yang tidak suka. Penjual makanan akan kegirangan karena hujan akan meningkatkan nafsu makan alias ngemil. Sedang penjual es, akan kelimpungan karena orang jauh dari rasa harus dan tenggorokan kering. Apa boleh buat, musim tetap saja harus berganti.

Hujan yang turun akan membawa cuaca dingin yang menusuk tulang. Lalu apa yang akan dilakukan oleh orang yang kedinginan dan tipis iman, mungkin bercinta adalah cara yang tetap untuk mengembalikan kehangatan tubuh. Bukan tidak mungkin, musim hujan juga akan disambut dengan senyum genit nan menawan dan menggairahkan dari bibir manis para pelacur atau apalah namanya. Pekerja Seks Komersial,yang mungkin akan lebih senang bila musim hujan tiba.
kalau muncul pertanyaan mengapa, sekiranya sudah tidak perlu jawaban laghi pertanyaan tersebut.
turunnya hujan yang tidak kenal waktu ini bisa menjadi alasan yang tepat untuk terlambat pulang kerja atau mencari alasan agar bersama dengan kekasih gelap kita.
Bagi yang tidak punya kekasih gelap, mencari cinta sesaat pun tetap bisa menawarkan kehangatan untuk melawan dinginnya hujan. jadi, kalau musim hujan tiba, jangan semata-mata menyediakan jas hujan saja, tapi tambahi dengan iman. iman agar tetap setiap pada belahan jiwa yang dengan setia menunggu di rumah. yang setia mengantar kita kerja dengan doa-doa keselamatan.