Senin, Juni 02, 2008

Pancasila Cinta Laura

Dunia Indonesia semakin aneh saja. Satu dari sekian banyak contoh unik nan menarik adalah peringatan hari lahirnya Pancasila (dasar negara) yang jatuh pada 1 Juni 2008. Peringatan tersebut diprakarsai oleh Guruh Sukarno Putra (anak dari sang proklamator sekaligus Presiden pertama RI) di rumahnya. Bukan masalah siapa yang mengadakan, dimana dan dengan uang siapa peringatan tersebut digelar.

Tapi yang cukup menggelitik saya adalah orang yang membacakan teks Pancasila adalah Cinta Laura, artis muda cantik yang dikenal dengan logat luar negerinya –kalau tidak salah, dia mengaku ada darah Jerman-. Untuk yang belum pernah dengar dialegnya, mirip logat belanda dalam ketoprak kita. Bedanya, tidak pakai ekstrimis dan inlander..

Saya pribadi bukan protes dengan penunjukkan petugas yang membaca teks pancasila. Tapi saya kaget karena dalam tayangan di infotament, sang Cinta Laura mengaku belum pernah membaca pancasila. Ini karena selama hidupnya, Cinta sekolah di sekolah internasional yang hanya menerapkan 1 jam seminggu untuk pelajaran PMP (Pendidikan Moral Pancasila) -sekarang diganti dengan PPkN- dan 1 jam untuk Bahasa Indonesia. Maklum, sekolah ini banyak orang keturunan bulenya daripada turunan lokal.

Dalam tayangan infotaiment tersebut, Cinta lagi-lagi dengan sangat yakin bahwa pernah membaca atau malah hafal Pancasila bukan jaminan sebagai warga negara yang baik. Menurutnya, pengabdian terbaik adalah apa yang bisa dilakukan untuk negara dan bukan hafalan-hafalan tersebut. Benarkah?

Saya lalu mencoba membandingkan apa yang dilakukan Cinta saat membacakan Pancasila dengan kasus lain. Andai dalam sebuah pengajian, yang membacakan ayat-ayat suci Al Qur’an adalah seorang muallaf yang belum fasih membaca Al Qur’an. Padahal, dalam pengajian tersebut hadir orang-orang yang fasih dan mungkin hafal ayat-ayat suci tersebut, bagaimana komentar anda?

Atau contoh lain, dalam sebuah misa kebaktian yang memberikan pemberkatan adalah hamba Tuhan yang baru dibukakan hatinya, tentu akan cukup janggal. Terlebih bila dalam misa kebaktian tersebut dihadiri banyak hamba Tuhan yang sudah menerima Tuhan sebagai pengiring dan penebus dosanya.

Atau mau contoh yang lebih vulgar lagi? Bayangkan bila dalam sebuah kelas yang seluruh muridnya sudah lulus SD kemudian yang berdiri di depan kelas adalah anak TK yang baru belajar membaca, bisakah. Bukan tidak mungkin, kelas tersebut akan cepat jenuh. Ini karena :
Pe A N, PAN. Ce A, CA. Es I, Si. El A, LA. PANCASILA..
Es A, SA. Te U, TU. SATU. Ka E, KE. Te U, TU. Ha A N, HAN. Ye A NG, YANG. Em A, MA. Ha A, HA. E Es A, ESA. Dst... Dst..

Tapi bagaimana pun, PANCASILA tetap CINTA LAURA.

Tidak ada komentar: