Senin, Maret 14, 2016

Catur Politik: Ada Apa dengan Jakarta?


      Pemilihan Gubernur (Pilgub) Daerah Khusus Ibukota Jakarta, masih tahun depan. Tapi gaungnya sudah terasa sejak sekarang dan sampai merambah di kota lain. Bandung dan Surabaya terkena dampak persiapan Pilgub Ibukota Indonesia tersebut. Pimpinan Kota Bandung dan Kota Surabaya sempat disebut-sebut sebagai bakal calon gubernur dan bersaing dengan Basuki Tjahaja Purnama atau yang dikenal dengan sapaan Ahok.
Ridwan Kamil atau biasa disapa, Kang Emil, Wali Kota Bandung, beberapa waktu lalu namanya mencuat, digadang-gadang sebagai bakal calon Jakarta 1. Tapi belakangan, kader Partai PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dengan dukungan Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) ini menyatakan mundur dari wacana maju dalam Pilgub Jakarta dan memilih menyelesaikan ‘kontrak politik’ dengan rakyat Bandung.
Daerah yang bergolak berganti di Surabaya. Nama Wali Kota Tri Rismaharini yang baru saja sebulan dilantik menjadi Wali Kota untuk kedua kalinya, mulai muncul untuk menjadi lawan Ahok. Kendati sampai sekarang belum bisa dipastikan –karena menunggu rekomendasi partai-, tapi ‘serangan’ mulai dilancarkan.
Dalam beberapa pemberitaan, sudah muncul nama pasangan Risma dalam ‘pertarungan’ di Ibu Kota. Malah sebuah berita, menurut saya, mulai menyerang Ahok yang memilih jalur independen dalam Pilgub Jakarta mendatang. “Kalau fatsunnya di agama tidak boleh meminta jabatan, kemudian kenapa aku tidak independen, kalau independen aku punya nafsu untuk cari jabatan itu. Kemudian saya diberikan kepercayaan. Karena itu bagian dari amanah,” kata Bu Risma seperti dikutip Detik.
Bukan hendak curiga, tapi kalimat itu bisa dianggap sebagai serangan fajar untuk #temanAhok, sebuah gerakan warga Jakarta untuk menjaring dukungan rakyat sebagai pelengkap pencalonan dari jalur independen. Banyak pertanyaan yang ada dalam benak saya tentang ilmu bener dan pener (semakna dengan pantas dan patut).
Benar bila  melihat Risma harus maju ke Jakarta dan bersaing dengan Ahok. Tentu Risma sebagai kader partai PDIP yang harus menjalankan amanah partai (yang katanya adalah perwujudan suara rakyat) menjalankan perintah dan melepas jabatannya sebagai wali kota adalah tindakan benar. Tapi apakah pener? Apakah pantas dan apakah patut bila melihat dia baru saja mendapatkan mandat rakyat Surabaya untuk kali kedua.
Tapi kabar majunya Risma sebagai lawan Ahok semakin muncul ke permukaan. Ibarat permainan catur, pion pertama sudah mulai dijalankan dan saatnya mengatur strategi. Bukankah banyak yang menyamakan politik dengan permainan catur?
Permainan catur memang cukup unik dan menarik untuk dimainkan. Banyak sosok dengan karakter yang berbeda-beda. Pion yang hanya bisa berjalan satu langkah dan hanya bisa membunuh satu langkah menyilang ke depan. Ada menteri yang hanya bisa berjalan dan membunuh sesuai dengan bidak kekuasaannya. Ada menteri bidak hitam dan bidak putih.
Ada benteng yang bisa berjalan dan memakan berdasar garis tapi tidak bisa menyilang. Masih ada perdana menteri yang menggabungkan kebisaan menteri dan benteng dalam langkah-langkah permainan. Strategi permainan adalah menyerang dan membunuh raja lawan sekaligus melindung raja kita dari serangan musuh.
Tapi ada satu sosok lagi yang sekilas tidak tampak menonjol, tapi menurut saya sangat layak dipertahankan. Sosok itu adalah kuda. Kendati banyak yang mengabaikan sosok ini, tapi menurut saya, serangan kuda tidak bisa dihadang dan dihalang. Serangan benteng, menteri sampai dengan perdana menteri bisa dihadang tanpa harus berpindah tempat. Sedang menghadapi serangan kuda, lawan harus menggeser sasaran atau membunuh kuda penyerang.
Melihat perkembangan menyambut Pilgub Jakarta, saya jadi ingat sebuah lelucon lama yang sampai sekarang masih tertancap jelas dalam benak saya. Lelucon tersebutlah yang membuat saya penasaran dengan kabar seputar Pilgub Jakarta. Ada apa dengan Jakarta?
Lelucon yang hendak saya ceritakan ini mencoba menggambarkan penjabaran arti politik. Dialog antara seorang anak kecil bertanya pada ayahnya :
"Ayah, dapatkah kau jelaskan apakah politik itu?"
Ayah berkata,"Nak, aku akan menjelaskan seperti ini:
Aku adalah pencari nafkah bagi keluarga, jadi sebutlah aku KAPITALIS. Ibumu, dia adalah pengatur keuangan, sehingga kita sebut dia PEMERINTAH. Kami di sini untuk memenuhi kebutuhanmu sehingga kau kita sebut RAKYAT. Bibi pembantu kita anggap sebagai BURUH. Sekarang adikmu yang masih bayi, kita sebut dia MASA DEPAN. Sekarang pikirkanlah hal ini dan pertimbangkanlah apakah ini masuk akal bagimu".
Anak tersebut masuk ke kamarnya dan memikirkan apa yang baru saja dikatakan ayahnya.
Tengah malam, dia mendengar adiknya menangis, lalu dia bangun dan memeriksanya, dan dia menemukan adiknya basah kuyup dan kotor karena adiknya pipis dan buang air besar. Anak itu lantas pergi ke kamar orang tuanya dan melihat ibunya sedang tidur nyenyak sambil mendengkur.
Tak ingin membangunkan ibunya, ia pergi ke kamar pembantu. Pintunya terkunci dan dia mengintip dari lubang kunci. Saat itu, dia melihat ayahnya sedang bercinta dengan si pembantu.
Dia menyerah dan kembali ke kamarnya.
Pagi berikutnya, anak kecil itu berkata pada ayahnya, "Kurasa sekarang aku mengerti apa itu Politik."
Ayah menjawab, "Bagus, nak, ceritakan padaku pendapatmu tentang politik."
Si anak segera menjawab, "Ketika Kapitalis sedang memanfaatkan Buruh, Pemerintah tidur, Rakyat hanya bisa menonton dan bingung melihat Masa Depan berada dalam kesulitan besar.
Saya akan mencoba menggambarkan pengertian saya yang –menurut saya sih- masuk akal.
MASA DEPAN: tidak bisa menentukan dirinya sendiri. Dia sangat perlu kerjasama antara KAPITALIS dan PEMERINTAH. Tentu saja dengan mempekerjakan BURUH sebagai pelaksana dengan harapan berbagi keuntungan. Sedang RAKYAT, akan merasa tenang bila MASA DEPAN dirawat, dijaga dan diperhatikan.
KAPITALIS: namanya kapitalis, tentu dia akan mencari keuntungan pribadi tanpa banyak mempertimbangkan pihak lain. Dia akan mencari PEMERINTAH yang lemah dan tidak bisa mengawasi ulahnya.
BURUH: tentu saja kalau bicara BURUH ada;ah bicara tentang penghasilan. Bisa saja BURUH melawan kekuasaan KAPITALIS, tapi dengan resiko kehilangan pekerjaan dan tidak akan merasa tidak mampu mencari makan.
PEMERINTAH: jelas harusnya dialah yang memegang kendali dalam sebuah sistem politik. Dia yang bertanggungjawab atas MASA DEPAN dan mengendalikan KAPITALIS serta mengawasi dan melindungi BURUH. Dia juga yag bertanggungjawab atas keselamatan RAKYAT. Tapi PEMERINTAH memang punya penyakit yang hampir sama, yaitu lengah saat posisi nyaman, kebutuhan tercukupi dan keamanannya terjaga. Jadi kunci dalam politik ada di tangan PEMERINTAH.
RAKYAT: kekuatannya tidak terlalu besar walaupun RAKYAT selalu dijadikan alasan oleh KAPITALIS dan PEMERINTAH. Banyak KAPITALIS yang akan mengatakan, semua yang dilakukannya, semata-mata untuk RAKYAT. Hal yang sama juga dilakukan PEMERINTAH yang selalu bertindak mengatasnamakan kepentingan RAKYAT.
Sekarang, andai saya rakyat (dan memang benar-benar dalam posisi itu), ada beberapa hal yang bisa saya lakukan.
1. Menyelamatkan MASA DEPAN, semampu saya.
2. Menyadarkan KAPITALIS akan ulah semena-menanya kepada BURUH.
3. Membangunkan PEMERINTAH agar sadar akan tugas dan tanggungjawabnya terhadap RAKYAT, MASA DEPAN, BURUH dan mengawasi KAPITALIS. Cara ini sangat masuk akal dan paling tepat dilakukan.
Tapi kalau ternyata PEMERINTAH tak juga terbangun dari tidurnya, tidak ada salahnya kok menggulingkan PEMERINTAH hingga terjungkal. Jangan pernah takut berganti PEMERINTAH lama dengan PEMERINTAH yang baru. Karena percayalah, tidak semua ibu tiri lebih kejam dari ibu kandung. Ups…(Penulis adalah Wartawan Surat Kabar Harian Memorandum)



2 komentar:

Pencerah mengatakan...

Kang Bandit gak maju jadi calon gubernur?

banditmemo mengatakan...

wkwkwkw.... sikap ngawure saya sudah punya. tapi dukungan yang saya punya hanya dukungan doa