Senin, April 04, 2016

Beda Sisi tapi Kadang Harus Bersanding


Dalam dunia ini, ada siang ada malam, ada kaya ada miskin. Dua kata yang memang berbeda sisi dan kadang memang harus ada. Tidak ada malam bila tidak ada siang, begitu pula tidak ada si kaya bila tidak ada orang yang dipanggil si miskin. Tapi kadang Tuhan menempatkan dua sisi yang berbeda ini dengan cara bersanding.
Beberapa hari belakangan ini, kita mendengar kabar yang mengejutkan dan tidak pernah terungkap sebelumnya. Bagaimana mungkin seorang artis cantik, kaya, muda bernama Marshanda mempunyai ayah seorang pengemis, pengamen jalanan dan terakhir hidup di bekas bajaj dekat kuburan.
Adalah Irwan Yusuf, gelandangan ini namanya langsung melejit hampir menyamai nama anak cantiknya. Berawal dari Irwan Yusuf yang juga kakak dari mantan model era 80-90an, Cynthia Yusuf, ini terkena razia dalam kondisi memprihatinkan.
Selain mengemis, kondisi fisik Irwan juga kurang sehat. Mata sebelah kiri memutih dan bagian kakinya bengkak serta luka-luka. Meski belum didiagnosa positif depresi, seorang warga sempat melihat mantan suami Riyanti Sofyan ini buang hajat sambil berdiri. Ayah yang miskin dan anak yang kaya, disandingkan oleh Tuhan dalam kehidupan.
Hal yang sama juga terlihat dari perkawinan Elly Sugigi dan Ferry Anggara. Dua manusia yang secara fisik dan ekonomi, sangat berlawanan bisa disandingkan dalam rumah tangga. Elly yang bekerja sebagai pengerah penonton bayaran dengan harta yang luar bisa, umur sudah sangat dewasa dan wajah sangat biasa, bisa bersanding dalam pelaminan dengan Ferry Anggara. Padahal, Ferry sendiri masih usia belia, tampan, harta tak ada. Dia adalah salah satu penonton bayaran Elly dan wajahnya luar biasa.
Kendati sedang bermasalah akibat ketidaksetiaan Ferry yang bermain ‘api’ dengan penonton bayaran lain, sudah membuktikan bahwa si tampan Ferry dan si biasa Elly, pernah bersanding dalam perkawinan. Meski di usia perkawinan memasuki bulan keempat, badai sudah menghampiri kebersandingan keduanya.
Saya tidak hendak mencampuri urusan Marshanda dengan ayahnya atau antara Elly dengan Ferry. Perbedaan dua hal yang disandingkan juga tersurat dalam syair lagu Madu dan Racun.  Tapi saya hanya hendak mengatakan bila seringkali Tuhan menyandingkan dua sisi yang berbeda.
Bagi saya, belajar bisa darimana saja. Dari ciptaan Tuhan yang bernama hewan dan buah-buahan pun, kita bisa belajar banyak. Termasuk dua sisi yang berbeda yang sering disandingkan. Menghilangkan aroma durian dengan air yang dituang ke celah kulit atau mencegah sakit perut akibat salak dengan memakan serta kulit ari dari buahnya.
Di dunia hewan pun, contoh kontradiksi yang bersanding juga tak kurang banyak. Saya bisa sebutkan kupu-kupu, belut, ikan atau lalat dalam kasus ini. Hewan-hewan ini mengalami fase kontradiktif dalam hidupnya.
Kupu-kupu. Bila awal siklus kehidupan adalah telur, maka setelah menetas, akan keluar ulat yang sepanjang harinya hanya makan daun. Dalam awal fase kehidupannya, ulat tentu dianggap merugikan. Aksi makannya mengurangi jumlah dapur untuk tanaman dan bisa membuat gagal panen.
Tapi ingat, fase hidup si ulat belum berakhir. Setelah melalui fase kepompong, sang ulat pun menjelma menjadi kupu-kupu. Kupu-kupu sangat berbeda dengan sifatnya saat menjadi ulat. Kupu-kupu ini malah membantu tanaman untuk penyerbukan yang akan menghasilkan buah. Satu lagi, kupu-kupu yang indah biasanya lahir dari ulat yang sangat gatal.
Belut, ikan berbentuk mirip ular tanpa sisik ini juga menyimpan kontradiksi dalam hidupnya. Sepanjang hidupnya –kecuali berakhir di penggorengan-, belut akan mengalami pergantian kelamin. Saat kecil dengan panjang kurang dari 30 cm, belut akan berkelamin betina. Ini akan berubah seiring dengan umur dan penambahan panjang tubuhnya. Bila sudah mencapai 35 cm, dia akan berubah menjadi jantan.
Ikan pun menyimpan misteri kontradiksi dalam kehidupan tubuhnya. Sekedar berbagi, saat kita terluka karena sisik ikan yang biasanya disebut dengan kepathil, akan sembuh bila dibasuh dengan darah dari si ikan.
Kalau lalat, saya mendapatkannya dari agama yang saya anut. Disebutkan, bila minuman kita dimasukki lalat, disarankan untuk menenggelamkan sang lalat kemudian membuang lalat tersebut. Itu dilakukan karena pada satu sisi sayap sang lalat mengandung kuman dan sisi sayap satunya mengandung penawar. Dengan menenggelamkan lalat, kuman dan penawarnya akan bereaksi dan akan menjadi tawar.
Ilmu lain dari dunia hewan yang saya pahami adalah, bagaimana sikap kesatria seekor laba-laba jantan yang mematikan dirinya sudah mengawini betinanya. Tubuh pejantan yang mati itu akan menjadi pasokan makanan bagi anak-anaknya yang menetas kelak.
Saya juga bisa belajar sabar dari lebah. Lebah ini hewan penyabar karena menggunakan senjata menyengat sebagai serangan akhirnya. Sengatan ini akan beresiko fatal baginya karena usai menyengat, dia akan mati karena ujung sengatnya itu adalah bagian dari perutnya.
Beberapa teman sudah pernah mendengar penjabaran saya tentang keanehan makhluk hidup ini dar imana saya bisa belajar hidup. Mereka banyak yang heran karena tahu saya lulusan fakultas sosial jurusan komunikasi, bukan jurusan biologi. Saya pun hanya menjawab singkat dan mengatakan kalau istri saya adalah dokter hewan.
Kami memang juga termasuk dalam hal yang kontradiksi. Saya orang sosial, sedang istri saya adalah orang ilmu pasti. Saya berkulit hitam sedang istri saya berkulit putih. Sampai ada yang heran bagaimana kami bisa bertemu dan dipertemukan.
Dengan senyum terkulum dan bercanda, saya pun menjawab, ”pernah dengar dokter jatuh cinta pada pasiennya.”  (Penulis adalah Wartawan Harian Memorandum)


Tidak ada komentar: