Senin, Maret 21, 2016

Narkoba: Neraka Kok Dicoba



Narkoba sebenarnya adalah singkatan dari Narkotika, obat berbahaya dan bahan adiktif lainnya. Tapi Narkoba juga bisa diartikan singkatan dari neraka kok dicoba. Kalimat ini  saya garis bawahi saat menjadi narasumber dalam Lomba Poster dan Dialog Anti-Narkoba Tingkat SMA/Sederajat se-Gerbangkertosusila 2016 di Universitas Muhammadiyah Surabaya, akhir pekan lalu.
Kalimat di atas disebutkan beberapa kali oleh narasumber dari BNNP Jawa Timur, BNNK Surabaya dan Granat di depan peserta. Saya tertarik dengan kalimat itu. Rasanya, patut untuk saya jadikan judul tulisan ini agar banyak di antara kita mudah mengingatnya dengan baik.
Menurut saya, Narkoba benar-benar sudah menjadi ancaman serius di Indonesia. Malah kalau boleh memilih dan menentukan, saya posisikan narkoba di atas teroris atau pun laten komunis. Sebagai pembanding, 1 Kg TNT (trinitrotoluene) bila meledak, bisa membunuh beberapa ratus orang. Tapi sabu dengan berat yang sama akan membunuh lebih banyak orang. Bila menggunakan satuan yang sedang dipopulerkan pihak BNN, 1 gram sabu-sabu (SS) bisa dikonsumsi 8 orang, maka 1 kg SS bisa dikonsumsi 8.000 orang.
Pembanding lain, bisa dilihat pada serangkaian pengeboman yang terjadi di Bali pada 1 Oktober 2005. Saat itu, terjadi tiga pengeboman, satu di Kuta dan dua di Jimbaran dengan sedikitnya 23 orang tewas. Sedang pada bom Bali pada 12 Oktober 2002, bom serupa menewaskan 202 orang. Belakangan, bom teroris diangkut dalam mobil station. Bom yang sangat besar dan berat.
Racun Narkoba sudah menyeruak di semua lapisan dan golongan masyarakat. Jangankan kalangan rakyat kecil yang kadang terlibat narkoba karena bisnis, di kalangan penegak hukum, TNI, artis dan selebritis sampai di kalangan pejabat pun sudah tertipu kenikmatan semu Narkoba. Terakhir adalah tertangkapnya anggota DPR RI asal Fraksi PPP, Fanny Safriansyah alias Ivan Haz. Saya yakin masih banyak pejabat yang bisa jadi sudah kecanduan narkoba, walaupun belum terungkap.
Siapa sangka, anak mantan Wakil Presiden Hamzah Haz ini bisa terjerat Narkoba. Saya mencoba membayangkan masalah apa yang membuatnya melampiaskan diri dengan Narkoba. Dalam akal normal saya, dia sudah berkecukupan secara materi ataupun sosial. Saya yakin, motif Ivan Haz mengkonsumsi narkoba, bukan karena ingin mengambil keuntungan.
Dasar dunia politik. Hal ini pun kemudian membesar dan bergulir rencana tes urine untuk anggota DPR RI. Rencana ini pun memantik reaksi beragam dari wakil rakya yang terhormat itu.  Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah, malah menolak keras wacana tersebut.
Menurut Fahri Hamzah, itu tak diperlukan karena yang harus dipahami adalah prinsip kelembagaan dan wibawa. Fahri mengatakan pemeriksaan urine tersebut bisa membuat wibawa lembaga negara tergerus. “Artinya diseret dalam suatu proses rutin yang publik tahu hasilnya bisa membuat kelembagaan juga repot," kata Fahri Hamzah dikutip sejumlah media pada Kamis (25/2).
Lebih mengejutkan adalah pendapat Ketua DPR Ade Komarudin, yang menyebut bahwa tes urine itu sebagai pemborosan anggaran. Tes urine tersebut dianggap hanya mencari kerjaan dan membuat anggaran keluar ke hal yang tidak perlu. Karena saya bukan orang politik dan 17 tahun menjadi wartawan kriminal, saya tidak mau mendebat mereka.
Saya mencoba mencari informasi, berapa uang yang harus dibayarkan untuk tes urine terkait narkoba. Dari informasi tersebut, saya dapatkan harga Rp100 ribu untuk 4 indikasi kandungan narkoba dan psikotropika. Ohh, kalau hanya segitu dan seandainya para wakil rakyat tidak mau memboroskan uang negara, saya akan mencarikan uangnya. Tapi syaratnya cuma satu, hari dan waktu pemeriksaan, terserah saya atau donatur -bila ada.
Menurut saya, pemberantasan Narkoba dan menjaga generasi muda agar terhindar dari pengaruh ini adalah wajib. Dulu tahun 1990-an, belum ada kampung-kampung kantong Narkoba. Saat itu, di Makam Peneleh, masih sering ditemukan orang yang mengkonsumsi narkoba salah satunya adalah putauw. Narkoba berbentuk serbuk putih dan harus dilarutkan kemudian disuntikkan ke nadi, menjadi narkoba yang paling lazim.
Saat terjadi penolakan warga dan dibarengi dengan upaya penindakan polisi, lambat laun kawasan tersebut bersih dan kawasan Narkoba pun kemudian bergeser ke lokasi lain. Dalam catatan saya, kawasan Gresik PPI dan Semut Kalimir juga pernah menjadi kantong narkoba. Tapi dua tempat ini pun tak lama menjadi basis narkoba, karena karakteristik yang berupa jalan dan kawasan tanpa penduduk, membuat petugas tidak sulit memberantasnya.
Tapi dalam beberapa tahun belakangan, kawasan narkoba mulai beranjak di perkampungan padat penduduk. Di Jakarta ada kampung Ambon yang terletak di Kompleks Permata, Cengkareng; Kampung Berlan, Jalan Slamet Riyadi Matraman Jakarta Timur yang sampai meminta nyawa Bripka Taufik Hidayat dan seorang informan, saat penggerebekan sampai dengan Rusun Baladewa di kawasan Johar Baru, pusat Narkoba jenis putauw. Sedang di Surabaya, kampung tersebut adalah kawasan sekitaran Jalan Kunti.
Kawasan ini adalah kampung padat penduduk dengan tingkat solidaritas tinggi. Beberapa kali upaya penangkapan di sana, harus dibayar dengan rusaknya mobil petugas atau pun obral tembakan peringatan. Malah mobil teman baik saya yang saat itu menjabat sebagai Kanit Reserse Narkoba mengalami kerusakan cukup parah. Bayangkan, pot besar beserta bunganya dilemparkan warga hingga masuk ke jok tengah.
Toh sejauh ini, hanya beberapa pengedar di kampung setempat yang bisa diringkus. Sepertinya memang butuh banyak kekuatan untuk membungkam kampung narkoba ini. Kecuali bila aparat masih menganggap kampung narkoba di Surabaya, masih terlalu kecil untuk dibinasakan.
Saya sendiri sudah melihat dasyatnya kerusakan akibat narkoba. Ada teman saya yang mendekam di tahanan dan membuat malu keluarganya yang jadi tokoh kampung dan ada yang mati karena HIV/AIDS, karena jarum suntik yang digunakan. Saya sendiri dengan keluarga mereka sampai benar-benar tahu bagaimana  akibat kecanduan narkoba.
Mereka cerita banyak tentang kemarahan yang meledak saat teman saya sakauw. Mulai dari merusak barang, menyiksa diri sendiri sampai dengan mengancam keselamatan anggota keluarga lainnya. Teman saya yang meninggal itu malah nyaris membunuh ibunya karena tidak memberi uang. Anda bisa membayangkan kengerian ulah pecandu narkoba yang menyayat lengannya sendiri dan darah mengucur kemudian dihisapnya.
Jadi, masih berminat dengan Narkoba? (Penulis, Wartawan Harian Pagi Memorandum)



Tidak ada komentar: