Jumat, Juli 18, 2008

Masakan Paling Enak

Bagi anda yang suka makan memakan atau dikenal dengan kuliner, tentu akan sangat penasaran dengan makanan yang paling enak. Saking menariknya menu yang menguras air liur ini, sejumlah televisi pun menayangkan program-program eksplorasi makanan dari 8 penjuru mata angin di Indonesia.

Bagi sebagian orang yang mengenal saya, tentu sedikit paham kalau saya adalah orang yang sulit makan. Tidak banyak menu yang saya suka. Sampai-sampai istri saya setiap kali kami datang ke pesta, pasti akan bertaruh kalau saya mengambil menu nasi goreng. Desakan dan bujukan istri untuk mencoba menu lain, saya abaikan.

Bagi saya, menu makanan yang paling enak di dunia adalah masakan ibu saya sendiri. Mengapa? Karena begitu lidah saya merasakan masakan kali pertama, itu adalah masakan ibu saya sendiri. Saya tidak pernah menemukan masakan seenak masakan ibu saya, walaupun istri saya sudah mati-matian meniru resep-resep beliau. Malah pernah sebulan istri saya di kampung dan belajar memasak kepada ibu saya, tapi hasilnya sama saja. Rasanya masih berbeda dengan masakan ibu saya. Bagi anda, tentu masakan yang paling enak adalah masakan dari ibu kandung anda sendiri.

Istri saya sempat kesal dan jengkel karena hal itu. Tapi saya selalu bisa menenangkannya dengan membelai rambut dan mengatakan, kalau hal itu tidak perlu dijadikan masalah. “Ajeng (panggilan saya untuk istri saya), kamu bisa juga menjadi koki terhebat di dunia. Masakanmu sudah menjadi makanan terlezat di lidah anak-anak kita. Mereka merasakan masakan pertama kali adalah masakanmu. Jadi jangan berkecil hati bila saya tidak begitu suka dengan masakanmu karena aku adalah anak dari ibuku,” kata saya setiap kali dia mempersoalkan masakannya.

Dan tadi pagi, saya sempat melihat tayangan televisi tentang koki terkenal Rudi Choirudin yang memasak rendang. Tapi saya sempat kaget karena bumbu yang dipakainya sudah siap saji dengan merek Kokita. Dalam hati, saya tersadar sudah banyak bumbu dan perlengkapan masakan yang siap saji. Lihat saja, santan siap saji sampai dengan aneka menu masakan yang juga sudah siap saji. Sampai-sampai sambal balado yang terkenal pun sudah tersedia dalam botol. Praktis memang cara memasaknya. Rebus daging hingga empuk dan masukkan bumbu siap jadi. Tak lama makanan itu pun siap deh…

Tapi ada yang hilang dari bumbu-bumbu siap saji itu. Mulai dari kristalisasi rasa sayang dan tanggungjawab yang tercampur dalam bumbu ulekan tangan ibu sampai dengan jumputan garam dan gula sebagai penyedapnya. Belum lagi butiran tanah liat atau batu yang berasal dari cobek ibu kita yang juga menjadi satu dalam bumbu itu. Bagi yang

Saya membayangkan ibu muda-ibu muda sekarang mulai masak dengan menu-menu siap saji tersebut. Hasilnya, kelak tidak akan ada koki terhebat di mata anak-anak mereka. Mereka akan merasakan masakan dengan bumbu dari pabrik yang sama.

Mengingat hal itu, saya bergegas ke dapur dan mencoba melihat apa isinya. Selama ini, saya kurang peduli dengan isi dapur dan menyerahkan semuanya pada yang berwenang. Setelah mencari di sejumlah tempat di bawah meja, saya menemukan kunyit, lengkuas, jahe, sereh, ketumbar, bawang merah dan putih serta sejumlah bumbu yang saya tidak tahu lagi.

Saya juga sempat membuka kulkas dan menemukan parutan kelapa yang belum sempat diperas santannya. Saya sempat menemukan sejumlah botol di rak atas dapur dan membacanya. Di sana ada saos tiram, minyak wijen dan saos sambal. Saya pun menghela nafas lega dan menghampiri istri saya yang sedang menjemur pakaian. Saya kecup keningnya dan berkata,” Kamu pasti berhasil menjadi koki terhebat. Terima kasih, Ajeng.”

Tidak ada komentar: