Minggu, April 24, 2016

Embel-Embel itu Bernama Gembel


        Gembel adalah orang yang selalu hidup di jalanan, luntang-lantung tanpa pekerjaan jelas atau bisa juga diartikan sebagai orang miskin. Kalangan gembel memang selalu ada dan tak akan hilang dari muka bumi. Atau malah si gembel harus selalu ada.
Agama pun tetap mensyaratkan amal kepada kaum gembel. Seandainya kalangan gembel hilang, ke mana akan dialirkan amal kita sebagai pelaksanaan agama yang kita anut.  Saya yakin, semua agama memerintahkan untuk berbagi dengan si gembel ini.
Dalam kehidupan sehari-hari pun, si gembel ini juga sangat mewarnai. Ada di tengah-tengah kita. Terlebih menjelang pemilihan umum (di tingkat mana pun), si gembel menjelma jadi komiditi andalan. Mengaku pembela si gembel, memperjuangan kepentingan si gembel sampai memproklamirkan diri sebagai penyuara si gembel.
Si gembel sudah lama menjadi sasaran kampanye menjelang pemilihan. Anda ingat, semasa menjelang pemilihan presiden, seorang jenderal yang juga mantan Panglima TNI, yang juga mantan menteri, yang juga pimpinan sebuah partai, sampai rela menyamar menjadi si gembel. Malah menyamar menjadi si gembel ini dikemas dalam acara "Mewujudkan Mimpi Indonesia" dan ditayangkan salah satu televisi nasional.
Namanya Wiranto. Pensiunan jenderal sempurna ini pernah menyamar sebagai kondektur bus, penjual asongan, penarik becak sampai dengan kuli panggul. Tentu alasan normatifnya adalah, ingin merasakan penderitaan dan menyerap aspirasi masyarakat gembel.
Kisah si gembel ini memang mengundang air mata dan simpati, termasuk kisah tragisnya.Salah satunya kisah tentang kematian Irma Bule, penyanyi dangdut yang dipatok King Cobra saat manggung. Saya katakan Irma Bule adalah si gembel karena hanya tertarif Rp 500 ribu, dia mempertaruhkan nyawanya.
Kematian si gembel Irma ini pun mengundang simpati dari banyak orang, termasuk kalangan artis dangdut yang tidak segembel Irma. Mereka pun menggalang amal pengalangan dana Peduli Almarhumah Irma Bule. Hasil dari acara ini pun akan disumbangkan ke ahli waris di gembel Irma Bule.
Mau tahu lebih banyak tentang si gembel yang menjadi komiditi komersial? Ambil remote televisi, pantengi setiap acara di setiap stasiun televisi. Sekarang ini ada acara yang bertajuk “Orang Pinggiran” atau “Merajut Asa” yang berkisah tentang kehidupan si gembel yang mencoba bertahan hidup.
Sepanjang durasi acara, kita akan dicekoki kisah duka dan malang sehari-hari si gembel. Berapa yang didapat si gembel setelah berjibaku sepanjang hari dan acara diakhiri dengan pemberian santunan untuk si gembel. Tentu saja, bila si gembel menangis terharu, itu hanya bonus tayangan setelah kita sepanjang acara sudah dibuat menangis dan menitikkan air mata.
Ada acara yang bertajuk “Azis Berbagi” yang melibatkan pelawak kondang Azis Gagap yang mengajak satu anaknya (ada anak lelaki berbadan gemuk atau anak perempuan yang berkerudung). Acara ini pun lagi-lagi mengeksploitasi si gembel dari kalangan gembel. Bedanya adalah si Azis dan anaknya akan membaur dalam kehidupan keseharian si gembel. Kendati kemasan beda, hasil akhirnya pun sama. Azis akan mengakhiri acara dengan memberikan santunan kepada si gembel. Tentu ditambah dengan narasi yang bernada bijak dan sok menasehati.
Ada acara televisi –yang kini sudah hilang- “Bedah Rumah” yang juga mencari si gembel yang rumahnya reot dan akan dibongkar kemudian dibangun yang lebih layak. Cara ini menurut saya lebih sadis memperlakukan si gembel. Bayangkan, si gembel selama beberapa hari (selama rumahnya dibongkar) akan dihadapkan kepada kehidupan mewah. Makan di restoran dan tidur di hotel (semuanya dibayar oleh pengiklan) serta mengeksploitasi kekakuan si gembel yang hidup bak si kaya.
Si gembel yang kebingungan makan di restoran mahal, digambarkan secara detail dan terperinci. Bagi si kaya, makan dengan garpu di tangan kiri dan pisau di tangan adalah hal yang biasa. Hal itu tidak berlaku bagi si gembel yang tentu akan mengundang tawa penonton. Oh iya, saat si gembel kedinginan tidur di kamar ber-AC juga cukup lucu dan mengundang senyum kok.
Acara ini sudah tidak tayang lagi di televise, tapi sudah diambil alih di dunia nyata. Sejumlah instansi pemerintahan maupun militer tetap menggunakan program Bedah Rumah untuk masyarakat miskin di wilayahnya. Saya setuju program ini karena tidak mempublikasikan kemiskinan. Kendati ada dokumentasi dan pengisian formulir, itu hanya untuk laporan penggunaan anggaran, bukan untuk pencitraan semu.
Bagi saya, si gembel memang harus selalu ada dan tersedia. Beberapa teman meyakini, meskipun  pembangunan mati-matian akan menekan kemiskinan sampai di titik nadir, mungkinkah si gembel akan hilang? Si gembel tetap harus ada, termasuk gembel di Amerika yang menjadi kiblat kemajuan dunia.
Di Amerika, si gembel tetap ada dan biasa dipanggil homeless alias tidak punya rumah. Tapi si gembel di sana kehidupannya lebih terjamin karena ditanggung negara mulai dari kesehatan sampai dengan penyediaan makanan lewat dapur umum.
Kondisi ini sangat berbeda dengan si gembel di Indonesia. Di Indonesia, ada yang mengaku si gembel agar anaknya bisa sekolah di sekolah pilihannya dengan memanfaatkan kuota siswa miskin. Ada yang ngaku si gembel untuk mendapat perawatan rumah sakit secara gratis walaupun rumahnya bertingkat dan ada 2-3 motor di garasi rumahnya.
Adakah gembel asli yang benar-benar gembel di Indonesia? Jawabannya jelas ada. Tapi keberadaannya tidak banyak terungkap di permukaan. Tiba-tiba saja menyeruak berita tentang nenek renta yang hidup di gubuk reot di sebuah kota. Tiba-tiba juga ada anak yatim piatu yang terlantar dan luput dari perhatian pemerintah kotanya.
Tentang jumlah sebenarnya si gembel di Indonesia ini, saya jadi ingat perbincangan dengan Wakil Gubernur Jatim Gus Ipul, beberapa waktu lalu. Gus Ipul mengatakan jumlah masyarakat miskin, tidak pernah jelas dan pasti. Data jumlah masyarakat miskin dari Badan Statistik, di kantor BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) atau di diknas, akan berbeda. Banyak si kaya yang mengaku si gembel untuk kepentingan sekolah anaknya dan melampirkan surat keterangan tidak mampu (SKTM). Masih banyak modus yang digunakan oleh si gembel palsu ini.
Tapi dari sekian jenis gembel di Indonesia, yang paling ditakuti adalah wedhus gembel dari Gunung Merapi. Kedahsyatan gembel ini akhirnya memeluk tubuh Mbah Maridjan yang dikenal sebagai juru kunci Gunung Merapi sampai menemui ajalnya. Si gembel  memeluk tubuh tua Maridjan hingga mati dalam kondisi sujud.
Selain wedhus gembel itu, semua gembel di Indonesia hanya sebatas embel-embel saja. (Penulis adalah Wartawan Surat Kabar Harian  Memorandum)

Tidak ada komentar: