Senin, September 15, 2008

Saya Obral Nyawa


Hari ini, Senin tanggal 15 September 2008 adalah hari yang membuat saya terpukul. Selama 8 tahun menjadi wartawan kriminal, hampir semua kesadisan sudah terlihat mata dari mayat segar terpotong-potong sampai dengan yang sudah membusuk. Tapi kejadian hari ini berhasil menjebol keangkuhan saya dengan menundukkan kepala tanda duka. Kalau menangis, bagi saya masih najis. Ih....

Hari ini saya menundukkan kepala setelah melihat, mendengar berita tentang 21 nyawa yang mati terinjak-injak setelah antri uang zakat mal sebesar Rp 30 ribu per orang. Mereka berharap uang tersebut bisa menyenangkan mereka menyambut hari IDUL FITRI yang katanya disebut-sebut HARI KEMENANGAN. Kemenangan buat siapa?

Jujur bagi kita (terutama yang bisa membuka Blog ini), uang sejumlah itu bukan uang yang besar. Bagi saya juga hanya senilai 3-4 pak rokok yang habis 2-3 hari. Bagi anda mungkin jumlah itu hanya untuk ongkos parkir mobil selama sehari atau malah sekedar uang makan buat sang sopir.

Tapi bagi mereka, ribuan orang yang hari antri, jumlah itu sangat luar biasa. Mereka malah sampai harus menjual nyawanya demi mendapatkan uang sebesar itu. Mereka adalah rakyat yang selama ini dikatakan sebagai PEMILIK REPUBLIK ini. Masak??

Sedang untuk H. Saikon, warga Jl. Wahidin Sudiro Husada gang Pepaya, Pasuruan ini, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Dia mungkin tidak sadar telah membeli 21 nyawa pemilik republik ini hanya dalam beberapa jam saja.

Sebenarnya saya juga mau meniru apa yang dilakukan Saikon, tapi saya belum mampu. Lha gimana lagi, wong sekarang saja saya juga sedang obral nyawa seharga Rp 500 ribu (minimal harga nyawa saya jauh lebih tinggi dari nyawa mereka).

Dan saya yakin banyak nyawa seharga dengan nyawa saya. Tidak percaya? Coba kabarkan kepada warga kalau anda akan membagi zakat masing-masing Rp 500 ribu. Saya jamin, jumlah yang datang akan jauh luar biasa jumlahnya.

Saya yakin apa yang dilakukan H. Saikon adalah bentuk dari kurang percayanya kepada sejenis badan amal zakat (BAZ) yang ada. Saikon kurang percaya kalau zakal malnya akan disalurkan kepada yang berhak bila diserahkan kepada BAZ. Mungkin dalam benak Saikon, jumlahnya akan dikurangi untuk biaya operasional BAZ tersebut (memang panitia BAZ juga termasuk orang yang berhak mendapat bagian dari zakat).

2 komentar:

Aku anak petani mengatakan...

harusnya H saikon yang mendatangi massa, bukan massa yang mendatangi H saikon... itu baru Siipppppp...

Kayak Sayiddina Umar Bin Khatab...

mashuri mengatakan...

aku setuju dengan komentar 'aku anak petani' itu. Seharusnya, muzakki yang mendatangi kaum miskin. Kalau tidak gitu, dia bisa memercayakan pada badan zakat yang sudah ada.
sungguh peristiwa pasuruan itu sebuah kekonyolan yang na'udzubillah. kita memang hidup di negeri yang ngguatheli, cak. teko duwur sampek poro kere, podho ae. sing sugeh seneng pamer sugehe, sing kere seneng pamer kere'e. sori, aku emosi.
suwun