Senin, September 28, 2009

Sebuah Kroni Baru

Beberapa hari setelah lebaran, saya bertemu dengan teman SMA dulu. Sudah 17 tahun sejak kami berpisah di tahun 1992, kami akhirnya bertemu. Banyak perubahan diantara kami walaupun kami tetap saling mengenali.. perbedaan pada kami antara dulu dan sekarang, yang laki-laki semakin banyak tumbuh rambut di tubuhnya atau malah berkurang karena sebagian sudah nampak botak. Sedang yang perempuan, kebanyakan adalah tambah lemak di beberapa bagian tubuhnya.
Kendati demikian, tidak ada yang berubah tentang keakraban kami. Kami tetap saja bertingkah dengan kekonyolan anak SMA walaupun kami sadar sesadar sadarnya kalau kami membawa serta anak dan istri kami.
Tentang pekerjaan? Jelas kami sudah banyak berbeda. Ada yang tetap menjadi petani karena memang ayahnya punya tanah sawah yang luas. Ada yang meneruskan usaha rokok milik ayahnya. Ada yang menjadi pegawai bank. Ada yang istri kontraktor dan doyan makan. Ada yang membuka warung dan masih banyak lagi pekerjaan. Kalau saya? Tetap sebagai wartawan kriminal di surabaya.
Saya kemudian membayangkan sebuah kroni yang dulu pada tahun 1998 digulingkan oleh mahasiswa. Ya… kroni Suharto yang disebut-sebut sebagai penyebab kemunduran demokrasi di Indonesia. Tapi saya merasa saya dan teman-teman saya bisa jadi kelak akan membentuk sebuah kroni baru. Sebuah kroni yang pada akhirnya –mungkin- akan dianggap sebagai biang kemunduran sesuatu di negeri ini.
Bayangkan saja cerita yang masih ada di dalam bayangan saya. Tidak menutup kemungkinan kalau apa yang masih dalam bayangan itu akan terjadi di dunia nyata. Apakah itu bayangan yang ada di benak saya tentang calon sebuaah kroni…?
Bayangan itu bermula dari teman saya yang menjadi petani. Semua kebutuhan pupuk dan bibit akan dibeli dari koperasi unit desa (KUD) yang dikelola oleh teman saya. Setelah panen, hasilnya akan dijual kepada dolog yang juga ada teman saya di sana. Hasilnya, beras pun akan dikulak oleh teman saya yang pedagang dan dijual lagi kepada teman saya yang membuka warung.
Pembelinya? Tentu saja teman saya yang menjadi istri kontraktor dan jago makan itu. Lalu kalau kemudian sang istri kontraktor tersebut kekenyangan kemudian sakit, ada teman saya yang menjadi dokter siap membantu menyembuhkannya. Obatnya, tentu saja beli di apotek milik teman saya juga.
Lalu peran saya dalam kroni itu apa?
Saya berperan saat petani, pegawai dolog, pengelola KUD, pemilik toko beras, pemilik warung makan, dokter, pemilik apotek yang bukan teman saya, stres lalu bunuh diri atau menjadi bandit jalanan. Di saat-saat itulah, saya baru berperan dalam kroni tersebut karena saya adalah WARTAWAN KRIMINAL.

3 komentar:

Olivia Jasmine mengatakan...

wakakakaka...sebuah cerita yang lucu rip...memang pada akhirnya dunia ini sempit, dimana-mana teman...teman bisa bikin susah juga teman bisa bikin senang. Cuma ya aku masih penasaran tahun 1992 setelah lulus kita pasti punya angan-angan harapan yang bisa disebut sebagai cita-citalah. Sudahkah kita semua berpikir setelah 17 tahun cita2 atau apa yg kita angankan akan sebuah perubahan, sebuah masa depan yang kita angankan 17 tahun lalu itu pada kenyataanya cocok atau bahkan melenceng jauh...yang akhirnya membuat kita berpikir bahwa mungkin 17 tahun lagi kita masih akan seperti ini, cuma yg berubah adalah fisik kita yang semakin uzur. Namun kelakukan kita tetap sama anak-anak SMA pada tahun 1992 silam...xixixixixix

Pencerah mengatakan...

kok kayak iklan BCA

banditmemo mengatakan...

1. untuk rahmania: banyak cerita selama 17 tahun. banyak rencana A yang berantakan dan harus disiapkan plan B atau C atau D. kisahku sampai perlu plan Z hingga mnjadi sseperti sekarang ini.
2. kagem penceraah: makasih koment nya. lagi asyik main fblagi kelupaakn sama istri tua (blog)