Minggu, Desember 09, 2007

Korupsi, Sudah Tradisi…

Noor Arief Kuswadi
(Refleksi Peringatan Hari Antikorupsi 2007)

Hari ini, 9 Desember 2007, diperingati sebagai hari antikorupsi. Benar memang hari peringatan itu digelar, tapi mungkinkah korupsi berhasil diberantas dari negeri ini? Ada banyak hal yang berkecamuk dalam otak saya. Apa itu?
Ini semua bermula dari bangun tidur. Bagi banyak orang, bangun tidur adalah merasakan badan segar setelah sehari sebelumnya bekerja keras membanting tulang. Tapi yang saya alami tadi pagi, sebaliknya.
Saya terbangun karena istri tercinta ngomel tak karuan di dalam kamar tidur. Padahal, saya baru saja tidur kurang dari 2 jam setelah semalam meronda giliran jaga kampung. Letih dan penat memang. Tapi ternyata, jauh lebih lelah setelah mendengarkan omelan sang istri.
Istri saya di dalam kamar ngomel dan menggerutu atas sikap Rita, pembantu kami. “Masak, disuruh belanja, bukannya menghemat, malah ngentit. Kalau begini caranya, uang belanja tidak sampai akhir bulan,” gerutunya.
Jujur, dalam masalah pengelolaan keuangan, perempuan memang luar biasa. Saya tidak tahu, gaji saya antara sebelum menikah dan sesudah menikah, tidak jauh berbeda. Tapi anehnya, setelah saya menikah, banyak barang rumah tangga yang bisa saya beli dan dikumpulkan istri hingga nyaris memenuhi 2 lemari kaca. Mulai dari piring berbagai motif dan ukuran sampai dengan gelas segala jenisnya.
Kembali ke Rita, sang pembantu kami yang baru bekerja 2 bulan ini. Pagi itu, dia disuruh belanja istri saya ke pasar dengan membawa selembar catatan barang dan sayur atau pun lauk yang harus dibeli. Dan karena memang perempuan murni, harga setiap satuan barang yang hendak dibeli sudah dihafal luar kepala.
Baru menjadi masalah setelah Rita pulang dan membawa barang belanjaan lengkap. Sayangnya, mungkin karena dianggap sebagai uang transpor, uang kembalian yang berjumlah hampir Rp 10 ribu tersebut, tidak diserahkan ke istri saya melainkan dibelikan minuman dan sisanya dimasukkan kantong.
Sikap inilah yang membuat marah istri saya. “Bukan masalah jumlah uangnya, tapi cara mendapatkannya yang aku tidak suka. Kalau memang perlu untuk jajan, kapan sih aku melarang atau tidak memberinya,” kembali istri saya menggerutu. Mungkin bagi banyak keluarga, masalah ini sudah lazim terjadi.
Tapi yang membuat saya tersedak adalah saat berangkat kerja dan melihat spanduk yang menyebutkan hari ini adalah hari antikorupsi, saya langsung tersenyum. Bagaimana mungkin memberantasnya, bila korupsi sudah nyaris menjadi budaya.
Bayangkan, seorang pembantu rumah tangga di keluarga sederhana seperti saya saja sudah ada tindak korupsi. Saya tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan pembantu di rumah konglomerat atau pejabat tinggi negara. Saya malah semakin tidak bisa membayangkan apa yang dilakukan konglomerat atau pejabat tinggi negara dalam memperkaya pribadi dengan cara korupsi. Mungkin jumlahnya, wooowww....
Di Surabaya, kepala dinas pendidikan pernah mendekam di tahanan Polda Jatim selama 118 hari. Yang dituduhkan kepadanya pun berkaitan dengan korupsi pengadaan mikroskop yang akan diserahkan ke sekolah-sekolah. Nyatanya, kendati sampai sekarang, kasus ini belum kelar karena kejaksaan masih belum menyatakan berkas sempurna (P-21), polda masih terus berusaha memenuhi unsur-unsur korupsinya. Padahal, jumlah yang terlambat disetorkan ke kas daerah tidak lebih dari 5 juta.
Belum lagi beberapa lembaga survey yang menyebutkan banyak lembaga pemerintahan yang malah menjadi sarang korupsi. Anda tentu pernah mendengar kalau kepolisian, DPR/MPR juga sarang korupsi. Malah KPK sendiri yang ditugasi memberantas, juga tak lepas dari goyangan isu korupsi. Mengutip kata-kata Nagabonar, APA KATA DUNIA?
Kalau melihat cari cara melakukannya, korupsi bisa dilakukan dengan cara me-mark up (menambah) jumlah pengeluaran atau pun memanipulasi seolah-olah ada pengeluaran, walaupun nyatanya tidak. Kedua cara tersebut sama-sama menggerogoti keuangan negara.
Anda masih percaya korupsi bisa dihapuskan?

Tidak ada komentar: